Di demokrasi, pemakzulan, atau impeachment adalah drama yang paling seru. Soalnya bukan cuma urusan politik, tapi juga jadi tontonan publik. Bahkan seringkali lebih seru daripada serial Netflix favoritmu. Kalau ada pemimpin negara yang dituntut turun dari lewat jalur hukum, bisa dipastikan akan bikin goyah satu negara, beserta tetangga dan kerabat bilateralnya.
Sepanjang sejarah sudah banyak kejadian pemakzulan pemimpin negara. Indonesia juga pernah, bahkan ada kemungkinan terjadi lagi, kalau para elit politik sini pada mau kompromi. Dan meskipun yang dimakzulkan bukan pemimpin tertinggi, pasti masih ada drama rebutan gono-gini yang bakal seru dinikmati.
Dari Jakarta sampai Caracas, Seoul sampai Washington, pemakzulan bisa jadi alat koreksi demokrasi. Tapi kadang sebaliknya, justru jadi senjata buat menggulingkan lawan politik.
Amerika, Langganan Pemakzulan
Kalau bicara soal pemakzulan, Amerika Serikat memang pelopornya. Negara yang konon katanya paling demokratis ini sudah tiga kali memakzulkan presidennya. Tapi anehnya, belum pernah ada yang benar-benar lengser karena proses ini. Mirip villain di film action yang pas di momen-momen akhir kayak mau menang, eh, ternyata gagal.
Impeachment AS pertama terjadi tahun 1968, ‘pelanggannya’ bernama Andrew Johnson, presiden yang naik jabatan gara-gara Abraham Lincoln ditembak 3 tahun sebelumnya. Johnson bikin Kongres geram karena mecat Menteri Perang Edwin Stanton tanpa persetujuan Senat.
Tapi nyatanya, Andrew Johnson yang dimakzulkan parlemen, ternyata nggak jadi diturunkan lewat sidang Senat, soalnya hasil voting minimal 2/3 nggak kesampaian.
Berikutnya ada nama Richard Nixon yang baru kena ancaman pemakzulan sudah mundur duluan. Dia terseret dalam skandal politik paling gede di AS, Watergate tahun 1974. Skandal itu berupa kecurangan semasa kampanye Pemilu 1972 yang akhirnya bikin dia menang. Setelah keterlibatannya ketahuan, Nixon melengserkan diri dari jabatannya, jadi satu-satunya presiden AS yang pernah melakukannya.
Seabad kemudian, giliran Bill Clinton yang jadi sasaran. Ada skandal pribadi yang bikin dia mau dimakzulkan tahun 1998 Presiden ke-42 ini dituduh bersumpah palsu dan nggak transparan soal hubungannya dengan Monica Lewinsky, plus gugatan pelecehan seksual Paula Jones. Clinton dimakzulkan DPR, tapi Senat berkata lain, sehingga dia tetap jadi presiden sampai masa jabatan selesai.
Amerika Serikat jadi pemegang rekor yang paling sering memakzulkan presidennya, selain juga karena sistemnya unik dan terdokumentasi dengan baik. Tapi lebih dari itu, salah satu presidennya juga megang rekor tersendiri, sebagai presiden yang pernah dimakzulkan dua kali.
Presiden yang pemegang rekor itu namanya Donald Trump. Tahun 2019 dia menyalahgunakan kekuasan dengan menekan pemerintah Ukraina buat menyelidiki Joe Biden. Lalu 6 Januari 2021 dia memprovokasi pendukungnya biar bikin ricuh di Gedung Capitol, buat gangguin pengumuman resmi pemenang Pemilu. Tapi, dua tuduhan dan dua impeachment itu nggak bikin jabatannya dicopot.
Gelombang Pemakzulan di Amerika Latin
Di Amerika Latin, pemakzulan yang sudah kayak jadi ritual. Dari Venezuela, Paraguay, Ekuador, Guatemala, sampai yang paling baru di negaranya Neymar.
Tahun 1993, presiden Venezuela waktu itu Carlos Andrés Pérez jadi korban pertama. Dia dituduh korupsi, dana publik yang harusnya milik rakyat nyasar ke rekening pribadi. Awalnya dia kena tahanan rumah, tapi kemudian bisa kabur ke luar negeri.
Nasib hampir sama menimpa Abdalá Bucaram alias “El Loco” (bukan Gonzales). Kepala pemerintahan Ekuador juga makzul karena korupsi tahun 1997. Tapi juga karena satu alasan yang kedengarannya konyol, yaitu dianggap nggak waras oleh Kongres. Tapi, si El Loco ini nggak dihukum atas korupsinya, malah kabur ke Panama.
Lanjut ke Guatemala, Presiden Otto Pérez Molina mundur duluan, sehari sebelum DPR melengserkannya pada 2015 atas tuduhan skema suap massal lewat sistem bea cukai. Ini lebih ke kepalang tanggung, sih. Soalnya yang protes bukan cuma DPR lewat sidang paripurna, tapi juga demo besar-besaran dari rakyat sendiri. Setelah mundur, Perez Molina ditangkap dan ditahan, disidang, lalu dihukum 16 tahun penjara.
Kalau pemakzulan yang sebelumnya akibat pemimpin nggak amanah, yang berikut ini lebih mencerminkan drama politik beneran.
Kejadian pertama di Paraguay, menimpa Fernando Lugo, mantan uskup yang jadi presiden. Tahun 2012 dia ‘cuma’ gara-gara salah menangani konflik tanah yang bikin 17 orang tewas. Alasan ini sebenarnya agak kureng, apalagi dengan proses kilat dalam hitungan hari. Makanya, impeachment Bapa Fernando menuai banyak kritik, bahkan dianggap sebagai kedok kudeta.
Sementara itu, yang hampir sama juga menimpa Dilma Rousseff di Brasil tahun 2016. Dia dituduh “menghias” laporan keuangan negara buat nutupin defisit. Bukan korupsi pribadi tapi manipulasi akuntansi, kayak yang dilakukan banyak pejabat di mana-mana.
Tapi karena lawan politiknya lebih gesit dan punya suara, Rousseff ditendang keluar lewat pemungutan suara di Senat. Banyak yang bilang proses itu sebagai “kudeta berwajah legal”, pakai alat hukum buat kepentingan politik.
Asia, Termasuk Indonesia
Pindah ke benua asal kita, Asia juga nggak luput dari fenomena pemakzulan. KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur, jadi Presiden Indonesia pertama yang dimakzulkan. Tokoh ini dituduh nggak kompeten dan terlibat skandal Buloggate dan Bruneigate. Meskipun tuduhan korupsinya nggak pernah terbukti secara hukum sampai sekarang.
MPR memakzulkan Gus Dur 23 Juli 2001, dan ia mengundurkan diri biar nggak terjadi konflik lebih lanjut. Soalnya, presiden ke-4 Indonesia ini amat dicintai sama rakyatnya. Banyak pihak menganggap pemakzulan Gus Dur sebagai manuver politik lawan-lawannya di parlemen.
Terbang ke negeri para idol, Korea Selatan. Negara ini pernah mencatat dua kasus pemakzulan yang dramatis. Pertama, Park Geun-hye, putri mantan diktator Park Chung-hee, dimakzulkan pada 2016-2017. Sebabnya, ada skandal sahabatnya, Choi Soon-sil yang ikut campur berlebihan dalam urusan negara. Protes rakyat besar-besaran di Seoul selama berbulan-bulan memaksa parlemen bertindak. Park akhirnya dihukum penjara 24 tahun lamanya.
Kasus kedua dan terbaru adalah Yoon Suk-yeol yang makzul pada 2024-2025. Presiden Kosel satu ini dituduh menghasut pemberontakan lewat kebijakan darurat militer Desember 2024. Mahkamah Konstitusi Korsel kemudian menetapkan dia lengser secara resmi pada April 2025. Korsel sekarang sudah punya presiden baru, namanya Lee Jae-myung.
Daftar Makzul Lainnya
Negara-negara Eropa politiknya relatif stabil, meski ya ada saja kasus pemakzulan. Di antaranya Lithuania, Presiden Rolandas Paksas dimakzulkan tahun 2004 karena ngasih status kewarganegaraan ke pendonor kampanye Rusia. Perbuatan itu dianggap melanggar konstitusi, apalagi terjadi barengan sama masuknya Lituania ke NATO, menambah dimensi geopolitik pada kasus tersebut.
Di negara yang nggak jelas ikut benua mana, dan keberadaannya banyak yang nggak mengakui, Israel, juga pernah terjadi impeachment. Presiden mereka Moshe Katsav kena pemakzulan tahun 2007 akibat tuduhan pemerkosaan dan pelanggaran seksual. Meskipun undur diri duluan sebelum proses selesai, dia akhirnya dihukum tujuh tahun penjara pada 2010.
Dari 13 orang kepala pemerintahan yang dimakzulkan ini, masih ada kemungkinan nambah satu lagi. Baru-baru ini, ada seorang ‘pemimpin’ yang dituntut turun jabatan sama forum pensiunan tentara. Di mana, salah satu anggota forum itu adalah mantan wakil presiden juga. Alasan utama mereka adalah dugaan pelanggaran prosedural dalam pencalonan si ‘pemimpin’ tertuntut ini yang dianggap melanggar etika dan konstitusi.
Belakangan, para purnawirawan juga sudah kirim surat ke perwakilan mereka di parlemen. Isinya mendesak agar segera dilakukan sidang paripurna buat menentukan pemakzulan. Wah wah wah, kalau memang benar bakal dilakukan dan hasil akhirnya sesuai harapan barisan para mantan tentara, berarti Hipmin perlu update tulisan ini nantinya.

