• About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten
Friday, December 19, 2025
hipkultur.com
  • Login
  • Register
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
hipkultur.com
No Result
View All Result
Home Ekspresi

Ada Plot Twist di Lagu Idioteque-nya Radiohead, Siapa Masuk Bunker Duluan?

Ovan Obing by Ovan Obing
3 June 2025
in Ekspresi, Isu
0
Ikon beruang Radiohead yang merem

Ikon beruang Radiohead yang merem

0
SHARES
0
VIEWS
Bagikan di WABagikan di TelegramBagi ke FBBagi ke X

Buat para fans yang tumbuh bareng musik-lirik yang kritis dan menggugat, Radiohead sudah kayak superhero yang daya hancurnya luar biasa. Lagu “Ideoteque” yang termasuk dalam album pemenang Grammy itu bahkan sudah jadi semacam anthem distopik kemajuan zaman. Itu baru satu di antara puluhan judul yang jadi corong perlawanan atas kapitalisme, ketimpangan dan kesenjangan sosial, sampai krisis lingkungan.

Waktu “Creep” muncul, falsetto-nya mewakili orang-orang yang merasa asing di dunia yang semakin absurd. Tapi di era The Smile sekarang, saat hal-hal absurd sudah dianggap normal, malah dia sendiri yang bikin para fans merasa asing.

Baik secara grup maupun individu, para personel band yang lahir di Oxford itu juga konsisten bersuara pas lagi nggak manggung. Tapi, mereka kini bikin para fans asing dengan sikap labil soal isu kemanusiaan spesifik, yaitu Konflik Israel-Palestina.

Nostalgia Waktu ‘Masih’ Jadi Aktivis

Pada suatu hari tahun 2019, Thom Yorke jadi peserta di acara Letters Live, pentas baca surat di London’s Union Chapel. Di acara itu dia baca surat dari Henry Stewart yang ditulis buat The Guardian.

No woman in a burqa (or a hijab or a burkini) has ever done me any harm. But I was sacked (without explanation) by a man in a suit. Men in suits missold me pensions and endowments, costing me thousands of pounds. A man in a suit led us on a disastrous and illegal war. Men in suits led the banks and crashed the world economy. Other men in suits then increased the misery to millions through austerity. If we are to start telling people what to wear, maybe we should ban suits. — Henry Stewart (29/08/2016)

Ya, memang cuma baca surat, sih. Nggak ada indikasi bahwa surat yang dibaca itu dipilih Thom sendiri atau ditentukan sama panitia. Tapi, isi surat itu nggak jauh amat dari lirik-lirik di beberapa karyanya. Masih ada kritik buat kekuasaan yang menindas, meski konteksnya bukan Gaza. Soalnya men in suits (pria pakai setelan jas) menggambarkan para eksekutif berpengaruh yang keputusannya pasti ngefek ke orang banyak.

Selain baca surat, di beberapa kesempatan lain Thom Yorke juga bersuara lantang. Misalnya waktu terang-terangan menentang kunjungan Presiden AS George W. Bush ke Inggris tahun 2003. Sampai nyebut Bush dan Perdana Menteri Inggris waktu itu, Tony Blair sebagai “pembohong”. AS yang getol bikin propaganda soal ancaman terorisme, ngajak Inggris ikut-ikutan perang di Irak, dan diprotes Thom.

Soal isu Irak, di album solonya, The Eraser (2006), Thom masukin lagu “Harrowdown Hill” yang bicara tentang kematian David Kelly. Seorang ahli senjata Inggris yang bunuh diri sehabis mengungkap bahwa pemerintah Inggris melebih-lebihkan ancaman senjata pemusnah massal Irak.

Sementara di Radiohead, mereka sempat khusus bikin lagu penghormatan buat Harry Patch, veteran terakhir Perang Dunia I dari Inggris. Lagu ini menyoroti horor perang dan menyuarakan kritik ke pemimpin yang mutusin perang tanpa mempertimbangkan nyawa prajurit.

Ternyata Nggak “Free Free Palestine!”

Dari puluhan lagu, terutama sejak era OK Computer (1997) dan Kid A (2000), Radiohead memang konsisten jadi grup band yang sadar sosial. Secara individu, di bagian sebelumnya juga sudah disebut kalau Thom Yorke suka kritis dan gemar protes, apalagi soal isu perang dan hak asasi manusia.

Kumpulan sampul album Radiohead (vulture)
Kumpulan sampul album Radiohead (vulture)

Tapi khusus isu Palestina, Thom dkk sikapnya beda.

Waktu gerakan BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi) mulai ramai tahun 2005, mereka milih jalur berlawanan. Gerakan itu bersuara buat memboikot budaya Israel, tapi Radiohead malah konser di sana tahun 2006. Lebih konyol lagi, masih di tengah seruan boikot, mereka balik ke Tel Aviv tahun 2017, dalam agenda tur promo album Moon Shaped Pool.

Nggak heran kalau kemudian mereka dapat reaksi keras. Bukan cuma dari warga sipil yang fans dan non-fans, tapi juga dari beberapa tokoh terkenal, termasuk musisi kayak Thurston Moore dan Roger Waters.

Sebanyak 50 tokoh dalam wadah Artists For Palestine UK, bikin petisi biar Radiohead mau batalin konsernya.

Respons Thom Yorke? “Playing in a country isn’t the same as endorsing its government.”

Waktu diwawancara Rolling Stone, Yorke ngomong bahwa tekanan itu adalah sesuatu yang “menggurui” dan “menyinggung”. Dia bilang, “Menyedihkan banget mereka milih bikin surat terbuka, daripada interaksi sama kami secara pribadi, mereka malah melempar hal-hal buruk ke kami di depan umum.”

Di wawancara itu, Thom juga sempat nyebut—atau mungkin ‘berlindung’— di balik status rekan se-band-nya, Jonny Greenwood yang berdarah Yahudi dan beristri artis Israel, Sharona Katan, keturunan Yahudi Arab.

“Semua orang (pemboikot) ini berdiri di kejauhan sana dan melempar banyak hal ke kita, melambai-lambaikan bendera, ngomong, ‘Kamu nggak tahu apa-apa soal itu (konflik Israel-Palestina)!’ Bayangkan gimana menyinggungnya itu buat Jonny.”

Jonny Greenwood & Rekan Lainnya

Tekanan boikot dan semua adu argumen itu nggak ngefek apa-apa. Konser tetap jalan tanggal 19 Juli 2017 di Park HaYarkon, Tel Aviv, ditonton 40.000 orang. Itu jadi konser terpanjang Radiohead sejak 2006 yang main 27 lagu. Lebih ironis lagi, Radiohead dapat dukungan penuh dari banyak pihak. Termasuk media konservatif Israel sampai Glenn Beck, tokoh sayap kanan Amerika yang sebelumnya selalu berseberangan sama mereka.

Dudu Tassa & Jonny Greenwood (spin)
Dudu Tassa & Jonny Greenwood (spin)

Belum cukup, berikutnya pas konser di Glastonbury dan Glasgow. Ada protes dari penonton pro-Palestina yang Thom tanggapi dengan defensif. Ia dilaporkan mengacungkan jari tengah dan komat-kamit ngomong kasar, kontras banget sama citra aktivis sosialnya selama ini.

Sementara itu, Jonny Greenwood juga nggak kalah kontroversial. Dia bikin situasi tambah rumit dengan kolab bareng musisi Israel, Dudu Tassa. Juga bikin konser pada Juni 2024 di Tel Aviv, pas konflik Gaza lagi panas-panasnya.

Dia pun langsung dapat kritikan keras dari aktivis pro-Palestina yang nuduh dia melakukan “artwashing genocide“. Keputusan kolaborasi dan manggung di Israel dianggap sebagai dukungan nggak langsung ke kebijakan pemerintah Israel. Meski Jonny sendiri bilang kalau dia cuma berkesenian tanpa maksud politik.

Mei 2025, waktu mau konser di Inggris, Jonny dan Dudu dapat tekanan dari BDS. Sukses, dua jadwal konser di Bristol dan London batal digelar. Beberapa media, kayak Sky, Euronews, dan Evening Standards, di tajuknya nulis kalau konser terpaksa dibatalkan karena ada intimidasi dan ancaman.

Respons Greenwood? “Membungkam artis Israel karena lahir sebagai orang Yahudi di Israel, sepertinya bukan cara buat mencapai pemahaman antara kedua belah pihak di konflik yang kelihatannya nggak berujung ini,” tulis The Forward.

Dan buat sebagian orang, pernyataan itu malah bikin gusar. Soalnya kritik buat Israel disamakan dengan sentimen antisemit yang juga mengabaikan isu utama, yaitu soal penderitaan rakyat Palestina.

Tapi sebaliknya, gitaris lain Radiohead, Ed O’Brien justru nggak sejalan sama rekan-rekannya. Dari laporan media, termasuk NME dan Consequence Of Sound tahun lalu. Dia lagi fokus sama proyek solonya, sekaligus menyerukan gencatan senjata di Gaza. Apa ini berujung ke konflik internal? Sejauh ini belum ada bukti valid. Tapi yang jelas, isu Palestina ini memang bikin banyak pihak berseberangan.

Puncak Kekesalan

Thom Yorke bikin ulah lagi pas konser solo di Sidney Myer Music Bowl, Melbourne, Australia. Di tengah konser pada 30 Oktober 2024 itu, seorang penonton teriak, “Do you condemn the Israeli genocide of Gaza? Already 200,000 [dead], half of them children.”

Masih juga belum sadar dengan pernyataan dan aksi kontroversial tahun-tahun sebelumnya, lagi-lagi Thom merespons dengan menjengkelkan. Dia nantang si penonton naik ke panggung, lalu nyebut “pengecut” karena cuma bisa teriak dari tengah kerumunan. Lanjut, ngomong, “You want to piss on everybody’s night? OK, you do it, see you later,” dan turun panggung.

Tapi turunnya cuma sebentar, terus naik lagi buat nyanyiin “Karma Police”.

Kalau 2017 masih zamannya Twitter atau X, 2024 adalah era Instagram dan TikTok. Nggak lama, insiden itu jadi viral dan banjir kritik melanda Thom Yorke. Soalnya insiden ini memang aneh banget. Gimana bisa seorang musisi yang dikenal aktif bersuara soal kemanusiaan, malah marah-marah waktu ditanyain isu genosida warga Palestina di Gaza.

Akhirnya, Sabtu kemarin, 31 Mei 2025, Thom Yorke bikin postingan Instagram delapan slide tulisan panjang. Dalam pernyataan itu dia ngomongin beberapa hal, salah satunya bahwa karya seni yang dia bikin seumur hidup justru menentang bentuk ekstremisme, kekerasan, dan dehumanisasi. Dia juga bilang kalau tekanan untuk ngomongin soal Gaza sudah memengaruhi kesehatan mentalnya, dan ia nyesel nggak tanggap lebih awal.

Khusus soal Gaza, dia mengkritik dua pihak yang lagi berkonflik. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan pemerintahannya disebut sebagai “ekstremis” yang “harus dihentikan”. Dia juga mengkritik Hamas karena “bersembunyi di balik penderitaan rakyatnya sendiri”, mempertanyakan motif di balik serangan 7 Oktober 2023.

Sayang Sungguh Sayang

Tapi sayang, pernyataan itu kayaknya sudah terlambat. Banyak orang sudah kadung nggak tahan sama sikap Thom Yorke selama ini, bahkan meng-cancel dia. Alhasil, pernyataan itu bikin nyala api besar lagi, dengan munculnya aneka kritikan pedas ke dia.

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Thom Yorke (@thomyorke)

 

Di X, @josephattard02 pada 31 Mei 2025 nulis, “Fake Plastic Platitudes. Thom Yorke issues a statement 7 months after leaving the stage at a Melbourne gig in a huff, after being heckled about the ongoing genocide in Gaza. Manages to criticise Netanyahu… but also ‘the unquestioning Free Palestine refrain’ (!)” .

Akun @sylviaplague sehari sebelumnya nulis, “Thom Yorke akhirnya speak up about Palestine but with a neutral tone. Never in my life I’d be this disappointed…” . Unggahan ini secara langsung menyebut pernyataan Yorke sebagai “netral” dan mengekspresikan kekecewaan.

Keduanya menganggap pernyataan Yorke “netral” karena mengkritik Netanyahu, Hamas, dan gerakan “Free Palestine”, nggak eksplisit mendukung Palestina.

Yang lebih ekstrem, beberapa orang lain malah menilai bahwa Thom lagi gaslighting. Setelah pernyataan heboh Thom, akun @keoszh bilang bahwa Yorke dan Radiohead adalah “sekumpulan goblok yang menyembunyikan kegoblokan mereka di balik musik ‘intelektual'”.

Ada juga @Berryandri yang bilang, “Gak munafik Radiohead lagunya bagus tapi gw gak mau melacurkan diri dengerin lagu mereka pas tau si thom yorke gak peduli sama Palestine…”

Jadi, Who’s In A Bunker?

Saya, pengagum karya-karya Radiohead, khususnya di KID A, Amnesiac, dan King of Limbs. Pastinya, “Ideoteque” juga bukan lagu yang bisa di-skip sejak terdengar intronya, di mana saja.

Sejujurnya, saya pun bukan aktivis pro-Palestina yang kayak gimana-gimana. Nggak pernah pasang foto profil potongan semangka juga. Tapi bukan berarti saya nggak mikirin atau nggak peduli. Apalagi pas lihat berita-berita yang beredar di linimasa.

Kadang kepedulian itu nggak selalu tampil di spanduk atau unggahan sosial media—tapi blog. Kadang bentuknya berupa rasa nggak nyaman di dada waktu lihat foto-foto korban perang Gaza. Atau waktu tahu idola sendiri bersikap kayak nggak ada apa-apa.

Dan kalau ada yang nanya ke saya, “Who’s In A Bunker?”

Pasti jawabannya, “Women and children first.”

Logikanya jelas, kelompok rentan perlu dapat perlindungan lebih baik dan lebih awal.

Tapi habis lihat sikap Thom Yorke yang menurut saya kekanak-kanakan. Kok, rasanya dia yang perlu dimasukin ke bunker duluan. Soalnya, dia kayak gagal mengatasi tekanan. Kayak anak kecil yang nggak mau main bareng kalau aturannya nggak cocok sama dia. Dan memang dia sudah bilang sendiri kalau mentalnya terdampak akibat isu ini.

Nggak salah sih marah. Tapi kalau kamu vokalis band cum aktivis yang lirik-liriknya ngulik soal krisis, kehancuran, dan ketimpangan, lalu diam seribu bahasa saat krisis paling nyata terjadi di depan mata, itu ironis. Padahal, This is really happening, happening.

Agak bimbang memang, rasa kagum terhadap karya ternyata bisa runtuh karena emosi personal. Saya masih suka lagunya, tapi kira-kira sudah hampir setahun nggak pernah nyetel dengan sengaja. Dan kayaknya tekat ini semakin bulat. Meski ada rasa kehilangan, tapi nggak papa. Saya semakin sadar juga kalau nasihat, “Jangan pernah berharap ke sesama manusia,” itu benar adanya.

Tags: israellagiramemusisipalestina
Previous Post

Single: “Jelita”, Debut Alternatif Rock Sendu dari The Belcamp Trees

Next Post

Fakta Unik Gajah, Si Induk Selalu Gagal Move On dari Anaknya

Next Post
Ilustrasi gajah dan anaknya lagi di gurun Afrika

Fakta Unik Gajah, Si Induk Selalu Gagal Move On dari Anaknya

Please login to join discussion

Daftar Putar

Recent Comments

  • Bachelor of Physics Engineering Telkom University on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • Ani on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.