in

Kisah-Kisah Kelam Dunia Musik, Dari Skandal Sampai Kontroversi

Ilustrasi: rahasia, sshh, sstt

Robin Dunbar, psikolog dari Inggris menulis buku berjudul Grooming, Gossip, and the Evolution of Language. Di situ, ia bilang kalau gosip jadi salah satu mekanisme terpenting buat mengikat kelompok sosial. Kata lainnya, manusia sebagai makhluk sosial memang butuh bergosip. Kalau ada orang yang nolak atau menghindarinya, ada risiko dia bisa dikucilkan di pergaulan.

Jurnal Social Neuroscience tahun 2015 menerbitkan studi tentang hasil pengamatan pada pencitraan otak pria-wanita waktu mendengar gosip positif dan negatif tentang, salah satunya selebriti.

Dari situ, terbukti peserta eksperimen bohong kalau mereka bilang bahwa gosip negatif tentang selebriti itu nggak menghibur. Itu ketahuan karena pencitraan otak menampilkan nukleus kaudatus jadi sangat aktif waktu peserta mendengar cerita soal aktor yang berbuat nakal. Nukleus kaudatus ini bagian otak yang terlibat dalam pengalaman senang-senang.

Jadi, Robin Dunbar mungkin benar. Manusia memang suka gosip, dan kehidupan para bintang hampir pasti selalu jadi topik menarik. Musik dan segala hingar-bingarnya, nggak cuma menghasilkan lagu dan aksi panggung yang bisa dinikmati, tapi juga kisah-kisah dramatis.

Bukan sekadar gosip, tapi masalah internal yang ujungnya jadi skandal, karena tuntutan publik yang penasaran. Bahkan ada pula yang bau-bau kriminal. Skandal dan kontroversi bisa bikin narasi, yang nggak jarang lebih menarik daripada karya musisinya sendiri. Kayak beberapa cerita yang sudah dirangkum Hipmin berikut ini.

1. Tewasnya Tupac Shakur & Notorious B.I.G.

Notorious B.I.G. & Tupac Shakur (dok: Rolling Stone)

Dua orang rapper ngetop pada masanya. Sama-sama tewas karena tembakan peluru, dalam peristiwa berbeda, tapi konon berkaitan.

Kematian keduanya cuma berselang sekitar 6 bulan. Dengan modus pembunuhan yang nyaris sama, ditembak saat berada di dalam mobil, dari mobil lain di sebelahnya. Sementara, pelakunya sampai sekarang masih belum ditangkap, bahkan isunya masih simpang siur.

Ada yang bilang kalau kematian Tupac Shakur ada hubungannya dengan perang antar geng. Katanya, dia dan teman-temannya dalam kelompok Mob Piru Bloods, habis menghajar seorang anggota geng Southside Crips, waktu nonton tinju Mike Tyson. Penembakannya itu sebagai aksi balas dendam dari anggota Crips.

Beberapa bulan kemudian, kejadian lagi kasus penembakan serupa ke rapper yang namanya Notorious B.I.G. alias Christoper Wallace. Cuma, kali ini pelakunya bukan anggota geng tapi pembunuh bayaran.

Tapi, konon si orang bayaran ini aslinya diperintah untuk nembak Sean “P. Diddy” Combs. Ada yang bilang kalau itu balas dendam dari Mob Piru Bloods atas kematian Tupac. Eh, tapi targetnya keliru, yang kena malah rekan semobilnya.

Nah, usut punya usut, jurnalis Chuck Phillips nulis di Los Angeles Times, bilang kalau Tupac dan Notorious waktu itu memang lagi musuhan. Meski Chuck nggak bisa membuka siapa informan dia, penelusurannya membuktikan kalau Christoper Wallace punya peran.

Wallace bayar sejuta dollar ke anggota Southside Crips buat nembak Tupac. Anggota Crips yang dimaksud bernama Orlando Anderson, orang yang dihajar Tupac dan rekan-rekan Bloods-nya. Selang dua tahun setelah kematian Tupac, Anderson ini ikut meninggal juga.

2. Skandal Milli Vanilli, Artis Lipsync Menang Grammy

Rob Pliatus & Fab Morvan of Milli Vanilli (dok: Rolling Stone)

Milli Vanilli adalah duo R&B, Rob Pilatus dan Fab Morvan dari Munich, Jerman. Mereka melejit pada akhir sampai awal ’90-an, dibentuk oleh inisiatif Frank Farian. Frank Farian ini dedengkot Boney M, grup disko pop yang kiprahnya populer sekitar ’70-an.

Cuma butuh waktu singkat buat Milli Vanilli untuk jadi sorotan. Rilisan pertama mereka adalah album berjudul All Or Nothing (1988), yang kemudian dirilis ulang tapi beda judul, jadi Girl You Know It’s True (1989).

Tancap gas, selama 26 minggu berturut-turut single mereka ada di tangga lagu Billboard Hot 100. Sampai akhirnya nangkring di posisi ke-2, pada April 1989. Karena ngetop banget, tiga single lain juga ikut naik pamor, sama-sama ikut bersaing di chart.

Kesuksesan ini bikin mereka menang Grammy Awards kategori Artis Pendatang Baru Terbaik tahun 1990. Sayangnya, kira-kira sembilan bulan setelahnya, penghargaan itu dicabut dan dikembalikan. Soalnya Milli Vanilli ketahuan lipsync, baik di atas panggung maupun studio rekaman.

Suara yang terdengar di lagu-lagu Milli Vanilli bukan keluar dari mulut Rob Pilatus dan Fab Morvan. Tapi milik Brad Howell dan John Davis, dibantu Charles Shaw, serta Jodie dan Linda Rocco. Hasil karya Frank Farian yang cerdik tapi manipulatif ini dikenang selamanya sebagai hoaks terbesar dalam sejarah industri permusikan.

3. The Burning Sun, Sisi Kelam Dunia Hiburan Korsel

Lorong klub malam Burning Sun (tripadvisor)

Burning Sun, klub malam di Gangnam, Seoul, yang dikenal sebagai sarana elit, dengan fasilitas dan layanan premium kelas atas. Skandal Burning Sun awalnya cuma kasus perkelahian. Seorang pria lapor ke polisi kalau dia habis diserang sama staf klub malam itu. Padahal, si pria ini lagi coba melindungi seorang wanita korban pelecehan.

Tapi ternyata, kasus itu merembet kemana-mana, menyeret sejumlah nama. Nggak lama setelah disorot karena ada yang berantem, barulah muncul skandal yang sebenarnya.

Sebuah flashdisk yang isinya file grup chat KakaoTalk milik Jung Joon-Young bocor ke publik. Percakapannya agak cabul, ada sharing video-video porno pribadi yang disebar tanpa izin ke grup chat yang anggotanya rata-rata juga selebritis.

Singkat cerita, isi flashdisk bocor memicu penyelidikan besar yang akhirnya mengungkap banyak praktik kriminal di Burning Sun. Termasuk skandal seks, jual beli narkoba, pemerkosaan, penggelapan pajak, sampai dugaan suap penegak hukum.

Nama-nama yang terseret pun nggak kalah menghebohkan. Ada Yong Jun-Hyung (mantan anggota boyband K-Pop Xing, BEAST, dan Highlight),  Roy Kim dan Eddy Kim (kontestan ajang SuperstarK 4), Lee Jong Hyun (ex CN Blue), Kang In (ex SuperJunior), Jung Jin Woon (ex 2AM), serta Lee Cheol Woo (aktor drama Korea)

4. Euforia Membawa Maut di Woodstock ’99

Woodstcok 1999 (dok: oxygen.com)

Waktu pertama kali diadakan tahun 1969, Woodstock jadi semacam movement perlawanan kepada pemerintah. Woodstock ’99 digadang-gadang jadi ulang tahun perlawanan ke-30. Tapi sayang, euforianya berlebihan, bahkan justru berkebalikan. Dan bukan berarti festival yang pertama dan kedua nggak ada masalah. Cuma ya gitu, yang satu ini memang lebih kompleks masalahnya.

Festival diadakan pada bulan Juli di Rome, New York. Waktu itu New York lagi musim panas. Dengan suhu yang juga lagi panas-panasnya, antara 27-37 derajat celcius.

Venue punya tiga panggung, dua panggung utama dan satu buat artis pendatang baru. Jarak antar panggung cukup bikin capek, ada yang sampai 1,5 mil atau sekitar 2,4km. Bayangin penonton yang wara-wiri, jalan kaki membelah penuh sesak dalam jarak segitu, di tengah terik panas.

Selain itu, harga tiket Woodstock ’99 cukup mahal, sekitar 150 dollar untuk kelas festival. Di dalam venue, ketersediaan air bersih agak kurang, sementara harga air mineral kemahalan. Belum lagi soal penonton yang nggak dapat penginapan, karena hari H-nya barengan sama acara Baseball Hall of Fame.

Masalah sudah segitu banyak, ditambah aksi-aksi panggung para artis yang ternyata jadi trigger kerusuhan. Celotehan di atas panggung memicu aksi brutal di moshpit, yang bukan sekadar crowdsurf atau pogo.

Itu mulai dari adu jotos, pelecehan dan kekerasan seksual, sampai ada juga laporan perkosaan. Bahkan pas penonton mau bikin api unggun, eh bahan bakarnya kendaraan dan kios-kios pedagang. Waktu event berakhir, tercatat ada tiga korban meninggal akibat kepanasan dan dehidrasi.

Sementara itu di situs resmi Woodstock, pengelola malah asyik posting foto-foto penonton pria-wanita tanpa seizin mereka. Dengan caption yang mungkin dikira lucu, seperti “Nice pair” atau “Show your tits.” Memang, yang di-upload kebanyakan penonton yang telanjang dada.

5. Banyak Pelaku Skandal Seks & Kekerasan Anak

Sean John Combs alias P. Diddy (dok: X/@diddy)

Disclaimer: Hipmin nggak mau menormalisasi kekerasan dan pelecehan seksual. Cuma memang, perbuatan semacam ini cukup sering terjadi di industri hiburan.

Kalau Burning Sun melibatkan artis terkenal di Korea Selatan, skandal seks dan kekerasan yang Hipmin rangkum di sini malah mencoreng nama musisi yang ngetop secara internasional.

Sebut saja yang pertama, musisinya bernama Michael Jackson. Dia dituduh melakukan pelecehan seksual ke anak di bawah umur, bahkan kasusnya sampai ada tiga.

Di antaranya ke Jordan Chandler tahun 1993 yang nggak sampai masuk pengadilan—dihentikan oleh ganti rugi 20 juta dolar. Lalu ke Gavin Arvizo tahun 2005 yang sidangnya panjang dan sensasional, tapi tanpa putusan bersalah buat King of Pop.

Kasus terakhir bahkan muncul pasca raja pop meninggal tahun 2009. Lewat dokumenter Leaving Neverland (2019), di mana dua pria, Wade Robson dan James Safechuck, mengklaim bahwa mereka dilecehkan Jackson saat masih anak-anak.

Nama kedua, Robert Sylvester Kelly alias R. Kelly. Ia dituduh melakukan pelecehan seksual, eksploitasi anak, perdagangan manusia, dan pencucian uang. Tuduhan ini muncul selama bertahun-tahun. Tapi baru tahun 2021, dia dinyatakan bersalah atas dakwaan perdagangan seks dan pelecehan seksual. Setahun kemudian, R. Kelly kena vonis penjara 30 tahun di pengadilan federal.

Sedangkan yang ketiga, kasusnya masih hangat, yaitu P. Diddy. Pria bernama asli Sean John Combs ini juga kena tuduhan kekerasan dan pelecehan seksual, beberapa kepada anak di bawah umur. Sepanjang 2023 dan 2024, dia menerima rentetan gugatan atas kelakuannya itu. Lalu berujung pada aksi cancel, kemunduran P. Diddy dari perusahaannya, dan pengungkapan banyak hal gila lainnya.

Rumahnya digerebek pihak berwenang, menghasilkan penemuan narkoba dan ratusan botol pelumas alat vital. Video kekerasannya bocor ke publik. Diikuti tuduhan jual beli video porno, isu pesta seks “freak-off” yang mencatut nama-nama Hollywood ngetop lainnya. Termasuk Nicki Minaj, Jay-Z dan Beyonce Knowless, Leonardo Dicaprio, sampai Pangeran Harry.

6. Hitam Kelamnya Norwegian Black Metal

Immortal (dok: Nuclear Blast)

Skena black metal Norwegia dianggap sebagai pelopor modernisasi genre ini. Sekaligus tempat munculnya nama-nama grup berpengaruh, semacam Mayhem, Burzum, Gorgoroth, Immortal, dan lain-lain.

Seperti kamu tahu, black metal itu musiknya berat, bertempo cepat, full distorsi, dan identik dengan vokal yang menjerit kasar/serak atau mengeram. Kalau nyetel lagunya, kamu bakal kebawa masuk ke suasana minor, gelap, dan kadang horor bercampur mistis. Lirik-liriknya pun biasanya dalam dan konseptual, malah nggak jarang yang bertema kematian, kegelapan, atau paganisme.

Estetika black metal juga seram-seram. Musisinya kadang pakai corpse paint (makeup putih-hitam serupa mayat), beraksi panggung dengan atribut ngeri, seperti salib terbalik atau kepala kambing simbol pagan.

Di Norwegia tahun ’90-an, musisi black metal orangnya total, tapi ekstrem. Nggak cuma berkarya lewat musik, mereka juga ideologis, bahkan sampai berbuah aksi nyata. Di mana, aksi nyata mereka berupa masalah besar.

Aksi paling terkenal yang pertama, tentu saja penyayatan & penembakan vokalis Mayhem, Per Yngve Ohlin alias Dead oleh dirinya sendiri. Ini konon dimanfaatkan oleh gitarisnya, Euronymous (Øystein Aarseth) buat memperkuat citra seram dan sangar Mayhem.

Kematian Dead bikin anak-anak skena semakin menjadi-jadi. Ideologi makin merasuk, terlalu dalam. Dituangkan dalam bentuk aksi panggung yang makin seram. Serta aksi nyata berupa perusakan-pembakaran gereja, karena dicap menyimpang dari nilai-nilai dasar pribumi Norwegia.

Menurut berbagai catatan, salah satunya dari Majalah Far Out, ada sekitar 50 gereja yang diserang mulai 1992-1996, malah salah satunya gereja satanis. Pionirnya, antara lain adalah personel Mayhem dan Burzum, Euronymous dan Varg Vikernes (Louis Cachet).

Hubungan dua tokoh ini akhirnya juga berakhir tragis. Tahun 1993, Euronymous tewas dibunuh oleh Varg Vikernes yang beralasan kalau itu tindakan bela diri. Semua rentetan kasus ini bikin black metal Norwegia dilabeli sebagai “genre berbahaya” di media.

7. Praktik Pelanggaran Etik Payola-Sajaegi

BTS (dok: ibighit.com)

Payola istilah plesetan dari pay-for-play. Itu adalah praktik nggak etis yang melibatkan label, artis, dan penyiar radio. Praktik ini mulai merebak di Amerika Serikat akhir tahun 1950-an. Waktu itu, peran radio sangat besar dalam perkembangan industri musik.

Peran lebih besar lagi jatuh pada disc jockey (DJ), posisi sentral yang menentukan asupan musik buat pendengar. Saking pentingnya posisi DJ, mereka disogok buat nyetel lagu-lagu tertentu. Misalnya dengan tarif $50 untuk 14 kali pemutaran on-air seminggu. Yang nyogok, kalau nggak label—baik major maupun indie—ya, artisnya sendiri.

Spesifiknya, payola tujuannya biar lagu lebih dikenal pendengar. Kira-kira kalau lagu makin sering didengarkan, lama-lama akan semakin diingat juga. Tapi praktik yang awalnya lumrah ini mulai diperkarakan oleh sejumlah pihak, termasuk Billboard dan Variety. Mereka nuntut intervensi pemerintah biar aktivitas pembayaran di bawah meja ini nggak terus-terusan dianggap lumrah.

Sidang kongres pun digelar, menghadirkan tokoh-tokoh industri, termasuk DJ paling berpengaruh waktu itu, Alan Freed dan Dick Clark. Di luaran, banyak radio memecati DJ-DJ mencurigakan di naungan mereka. 1960 Kongres memutuskan perubahan Undang-Undang Komunikasi Federal. Melarang “pembayaran di bawah meja dan mengharuskan penyiar untuk mengungkapkan jika pemutaran lagu telah dibeli”. Ini digolongkan tindak pidana ringan, dengan hukuman maksimal satu tahun penjara dan denda hingga $10.000.

Praktik yang mirip, tapi dengan gaya kekinian, terjadi lagi di industri musik Korea Selatan. Istilahnya Sajaegi, yaitu manipulasi tangga lagu di platform musik digital. Caranya dengan membeli engagement, bisa angka total streaming atau jumlah download-an. Ini sempat mencatut nama HYBE, agensi grup idol macam ILLIT, New Jeans, sampai BTS.

Tujuan sajaegi biar sebuauh lagu bisa naik posisi puncak di chart. Tapi, kalau ada lagu baru yang belum populer, tiba-tiba nangkring di posisi 1 chart, gara-gara angka streaming-nya naik drastis dalam waktu singkat, kayaknya juga gampang memicu kecurigaan.

8. Kutukan Umur 27 Tahun

Anggota The 27 Club (dok: hubpages.com)

Sebenarnya bukan skandal, tapi pola berulang musisi ngetop yang meninggal di usia 27 tahun. Daftarnya dimulai dari gitaris inspiratif sekaligus influencer, Jimi Hendrix. Vokalis blues cewek-cowok, Janis Joplin dan Jim Morrison. Diikuti oleh orang yang mungkin bisa disebut bapak grunge, Kurt Cobain. Sampai yang terbaru, solois-penulis lagu asal Inggris, Amy Winehouse meninggal di usia 27 pada tahun 2011.

Kebanyakan dari mereka cerita meninggalnya agak suram. Ada yang overdosis, keracunan, tenggelam di kolam renang, dan lain-lain.

Jimi Hendrix misalnya, diduga wafat akibat tersedak muntahan sendiri setelah kebanyakan minum obat tidur. Janis Joplin juga tewas karena overdosis heroin. Jim Morrison ditemukan meninggal di bathtub, penyebabnya masih jadi perdebatan sampai sekarang.

Lalu, ada Kurt Cobain yang diduga bunuh diri dengan pistol di rumahnya di Seattle. Begitu juga, Amy Winehouse pun berpulang dengan cara yang nggak kalah tragis. Akibat keracunan alkohol, setelah bergulat lama dengan kecanduan dan tekanan hidup sebagai bintang besar.

Fenomena ini akhirnya dikenal sebagai “The 27 Club”, semacam “klub-klub-an” buat artis-artis berbakat yang meninggal di usia 27. Nama besar lain, seperti Brian Jones (penemu dan pencetus nama The Rolling Stones) dan gitaris legendaris Robert Johnson, juga masuk dalam daftar ini. Buku The 27s: The Greatest Myth of Rock & Roll mencatat lebih dari 30 nama bintang rock yang cocok masuk “klub” ini.

Banyak yang bertanya, kenapa 27? Sebagian melihatnya cuma kebetulan, sementara yang lain mengaitkannya dengan puncak quarter-life crisis di puncak karir. Umur 27, banyak musisi berada di masa keemasan, baik dalam hal kreativitas maupun tekanan masif dampak dari kesuksesan, ekspektasi, dan hidup yang abnormal.

Ada teori mistis konspiratif, mengaitkan angka 27 dengan simbol-simbol paganik, bahkan kutukan. Nggak sedikit pula fans fanatik yang menganggap The 27 Club sebagai bagian dari ritual gelap, satanisme dan semacamnya. Tapi, tentunya teori ini nggak jelas.