Kayaknya cukup sering ya kita denger kampanye daur ulang atau recycle plastik buat solusi krisis sampah. Tapi ada fakta menyedihkan yang perlu kamu tahu: plastik itu sebenarnya sulit (banget) didaur ulang.
Menurut data dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), sejak 2022, produksi plastik global sudah menyentuh angka lebih dari 400 juta metrik ton per tahun. Tapi dari segitu banyak, cuma sekitar 9% yang benar-benar berhasil didaur ulang. Sisanya menumpuk di TPA, dibakar dan mencemari udara, atau hanyut ke laut.
PBB mencatat ada 13 juta ton plastik masuk ke laut setiap tahunnya—setara satu truk sampah tiap menit. Bukan cuma merusak pemandangan, tapi juga mengancam nyawa lebih dari 800 spesies laut.
Penyu, burung laut, ikan, sampai lumba-lumba bisa mati karena makan atau terjerat sampah plastik. Penelitian bahkan menunjukkan 60% spesies burung laut pernah menelan plastik.
Plastik juga berbahaya buat makhluk kecil kayak karang. Kalau karang bersentuhan sama plastik, peluang tertular penyakit naik jadi 89%, dibandingkan hanya 4% pada karang yang bersih.
Kalau dibiarkan, ilmuwan memperkirakan berat plastik di lautan bisa lebih besar dari total berat semua ikan di laut pada tahun 2050. Ngeri.
Masalah utamanya bukan cuma soal minim fasilitas atau hobi orang buang sampah sembarangan, tapi juga karena karakter plastik itu sendiri. Nggak semua plastik bisa diproses ulang. Ada yang strukturnya berubah setelah pemakaian pertama, ada yang butuh teknologi mahal dan proses ribet buat diolah lagi.
Investigasi dari NPR dan PBS mengungkap bahwa perusahaan minyak dan gas sebagai produsen utama bahan baku plastik, sebenarnya paham betul kalau daur ulang plastik nggak akan berhasil dalam skala besar. Soalnya biayanya mahal dan nggak menguntungkan.
Jadi mereka pilih memproduksi plastik baru yang murah dan cepat, daripada mengolah kembali plastik bekas. Tapi biar bisa lancar jual plastik baru, industri perlu membersihkan citra pemborosan dengan bikin kampanye daur ulang.

“Jika masyarakat berpikir bahwa daur ulang berhasil, maka mereka tidak akan terlalu peduli dengan lingkungan. Jadi sejumlah besar sumber daya dialihkan ke “sustainability theatre” yang rumit,” kata Larry Thomas, mantan presiden salah satu kelompok dagang industri plastik, dalam wawancaranya dengan NPR.
Laporan dari fasilitas pemulihan material (MRF) di AS juga mengungkap beberapa alasan utama kenapa daur ulang plastik terus gagal:
1. Banyak Jenis Plastik, Daur Ulang Nggak Bisa Campur
Kalau kamu mengira simbol segitiga panah yang saling nyambung di kemasan plastik itu artinya simbol daur ulang, keliru.
Simbol itu sebenarnya adalah kode resin, yang menunjukkan jenis plastik yang dipakai. Ada tujuh kategori, dari #1 sampai #7. Tapi cuma beberapa aja yang beneran bisa didaur ulang.

Dari tujuh jenis plastik, yang paling mungkin bisa didaur ulang adalah nomor #1 Polyethylene terephthalate (PET) dan High-density Polyethylene (HDPE) nomor #2. Kayak plastik botol air mineral dan botol susu.
Fasilitas daur ulang biasanya punya mesin khusus buat jenis ini. Plastik nomor 5 (misalnya botol obat atau wadah makanan tertentu) juga mungkin bisa didaur ulang tergantung daerahnya.
Jenis plastik yang berbeda nggak bisa dicampur buat daur ulang. Tapi kalau harus memilah satu per satu plastik berdasarkan jenisnya bikin capek pihak logistik. Apalagi kalau plastiknya udah kotor atau tercampur bahan lain.
Plastik nomor 3, 4, 6, dan 7 biasanya malah dibuang lagi meskipun sudah masuk ke tempat daur ulang. Soalnya bisa nyumbat mesin dan bikin proses daur ulang makin lama. Jenis ini termasuk kantong plastic belanja dan bubble wrap.
Kata Darby Hoover dari Natural Resources Defense Council, tiap plastik punya campuran zat aditif berbeda, entah itu buat bikin kaku, lentur, atau transparan. Semua zat tambahan itu bikin titik leleh plastik jadi beda-beda, yang otomatis bikin proses daur ulangnya jadi rumit dan nggak efisien.
2. Proses Daur Ulang Berbahaya
Daur ulang plastik ternyata juga menghasilkan limbah tambahan, seperti mikroplastik. Menurut studi di jurnal Enviromental Pollution, proses pencacahan bisa menghasilkan hinggal 10 juta partikel mikroplastik per ton plastik.
Selain itu, prosesnya beracun buat para pekerja dan bisa membahayakan lingkungan sekitar. Bahkan ada risiko kebakaran dari fasilitas daur ulang yang nggak aman.
3. Plastik Daur Ulang Mengandung Racun
Plastik bekas bisa menyerap zat beracun selama masa pakainya, atau selama menunggu untuk didaur ulang. Ini bikin plastik daur ulang nggak aman untuk dipakai lagi, apalagi buat kemasan makanan. Plastik juga cepet rusak setelah satu atau dua kali daur ulang.
4. Plastik Baru Lebih Murah
Dari sisi ekonomi, daur ulang plastik itu nggak menarik. Bikin plastik baru jauh lebih murah dan hasilnya pun lebih berkualitas. Akhirnya, perusahaan lebih memilih produksi baru daripada investasi di daur ulang.
Laporan analisa pasar oleh S&P Global, permintaan terhadap plastik daur ulang mentah sekarang ini juga mengalami pelambatan. Salah satu sebabnya karena biaya transportasi bisnis daur ulang di Asia tinggi. Ditambah lagi, perlambatan industri konstruksi yang biasanya pakai bahan bangunan berbahan dasar plastik.
Larangan pemakaian kantong plastik di beberapa negara Asia dan Afrika juga ikut mempersempit pasokan bahan baku plastik daur ulang, yang malah bikin harga plastik daur ulang jadi makin mahal.
Di sisi lain, harga plastik baru yang dibuat dari bahan bakar fosil kayak minyak dan gas cenderung lebih murah karena disubsidi.
Menurut Sander Defruyt dari Ellen MacArthur Foundation, plastik daur ulang baru bisa bersaing kalau subsidi bahan bakar fosil ini dicabut. Artinya, selama plastik baru masih murah, industri ogah beralih ke bahan daur ulang yang lebih mahal.
Seperti yang ditulis Jan Dell (pendiri Last Beach Cleanup) dan Judith Enck (presiden Beyond Plastics) dalam opini mereka di The Atlantic: “Masalahnya bukan terletak pada konsep atau proses daur ulang, tetapi pada bahan plastik itu sendiri — daur ulang plastiklah yang tidak berhasil.”
Lisa Ramsden, Juru Kampanye Plastik Senior Greenpeace AS juga sepakat kalau “Daur ulang bukanlah masalahnya, plastiklah masalahnya. Karena plastik baru yang baru seringkali lebih murah daripada bahan daur ulang, daur ulang plastik tidaklah ekonomis.”
Jadi Solusinya Gimana?
Selama bertahun-tahun, perusahaan besar kayak Coca-Cola, PepsiCo, Nestlé, dan Unilever bekerja sama dengan industri daur ulang untuk mempromosikan daur ulang plastik sebagai solusi utama mengatasi limbah.
Tapi menurut Greenpeace, solusi sejatinya adalah beralih ke sistem penggunaan ulang (reuse) dan isi ulang (refill).
Gerakan melawan plastik sekali pakai pun makin kuat. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat mulai mengusulkan aturan pelarangan plastik sekali pakai, dan menerapkan sistem “tagihan botol” alias ngasih insentif pada warga yang mengembalikan botol plastik bekas.
Di beberapa wilayah Indonesia juga sudah ada program bayar pakai botol plastik. Biar orang nggak buang sampah plastik sembarangan dan pemilahannya lebih gampang.

Survei global tahun 2022 yang dilakukan WWF dan Plastic Free Foundation menunjukkan bahwa hampir 80% responden dari 34 negara mendukung pelarangan plastik yang sulit didaur ulang. Mereka mendorong adanya aturan global untuk melarang jenis plastik sekali pakai, mikroplastik, sampai peralatan memancing yang berbahaya bagi ekosistem.
Uni Eropa sudah melarang 10 produk plastik sekali pakai dan menargetkan semua plastik bisa dipakai ulang atau didaur ulang pada 2030. Lebih dari 30 negara Afrika bahkan sudah duluan melarang penggunaan kantong plastik ringan.
Beberapa negara mulai menerapkan aturan Extended Producer Responsibility (EPR), yang mewajibkan produsen ikut bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampah dari produk mereka sendiri. Ada yang mengharuskan perusahaan menyumbang dana ke pusat daur ulang, ada juga yang meminta mereka mendesain ulang produk agar lebih mudah diolah kembali.
Beberapa inisiatif alternatif pun mulai muncul, ada beberapa startup yang mencuci dan mengisi ulang botol lewat vending machine. Coca-Cola kabarnya menargetkan 25% botol kaca dan plastiknya bakal diisi ulang atau dipakai lagi di tahun 2030.
Tapi biar usaha mereka semua berhasil dan sampah plastik nggak makin menumpuk, sebaiknya mulai sekarang kamu perlu ambil langkah reduce atau kurangi pakai plastik.
Mulai dari yang simple simple aja. Bawa botol minum sendiri, pakai tas belanja kain, atau milih produk dengan kemasan minimalis dan ramah lingkungan. Mulai aja dulu..

