Familiar dengan ayat ini?
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Menurut laman Tafsirweb, ayat di atas artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Ayat tersebut sering banget dikutip di Bulan Ramadan, terutama di ceramah-ceramah keagamaan. Tapi yang bikin penasaran, yang disebut “orang-orang sebelum kamu” itu siapa, ya? Memangnya sejak kapan manusia mulai punya kebiasaan berpuasa? Apa ada sejarahnya?
Kalau menurut tradisi Islam, orang yang pertama kali puasa namanya Adam Alaihissalam. Manusia sekaligus nabi pertama ini biasa puasa tiga hari setiap bulan, tanggal 13-14-15, yang kemudian jadi amalan sunnah Ayyamul Bidh. Kebiasaan puasa dilakukan Nabi Adam setelah diturunkan ke Bumi, buat menunjukkan rasa syukur atas tobatnya yang diterima Allah SWT.
Asal Usul Puasa Menurut Logika Rasional
Mengutip artikel Doktor Rich LaFountain, penulis sains lulusan Universitas Ohio. Hampir semua makhluk hidup punya sebuah kemampuan yang namanya puasa. Banyak hewan secara alami menjalani periode nggak makan apa-apa, termasuk reptil, penguin, beruang, dan anjing laut.
Mereka bisa bertahan tanpa makanan selama berbulan-bulan. Hasil perkembangan fisik mereka selama bertahun-tahun evolusi, sehingga bisa tahan meski nggak makan. Contohnya, beruang pas hibernasi detak jantungnya bisa turun sampai sekitar 80%, metabolismenya juga bisa melambat sampai 67% dibandingkan dalam kondisi normal. Kemampuan itu memungkinkan mereka kuat bertahan, kalau musim dinginnya lagi buruk dan nggak bisa nemu makanan.
Di cuaca dingin yang sama, penguin kaisar betina di Antartika bisa puasa selama lebih dari 100 hari. Setelah bertelur dan waktunya mengerami, mereka mengandalkan cadangan lemak tubuh jadi sumber energi.
Menurut berbagai studi ilmiah, metode puasa seperti alternate-day fasting (sehari puasa sehari nggak puasa) dan time-restricted feeding (pembatasan waktu makan) bisa memperpanjang usia. Juga meningkatkan kesehatan metabolisme pada berbagai makhluk hidup, kayak ragi, cacing, tikus, dan pastinya manusia.
Berdasarkan temuan alami di atas, jadi puasa itu sebenarnya adalah mekanisme bertahan hidup.
Puasa Manusia
Sama dengan hewan, puasa juga sudah jadi bagian dari kelangsungan hidup manusia. Sebelum revolusi pertanian sekitar 10.000 SM, manusia nggak selalu punya makanan. Selain sumbernya terbatas, usaha buat cari makanan pun jauh lebih menantang dan berbahaya. Makanya, manusia purba harus bisa adaptasi dengan periode panjang tanpa makan. Jadinya mereka mau nggak mau harus puasa, meski nggak ada niat khusus waktu melakukannya.
Pada masa berburu-menimbun, makanan sering langka, sehingga masyarakat terpaksa puasa selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Tapi justru itu yang bikin manusia zaman dulu punya efisiensi metabolisme dan ketahanan tubuh yang lebih baik dari sekarang.
Salah satu temuan paling penting dalam ilmu biologi adalah konsep autophagy. Itu proses alami di mana sel-sel tubuh mendaur ulang dan bersih-bersih bagian yang rusak. Yoshinori Ohsumi, ilmuwan Jepang peraih Nobel Kedokteran 2016, nemu bukti kalau puasa bisa mengaktifkan autophagy, yang bantu cegah penyakit degeneratif, kayak Alzheimer dan kanker.
Studi terbitan New England Journal of Medicine (2019) menunjukkan bahwa percobaan pada tikus yang pola makannya terbatas, umurnya bisa 30% lebih panjang dibandingkan yang makannya bebas. Buat manusia, puasa terbukti meningkatkan sensitivitas insulin, menstabilkan kadar gula darah, dan meningkatkan produksi hormon pertumbuhan buat regenerasi sel.
Dari perspektif evolusi, tubuh manusia sudah lama adaptasi dengan kondisi lapar alami. Hipotesis Gen Hemat (Thrifty Gene Hypothesis) menyebutkan, manusia berevolusi sehingga bisa menyimpan energi pas lagi banyak makanan, buat persiapan kalau sewaktu-waktu langka. Tapi masa kini makanan berlimpah sepanjang waktu, bahkan dibang-buang. Ini malah berkontribusi ke munculnya risiko kesehatan, kayak obesitas dan gangguan metabolisme.
Puasa Menurut Logika Mistika
Selain jadi cara alami buat merespons langkanya sumber makanan, puasa juga sudah jadi bagian dari praktik budaya dan keagamaan selama ribuan tahun. Hampir semua agama besar di dunia punya ritual puasa yang tujuannya buat mendukung perkembangan spiritual umatnya.
Praktik puasa dalam tradisi agama kira-kira pertama kali muncul dalam ajaran Veda, Hindu, dan Jainisme, sekitar tahun 1.500 SM. Puasa dilakukan sebagai cara buat menyucikan tubuh dan pikiran, sekaligus penebusan dosa.
Sebagian besar penganut Jainisme, agama kuno di India, puasa pada hari-hari istimewa seperti ulang tahun, peringatan, atau festival agama. Bahkan mereka punya tradisi puasa ekstrem, yaitu Sallekhanā atau Santhara, yaitu mengurangi makan minum secara bertahap sampai meninggal dunia. (Jurnal Nutrients edisi 19 Februari 2022)
Siddhartha Gautama, pendiri agama Buddha, juga puasa pas bertapa mencari pencerahan. Konon, beliau pernah puasa ekstrem, cuma makan sebutir nasi per hari. Setelah sadar bahwa praktik itu nggak meningkatkan spiritualitas malah bikin capek fisik, akhirnya beliau lebih menekankan meditasi dan menjaga pola makan yang penuh kesadaran. Sementara pengikut Buddha masa kini biasanya puasa nggak makan setelah tengah hari, atau beberapa tradisi puasa beberapa hari dalam setahun, kayak di Jepang, Korea, dan China.
Di agama Hindu ada tradisi puasa yang disebut vrata. Ini dilakukan pada hari-hari tertentu, kayak Ekadashi, Navratri, dan Maha Shivaratri. Tujuannya buat membersihkan tubuh dan pikiran, serta jadi wujud pengabdian kepada para dewa.
Di peradaban lama lainnya, misalnya Yunani Kuno, filsuf seperti Pythagoras dan Hippokrates mengajarkan puasa dengan tujuan meningkatkan kejernihan mental. Murid-murid Pythagoras bahkan wajib puasa sebelum masuk sekolah, biar mereka punya disiplin mental waktu belajar. Sementara itu, Hippokrates yang bapak kedokteran modern itu menganjurkan pasiennya puasa biar proses detoksifikasi dan penyembuhannya lebih lancar.
Puasa dalam Tradisi Samawi
Yudaisme punya enam hari puasa dalam setahun, dengan Yom Kippur sebagai yang paling penting. Ini diperintahkan dalam Taurat untuk penyucian jiwa, bukan sebagai bentuk berkabung. Puasa Yom Kippur dilakukan sehari penuh dengan tambahan larangan selain makan minum.
Selain itu, ada empat puasa untuk memperingati hari kehancuran Bait Suci, yaitu Tisha B’Av, Seventeen of Tammuz, Puasa Gedaliah, dan Puasa Sepuluh Tevet. Puasa lain adalah Puasa Ester dan Ta’anit Bechorot bagi anak sulung.
Di agama Kristen, puasa merupakan ekspresi rendah hati seorang hamba di hadapan Tuhan. Alkitab mencatat puasa dilakukan untuk berbagai tujuan, termasuk memohon ampun, penyembuhan, persiapan menghadapi tugas berat, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Yesus sendiri berpuasa 40 hari di padang gurun sebelum memulai misinya. Ia nggak mewajibkan puasa ke murid-muridnya, tapi lebih ke niat yang tulus kalau mau mempraktikkannya. Tradisi ini kemudian diikuti kalangan Gereja, sebagai salah satu wujud persiapan spiritual dan penantian Kristus.
Sedangkan di agama Islam, puasa jadi amalan wajib dan sunah. Puasa wajib di bulan Ramadan merupakan salah satu dari lima rukun Islam, berlangsung dari fajar hingga matahari terbenam selama sebulan. Muslim yang sehat diwajibkan berpuasa, sementara orang tua, sakit, atau dalam perjalanan diberikan keringanan. Puasa ini bertujuan meningkatkan ketakwaan, pengendalian diri, dan empati terhadap kaum miskin.
Selain Ramadan, ada puasa sunah seperti Senin-Kamis, pertengahan bulan hijriah, dan hari-hari penting lainnya. Ada pula aturan puasa diharamkan di hari-hari tertentu, seperti saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, hari Tasryik (hari ke-1, 2, dan 3 setelah Idul Adha), serta hari ketika wanita mengalami haid (khusus wanita).
Jadi, Siapa yang Dimaksud “Orang-orang Sebelum Kamu?”
Sampai sini, sudah jelas ya, siapa “Orang-orang sebelum kamu” yang dimaksud di ayat tadi?
Kalau lihat sejarahnya, jelas banget bahwa puasa bukanlah hal baru. Sejak manusia purba yang harus tahan lapar demi bertahan hidup. Filsuf Yunani yang puasa biar pikirannya makin tajam. Sampai para nabi dan pemuka agama yang menjadikan puasa sebagai jalan spiritual. Ya, puasa udah jadi bagian dari perjalanan panjang umat manusia, bahkan termasuk dunia hewan.
Dari sisi biologis, puasa adalah mekanisme alami buat tubuh biar tetap prima. Dari sisi mistika, puasa jadi ajang latihan buat mengendalikan diri mendekat ke Yang Maha Kuasa. Berarti, ayat tadi nggak cuma ngomongin umat terdahulu dari satu kepercayaan saja, tapi secara umum. Wabil khusus manusia terdahulu yang duluan paham kalau menahan diri itu adalah kunci bertahan hidup, baik secara fisik maupun spiritual.
Praktik puasa masih mengakar di berbagai budaya, dan terus diteliti karena manfaat kesehatannya. Memang, masyarakat kuno berpuasa karena terpaksa buat bertahan hidup. Tapi penelitian modern membuktikan kalau puasa berpengaruh positif buat meningkatkan kesehatan metabolik, memanjangkan umur, dan memperbaiki mental.