Jumlah warga kelas menengah Indonesia turun, menurut data rilisan Badan Pusat Statistik (BPS), Agustus 2024. Tren turun kelas ini tercatat sudah berlangsung sejak 2020. Dari semula berjumlah 57,33 orang, kini jadi 47,85 juta orang.
Menurut Penjabat Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, penurunan itu masih dampak dari pandemi COVID-19 yang belum seratus persen pulih.
Tapi kalau kata pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Teuku Riefky, COVID-19 sebenarnya cuma faktor pendukung. Banyaknya warga yang turun kelas sudah lama dia teliti, menurutnya itu sudah terjadi sejak 2010. Salah satu penyebabnya adalah penurunan performa industri manufaktur yang selama ini menyerap banyak tenaga kerja.
Dan kini, kita melihat performa industri pengolahan barang mentah justru semakin merosot. Terbukti dengan PHK massal sepanjang Januari–Mei 2024 yang sudah menyasar 69.472 pekerja. (Data https://satudata.kemnaker.go.id/data/kumpulan-data/1858)
Melihat fakta bahwa kelas menengah banyak yang turun kelas, berarti jumlah warga kelas bawah tambah banyak. Kondisi itu menunjukkan bahwa kelas ekonomi setiap orang bisa terus berubah.
Kamu tentu tahu kalau jumlah penduduk Indonesia terbesar ke-4 di dunia. Ekonomi Indonesia juga naik turun, sehingga masyarakatnya nggak selalu berada di kelas ekonomi yang sama. Memangnya bagaimana sih, mengetahui kamu ada di kelas ekonomi yang mana? Nah, begini klasifikasinya.
Pembagian Kelas Ekonomi di Indonesia
Sebelum menginjak klasifikasi kelas ekonomi di Indonesia, kamu perlu tahu kalau ada yang namanya garis kemiskinan. Masih berdasarkan data rilisan BPS (Maret 2024), garis kemiskinan di Indonesia adalah sebesar Rp582.932,-. Jadi, kalau pengeluaranmu per bulan cuma Rp582.932,-, berarti pas disebut penduduk miskin.
Sementara itu, Bank Dunia merumuskan pembagian kelas ekonomi masyarakat jadi lima. Kalau diterapkan di Indonesia, maka pembagiannya jadi begini.
1. Kelas Atas
Ini kelompok elit, punya pendapatan jauh lebih tinggi dibandingkan mayoritas penduduk. Jumlahnya sangat sedikit, tapi mereka punya kekayaan yang signifikan, baik dalam bentuk properti, investasi, maupun bisnis besar. Saking signifikannya sampai berpengaruh besar, nggak cuma di ekonomi, tapi juga politik dan kebijakan.
Kamu sudah termasuk warga kelas atas kalau punya pengeluaran di atas 17 kali dari angka garis kemiskinan, atau sekitar Rp9,9 juta per bulan. Dan kamu jadi salah satu dari 1,07 juta orang yang termasuk golongan elit. Dengan pendapatan sebesar itu, mereka punya akses nggak terbatas pada layanan kesehatan dan pendidikan.
2. Kelas Menengah
Kelas menengah pendapatannya cukup stabil, sehingga bisa menikmati gaya hidup lebih nyaman. Mereka mampu mengakses pendidikan tinggi, layanan kesehatan berkualitas, dan punya aset, seperti rumah atau kendaraan.
Golongan kelas menengah sering bekerja di sektor formal, seperti manajerial, profesional, atau pengusaha kecil dan menengah. Pengeluarannya minimal 3,5–17 kali Rp582.932,-, atau setara dengan Rp2,04–Rp9,9 juta.
Kelas ini jadi tulang punggung ekonomi nasional, karena konsumsi domestik mereka tinggi. Jadi ketika banyak dari mereka yang turun kelas, tandanya ekonomi nasional lagi nggak oke.
3. Kelas Menuju Menengah
Nah, sekitar 9,48 juta orang yang turun dari kelas menengah, sekarang mereka ada di kelas ini. Golongan menuju menengah dikatakan bisa memenuhi kebutuhan dasar dan sekunder sebagian, tetapi belum sepenuhnya aman.
Biasanya mereka bekerja formal atau punya bisnis kecil yang berkembang, meski belum punya tabungan atau aset yang signifikan. Mereka bisa mengakses pendidikan yang lebih baik dan mampu meningkatkan taraf hidup. Tapi masih rentan kalau ada gonjang-ganjing ekonomi.
Apakah kamu termasuk kelompok kelas menuju menengah? Iya, kalau pengeluaran bulananmu antara 1,5–3,5 garis kemiskinan, sekitar Rp874 ribu — Rp2,04 juta.
4. Kelompok Rentan
Nggak miskin banget, tapi masih cenderung kekurangan. Kriteria kelompok rentan adalah yang pendapatan bulanannya 1–1,5 kali garis kemiskinan, antara Rp582.932–Rp874.398,-. Angka itu sedikit di atas garis kemiskinan. Jadi, perubahan sedikit saja, seperti inflasi atau harga sembako naik, sudah bisa bikin mereka turun kelas lagi.
Kelompok ini biasanya bekerja di sektor informal dengan pendapatan nggak tentu, seperti pedagang kaki lima, buruh kasar, atau petani kecil. Mereka disebut “rentan” karena finansialnya belum stabil dan mudah terdampak perubahan ekonomi atau sosial.
5. Penduduk Miskin
Penduduk miskin berarti pengeluarannya kurang dari Rp582.932,-. Pendapatannya sangat rendah, sehingga cuma mampu memenuhi kebutuhan pokok, seperti makanan dan tempat tinggal. Sedangkan untuk pendidikan, kesehatan, atau layanan dasar lain masih sangat terbatas. Jadi kalau ada krisis ekonomi, bencana alam, atau kenaikan harga sembako, merekalah yang lebih dulu terdampak.