in

Rekap 2024: Deretan Top Isu Global Mewarnai Tahun Naga Kayu

Ilustrasi: pura-puranya bawain acara berita isu top global 2024
Ilustrasi: pura-puranya bawain acara berita isu top global 2024

Menurut astrologi Tiongkok, 2024 adalah tahun naga kayu. Prediksinya di awal Januari lalu, tahun naga kayu akan membawa energi dinamis dan progresif. Ini dianggap momen yang baik buat start proyek baru atau bikin perubahan besar.

Selain itu, tahun naga kayu diramalkan bakal ngasih peluang besar untuk pertumbuhan dan ekspansi di berbagai bidang. Sedangkan inovasi dan kreativitas akan sangat dihargai.

Tapi, semua itu nggak melulu berjalan mulus. Ada tantangan berupa persaingan ketat, ekspektasi yang tinggi, serta dinamika hubungan diri pribadi yang makin dinamis. Makanya, orang-orang yang mau sukses tahun ini, diajak untuk belajar mengelola ambisi dengan bijak.

Terlepas dari cocok/nggaknya dengan ramalan, deretan isu global sepanjang tahun ini pasti menarik diulas. Beberapa di antaranya bahkan jadi sorotan utama, bisa-bisa sampai mengubah cara kita melihat masa depan. Ada soal politik, ekonomi, inovasi teknologi, sampai krisis lingkungan yang agak ngeri-ngeri sedap.

Berikut rekap momen-momen besar yang mewarnai tahun naga kayu 2024. Yuk, mari kita simak.

2024 Ini Tahun Politik

Kurang lebih separuh populasi dunia yang menghuni 60 negara, terlibat dalam pesta demokrasi di wilayah masing-masing. Ya, 2024 adalah tahun politik, ada Pemilu di mana-mana.

Entah kenapa, kok bisa barengan. Beberapa yang menggelar pemilihan umum adalah negara adidaya, sebut saja Amerika Serikat dan Rusia. Lalu ada India, Inggris, Afrika Selatan, Jepang, Prancis, Meksiko, dan nggak lupa, Tanah Air kita tercinta.

Pasti, dalam prosesnya, semua gelaran pemilu di negara-negara ini melibatkan banyak drama. Mulai dari tergerusnya suara petahana, seperti Joe Biden di AS, Narendra Modi di India, Rishi Sunak di Britania, sampai partainya Nelson Mandela di Afsel. Prediksi akurat soal kemenangan Donald Trump untuk kedua kalinya. Sampai moncernya Macron yang sukses menaklukkan publik Prancis, meski di periode sebelumnya kena kritik bertubi-tubi.

Selain pemilu, ada juga drama politik yang lebih njelimet lagi tahun ini. Misalnya, mosi tidak percaya parlemen kepada Kanselir Olaf Scholz, sehingga Jerman terpaksa bikin pemilu dadakan awal tahun 2025 nanti.

Perdana Menteri Bangladesh yang kayaknya nggak kegoyang, tahun ini kena tuntutan rakyat. Negaranya kacau, kena tuduhan korupsi, sampai diminta mengundurkan diri, dan akhirnya digulingkan. Nasibnya hampir sama dengan Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, buntut dari kebijakan wajib militer yang ditolak warlok sana.

Dari Politik Jadi Konflik

Politik kalau sudah tegangnya nggak tertahankan, jadinya perang. Benar, 2024 juga diwarnai konflik berdarah yang sampai sekarang belum jelas gimana akhirnya.

Invasi Rusia ke Ukraina yang mulai Februari 2022, malah sudah diperingati seribu harinya, 19 November 2024 kemarin. Konflik yang nggak cuma berdampak regional itu, bikin dunia cemas bakal jadi pemicu perang berskala global.

Di Timur Tengah, ada Israel, Hamas, dan Hizbullah yang bikin ulah. Perang pecah di Gaza antara Israel vs Hamas sejak Oktober 2023. Lanjut terus sampai sepanjang tahun, bahkan merembet ke tetangga, Lebanon. Soalnya Israel mau ngusir Hizbullah dari perbatasan wilayahnya.

©Majdi Fathi/NurPhoto via Getty Images

Perang di Gaza juga memicu protes di berbagai belahan Bumi. Banyak pihak mendesak, baik para diplomat maupun masyarakat yang simpatik. Nggak cuma itu, Perang Gaza juga bikin wilayah Timur Tengah lain ikutan panas, salah satunya Iran. Lalu beberapa milisi anti-zionis di Iraq, Suriah, sampai Yaman. Ketegangan yang makin menjadi-jadi ini narik militer AS untuk turun tangan.

Padahal, beberapa negara Timur Tengah sendiri internalnya masih bermasalah. Sebut saja, Suriah dan Afganistan yang masih sibuk dengan gerakan separatisnya masing-masing.

Lalu di Afrika, ada Sudan, Ethiopia, Niger, Kongo, sampai Burkina Faso yang lagi menghadapi, kalau nggak kudeta ya perang saudara. Ini sama-sama melibatkan militer pemerintah dan milisi bersenjata, pemberontak, dan semacamnya.

Sementara di Asia, Myanmar juga belum beres. Habis kudeta militer, sekarang mau dikudeta lagi sama pasukan anti-pemerintah militer. Belum lagi di wilayah Benua Amerika. Ada Haiti yang bermasalah sama geng bersenjata yang suka perang. Nggak kunjung tuntas meski terus diperangi juga sama tentara pemerintah.

Agenda Giat Warga Global

Umumnya tiap tahun ada agenda pertemuan delegasi internasional. Semacam G-7 atau G-20 yang bahas isu politik, sosial, dan ekonomi, D-8 yang khusus negara-negara Islam, atau L-300 yang travel eksklusif muat 10-12 orang.

Selain itu, ada juga konferensi yang khusus ngulik isu lingkungan. Conference of the Parties (COP). Di mana, tahun ini Azerbaijan ketempatan jadi tuan rumah.

Event ini dikritik karena lama-lama seolah cuma jadi formalitas. Nggak ada langkah nyata dari para pemimpin negara buat ngurangin emisi karbon.

Alexander Nemenov/AFP

Malah di COP29 2024 banyak pemimpin negara—penyumbang emisi karbon—besar, nggak hadir. Kayak Joe Biden, Emmanuel Macron, Ursula Von Meyer, Olaf Scholz, Narenda Modi. Indonesia sendiri cuma ngirim Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, didampingi Hashim Djojohadikusumo yang adik presiden. Sementara itu, Azerbaijan malah bilang mau ngegas produksi minyak dan gas selama 10 tahun ke depan.

Di samping COP29, Olimpiade Paris 2024 juga nggak kalah kontroversial. Sebelum pembukaan sudah ada isu teror bom, kritikan warga soal Sungai Seine yang memalukan, sampai soal atraksi seni di opening seremoni yang dicap nggak pantas dan berlebihan.

Itu belum termasuk kontroversi lain sepanjang bergulirnya turnamen. Seperti dibolehkannya atlet Rusia dan Belarusia, isu boikot Israel, insiden tim sepakbola Argentina kemalingan, sampai fenomena Imane Khelif, peraih medali emas tinju wanita yang jadi gunjingan karena badannya lebih mirip cowok.

Saking banyaknya cerita yang bisa dibawa pulang dari Paris Summer Olympics 2024, sampai bikin agenda sepakbola Euro 2024 kayak nggak ada gaungnya sama sekali. Padahal ada sejarah yang kecatat di event ini, yaitu Spanyol yang jadi kolektor Trofi Henry Delaunay terbanyak.

Situasi Ekonomi dan Keuangan

2024, Ekonomi global masih agak seret kalau dilihat dari angka pertumbuhannya. Faktanya, angka pertumbuhan 3,2% memang sesuai prediksi, tapi banyak pihak, misalnya di World Economic Forum (WEF) di Davos, Nigeria, Januari lalu, melihat ada pergeseran fokus ekonomi. Kalau sebelumya cuma ngejar angka pertumbuhan, sekarang kesejahteraan yang merata dan kelestarian lingkungan lebih jadi prioritas.

The World Economic Forum.

Beberapa negara berhasil mencatat kenaikan GDP, tapi nggak sedikit yang justru terjebak di tengah situasi nggak pasti. Data International Monetary Fund (IMF) mencatat Asia bangkit. Dengan China sendiri menyumbang 19,05% dari produk domestik bruto (PDB) seluruh dunia, sementara India 8,23%, data Dana Moneter Internasional, IMF. Ini lebih besar dari Amerika Serikat dan Uni Eropa, masing-masing sekitar 14,99% dan 14,41%.

Kalau ditotal-total, negara-negara BRICS nyumbang sekitar 37,3% dari PDB global. Artinya, 2024 mencatat kalau BRICS semakin nunjukin tajinya di ranah ekonomi, ngalahin Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Meski inflasi global udah mulai jinak—turun dari 8,1% ke 7,9%, atau 0,2% dibanding tahun lalu— ternyata belum sesuai target ideal bank sentral. Suku bunga tinggi jadi strategi bertahan banyak negara, meski ada yang udah mulai melonggarkan kebijakan buat merangsang pasar.

Belum lagi, 2024 adalah tahun politik yang juga diikuti sejumlah konflik militer. Kalau pemimpinnya ganti, pasti ada kebijakan baru yang butuh waktu adaptasi. Makanya, pelaku ekonomi cenderung hati-hati. Banyak keputusan bisnis yang ditunda, nunggu situasi lebih stabil.

Sementara itu, menurut United Nations Conference of Trade and Development (UNCTAD). Sekitar 50 negara berkembang menghabiskan lebih dari 10% pendapatannya buat bayar utang. Sementara 3,3 miliar manusia lebih banyak menghabiskan uang buat bayar bunga utang daripada investasi pendidikan dan kesehatan.

Banyaknya utang pasti akan mengancam stabilitas ekonomi di suatu negara, nggak peduli itu negara maju atau berkembang. Dalam Chief Economic Outlook WEF terbitan September 2024, hampir 40% ekonom memprediksi kemungkinan gagal bayar akan meningkat di negara berkembang tahun depan. Pusing, nggak tuh?

Isu Pemanasan Global: Status Terkini

Baku, Azerbaijan, dalam agenda COP29. World Meteorogical Organization (WMO) ngerilis laporan Red Alert (peringatan merah) soal isu pemanasan global. Buat urusan pemanasan global, tahun ini memang serba rekor.

Selama 10 tahun terakhir, 2015—2024, Bumi mengalami suhu paling hangat sepanjang catatan sejarah. Tahun 2024 angkanya sekitar 1,54°C di atas rata-rata suhu pra-industri, sementara ambang batas yang sudah ditetapkan internasional sebesar 2°C.

Oscar Del Pozo, July, 24/Getty Images

Sedikit info, suhu rata-rata permukaan Bumi pra-industri berada di kisaran 13,7°C. Periode pra-industri itu sekitar tahun 1850 sampai 1900, bukan semata-mata zaman revolusi industri pertama. Kenapa? Soalnya tahun-tahun 1850—1900 jadi periode paling awal pencatatan suhu udara permukaan Bumi.

Rekor kedua, jumlah emisi CO2 pada 2023 yang 406ppm, diprediksi naik jadi 416ppm di 2024. Itu termasuk gas rumah kaca dari energi fosil sebesar 374ppm, dan sisanya akibat deforestasi. Data menurut Global Carbon Budget, salah satu kontributor data WMO.

Ketiga, kandungan panas laut yang pada 2023 mencapai rekor tertinggi, tahun ini juga diprediksi naik lagi. Situasi ini jadi pemicu cairnya gletser di kutub lebih cepat, meningkatkan luas laut, juga naiknya permukaan air laut.

Jumlah gletser yang meleleh tahun ini setebal 1,2 meter, sekitar 5x volume air di Laut Mati. Tapi kabar agak baiknya, permukaan air laut justru turun daripada tahun lalu, meski masih berpotensi naik lagi.

Selain ulah manusia, perubahan-perubahan itu memang dipengaruhi, salah satunya oleh fenomena El Nino dan La Nina, yang pada 2023-2024, terjadi beriringan. El Nino bikin suhu Bumi naik dengan gelombang panas dan kekeringan, sementara La Nina menurunkannya dengan naiknya curah hujan.

Tapi pastinya, kedatangan duo El Nino-La Nina juga punya konsekuensi lain, yaitu yang dibilang manusia sebagai bencana alam.

Revolusi AI, Canggihnya Teknologi

WEF yang juga ngover ekonomi makro, bilang kalau teknologi makin cepat berubah. Sekarang kita udah masuk di “Intelligence Era” (era Cerdas), di mana semuanya serba pintar, dari gadget sampai keputusan bisnis. Tapi, para ekonom juga punya pertanyaan merespons era baru ini. Katanya, “Teknologi ini beneran bantu semua orang atau cuma bikin yang kaya makin kaya?”

Automasi adalah kunci. Di tahun 2024 ada lomba teknologi nggak resmi di bidang kecerdasan buatan. OpenAI masih jadi yang terdepan, diikuti Google dengan Gemini, dan Meta yang belakangan lagi nyoba nyuntikin Llama-nya di Whatsapp. Sementara Apple, masih terkesan belum mau ikut-ikutan, meski sudah mulai nunjukin geliatnya.

Adobe Stock.

Artificial Intelligence (AI) jadi arus utama, masuk ke sendi-sendi kehidupan netizen dengan kultur hustle-nya, menghasilkan dobrakan produktivitas yang nggak main-main. Mulai dari manipulasi konten algoritmik, kesenian estetik, dan naskah akademik, sampai semakin canggihnya dunia robotik. Cuma yang masih belum kelihatan adalah kontribusinya di ranah sosial-politik.

Menurut laporan Boston Consulting Group (BCG), dilansir dari IndiaTimes, 26% perusahaan di dunia sudah mengadopsi AI sebagai alat produktivitasnya. Di antaranya bergerak di sektor perbankan, perangkat lunak, dan fintech.

Beberapa negara sudah mengadopsi AI dalam motor penggerak pemerintahan. Menurut laporan Global AI Index dari Tortoise, Amerika Serikat tahun ini berada di puncak peringkat indeks AI global, jauh di atas Tiongkok yang ada di posisi kedua. Dua negara ini masih jadi “big players” dalam persaingan AI dunia, dengan gap yang signifikan dibanding negara-negara lain.

Singapura, meski lebih kecil, ada di posisi ketiga sebagai pusat AI yang paling dinamis di Asia setelah Tiongkok. Negara ini punya banyak ilmuwan AI per kapita dan terus memperkuat penelitian serta investasi di bidang ini. Inggris ada di posisi keempat, tapi Prancis mulai bersinar dengan pengembangan model bahasa besar (LLM) sumber terbuka dan investasi besar di AI.

Korea Selatan ada di posisi keenam, terkenal dengan penerapan AI di sektor-sektor industri utama. Israel dan Kanada juga masuk sepuluh besar, masing-masing unggul dalam pendanaan AI swasta dan strategi pemerintahan.

Nggak cuma negara-negara adidaya, AI juga mulai diterapkan di negara berkembang. Mereka pakai bantuan AI buat mendiversifikasi ekonomi. Contohnya, Meksiko mulai memanfaatkan otomatisasi berbasis AI di sektor manufaktur. Proses produksi jadi lebih efisien, membuka potensi pertumbuhan ekonomi baru, sekaligus mengurangi ketergantungan di sektor tradisional.

Negara di Afrika seperti Togo sudah pakai AI untuk meningkatkan layanan publik. Salah satunya di sistem transfer tunai berbasis AI, yang memastikan bantuan finansial benar-benar sampai ke orang-orang yang paling membutuhkan. Distribusi bantuan jadi lebih tepat sasaran dan efektif.

Tahun 2024 ini, AI terus berevolusi. Jumlah perusahaan AI baru yang didanai makin banyak, dan teknologi ini nggak cuma sekadar alat, tapi udah jadi bagian integral dalam bisnis, pendidikan, sampai hiburan. Kita semua tahu, AI punya potensi gede. Tapi, pertanyaannya, apakah dunia sudah siap adaptasi?

Virus Baru & Kesehatan Mental

Tahun 2024, beberapa penyakit menular yang sempat mereda muncul lagi dengan angka kasus yang nggak disangka-sangka. Fenomena ini masih ada kaitannya sama perubahan iklim, penurunan tingkat vaksinasi, dan munculnya varian baru patogen.

Dampak perubahan iklim meluas ke sektor kesehatan, karena patogen yang selama ini “tidur” di bawah es abadi akhirnya bangun lagi. Bahkan sekarang berisiko menular ke spesies baru karena perubahan penggunaan lahan dan interaksi antarspesies yang makin intens.

Airfinity, perusahaan data kesehatan berbasis di London, mengungkap bahwa suhu ekstrem tahun ini ikut memengaruhi lonjakan penyakit menular. Data dari 206 negara menunjukkan peningkatan penyebaran virus, bakteri, hingga parasit, terutama yang dibawa oleh nyamuk dan kutu. Suhu yang makin hangat juga bikin vektor penyakit ini betah hidup di wilayah baru.

Pandemi COVID-19 memang sudah mulai berlalu, tapi dampaknya pada tingkat imunisasi global masih terasa. Mutasi baru Mpox atau cacar monyet muncul di Kongo dan tersebar di sejumlah negara Afrika. Jenis Clade 1b yang lebih ganas ini bikin WHO menyatakan keadaan darurat kesehatan global kedua kalinya di Agustus 2024.

REUTERS/Arlette Bashizi

Belum cukup sampai situ, polio—yang sebenarnya sudah hampir punah—muncul lagi di Afghanistan dan Pakistan. Konflik militer di dua negara ini bikin program vaksinasi jadi kacau balau, membuka celah bagi polio untuk kembali menyerang, terutama pada anak-anak.

Di penghujung 2023, kasus demam berdarah mencatat rekor lebih dari 13 juta infeksi, dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Amerika Tengah dan Selatan jadi episentrum ledakan kasus ini, dengan angka kematian global mendekati 10.000 orang di 2024.

Awal tahun ini, flu burung H5N1 klade 2.3.4.4b juga jadi isu hangat. Strain yang sangat menular ini akhirnya mencapai sub-Antartika dan mencatat sejarah dengan membunuh penguin pertama kali pada Januari. Lebih menyeramkan lagi, para ilmuwan melaporkan bahwa virus ini hanya butuh satu mutasi lagi untuk bisa menular antar manusia. Tapi untungnya studi di Texas menunjukkan strain ini masih punya tingkat penularan yang rendah. Berdoa saja.

Satu lagi, yang belum sepenuhnya pulih, isu soal kesehatan mental. Federasi Kesehatan Mental Dunia menetapkan “Kesehatan Mental di Tempat Kerja” sebagai tema Hari Kesehatan Mental Sedunia 2024. Tema ini menyoroti penghapusan lingkungan kerja yang toxic. Seperti beban kerja berlebihan, jam kerja panjang, budaya organisasi buruk, sampai pelecehan. Soalnya itu semua bisa menurunkan produktivitas dan kualitas hidup karyawan.

Tahun ini juga, kesehatan mental di kalangan Gen Z banyak dibahas. Menurut IPSOS Health Service Report 2024, 55% wanita Gen Z menganggap kesehatan mental sebagai isu kesehatan terbesar, jauh di atas pria Gen Z yang hanya 37%.

Generasi Z Jadi Sorotan

Gen Z tahun ini memang lagi jaya-jayanya. Jumlah Gen Z melampaui generasi seniornya, Milenial, dengan proyeksi mencapai lebih dari 30% populasi global. Dominasi ini bikin mereka punya kekuatan buat mengatur ulang tren dan norma-norma di berbagai aspek kehidupan. Maklum, mereka adalah generasi pertama yang sepenuhnya tumbuh di era digital pasca-9/11. Kehidupan mereka dibentuk oleh smarthphone, media sosial, dan internet.

Salah satu tren besar yang dipopulerkan Gen Z adalah gaya hidup “DINK” (Double Income, No Kids). Menurut Census Bureau statistics, dari tahun ke tahun, pasangan muda yang pilih childfree naik sampai 22%. Studi Pew Research mengungkapkan kalau Gen Z lebih peduli soal stabilitas keuangan dibandingkan nikah dan punya anak. Dan ya, ini nggak sekadar gaya-gayaan. Pasangan DINK Gen Z ternyata punya penghasilan rata-rata 31% lebih tinggi dibanding yang punya anak.

Karena banyak uang, mereka lebih fokus mengumpulkan pengalaman. Lewat travelling, kulineran, sampai belanja barang-barang lucu kekinian. Buat Gen Z, hidup itu soal menikmati momen dulu, baru mikir soal settle down nanti.

Tapi, pilihan hidup ini nggak sepenuhnya bebas dari beban. Studi National Academy of Sciences nunjukin kalau lebih dari 60% Gen Z DINK menunda punya anak karena alasan ekonomi. Mulai dari utang pinjaman mahasiswa, harga rumah yang makin nggak masuk akal, inflasi, sampai ketidakstabilan keuangan bikin mereka mikir dua kali.

Di dunia kerja, Gen Z dikenal sebagai generasi yang nggak mau terjebak budaya hustle ala generasi sebelumnya. Menurut mereka work-life balance yang utama. Tren seputar dunia kerja kayak quiet quitting cepet viral di media sosial. Gen Z cenderung lebih menghargai tujuan kerja yang bermakna dibanding cuma gaji besar.

Unsplash.

Tapi, ini bukan berarti mereka malas. Tetep profesional, tapi punya batasan. Kalau pekerjaan atau tugas nggak sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka, mereka nggak ragu buat menolak. Gen Z percaya bahwa perusahaan harus punya tujuan sosial, mulai dari isu lingkungan, hak asasi manusia, sampai kesehatan mental.

Gen Z juga menyulap media sosial jadi mall virtual. Instagram, TikTok, nggak lagi jadi tempat buat berbagi momen, tapi juga toko ritel raksasa. Tren social commerce (belanja lewat media sosial) bikin merek-merek harus kreatif menggandeng influencer buat menjangkau generasi ini.

Oh iya, jangan lupa juga, humor, tren, sampai gerakan-gerakan yang cepet menyebar di media sosial juga kebanyakan karyanya para Gen Z. Makanya, sekarang apa-apa Gen Z akan selalu dicatut. Suara mereka mendominasi hampir semua sektor, bahkan perpolitikan sekalipun. Kayak pas Pemilu 2024 kemarin.