Di rapat paripurna yang digelar Kamis (19/9/2024), DPR RI resmi mengesahkan RUU Perubahan atas UU No. 39 Tahun 2008 terkait Kementerian Negara. Peluang besar buat Presiden terpilih, Prabowo Subianto, membentuk kementerian sebanyak yang beliau inginkan alias unlimited.
Kalau ditanya, tujuannya sudah pasti mulia.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi atau Awiek bilang kalau pengesahan RUU itu untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik, demokratis, dan efektif.
Melihat di UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara Pasal 15, sebelumnya diatur presiden boleh membentuk kementerian maksimal 34.
Kalau dalam beleid baru bunyinya begini, “Jumlah keseluruhan Kementerian yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden”.
Meski tetap saja, di pasal tersebut dijelaskan kalau pembentukan kementerian harus selaras dengan urusan pemerintahan.
Pasal 13 ayat (2) juga disebutkan pembentukan kementerian perlu mempertimbangkan kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas, serta perkembangan lingkungan global.
Total ada enam perubahan dalam RUU yang sudah disahkan itu:
- Penyisipan Pasal 6a. Mengatur pembentukan kementerian tersendiri yang didasarkan oleh sub-urusan pemerintahan. Selama masih relate dengan ruang lingkup urusan pemerintahan.
- Penyisipan Pasal 9a. Isinya, penulisan, pencantuman, dan/atau pengaturan unsur organisasi dapat diselenggarakan perubahan oleh presiden sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan.
- Pasal 10, soal tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 79/PUU-IX/2011 tentang Kementerian Negara Dalam Hal Penghapusan Jabatan Wakil Menteri, sudah dihapus.
- Revisi Pasal 15 dan penjelasannya soal jumlah kementerian yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden. Pak Presiden boleh menentukan jumlah kementerian yang lebih fleksibel menurut seleranya.
- Revisi sub judul bab 6 menjadi “Hubungan Fungsional Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Lembaga Non Struktural, dan Lembaga Pemerintah lainnya”. Sesuai terminologi lembaga nonstruktural yang tercantum dalam perubahan Pasal 25.
- Penambahan ketentuan tugas pemantauan dan peninjauan terhadap Undang-Undang di Pasal 2 romawi.
Walaupun tujuannya baik, sejumlah pihak termasuk akademisi dan pengamat politik justru khawatir perubahan ini bisa membebani keuangan negara. Bahkan kelihatan berorientasi pada kepentingan politik dan pembagian kekuasaan.
Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari bilang ke Tempo, kalau sebenarnya tidak ada urgensi revisi RUU tersebut. Terutama soal jumlah kementerian. Lagipula, menurutnya, komposisi pasal dan ketentuan di UU Kementerian Negara tahun 2008 nggak ada masalah. Sudah pas sama kebutuhan pemerintah, nggak perlu direvisi.
Feri justru menduga revisi RUU ini tujuannya cuma buat pembagian kue kekuasaan atau power sharing di kabinet gemuk Prabowo-Gibran. “Dalih mengefektifkan kinerja pemerintahan itu tidak tepat. Yang tepat adalah upaya memberikan imbalan atas dukungan yang telah diberikan,” katanya.
Pengesahan ini pas sekali dengan isu yang berkembang kalau Prabowo lagi menyiapkan susunan kabinet dengan 44 kementerian. 10 lebih banyak dari kabinet Indonesia Maju-nya Presiden Jokowi.
Tapi kalau sudah disahkan gini, Pak Prabowo kan bebas mau bikin kementerian berapa pun.
Melihat kondisi di masyarakat dan kebutuhan pembentukan citra pemerintah belakangan, Hipmin punya saran beberapa kementerian yang sepertinya perlu dibentuk di kabinet Gemoy. Namanya saran, boleh-boleh saja kan disampaikan siapa saja?
1. Kementerian Pemberdayaan Gen Z
Mengingat saat ini generasi Z sedang menguasai bumi dan dunia maya, kementerian ini sepertinya patut masuk dalam kabinet.
Nanti tugas utamanya mengelola dan memantau tren di media sosial. Mereka juga harus memastikan meme, challenge, dan trending topic di X tetap relevan dengan kebutuhan nasional.
Juga, mereka bertanggung jawab atas pemerataan estetika feed akun-akun Instagram penyelenggara negara.
2. Kementerian Penggerak Buzzer
Komentar netizen kadang bisa sangat berbahaya untuk kestabilan pemerintahan. Oleh karena itu, dibutuhkan kementerian yang tugasnya mengawasi dan mengoordinasikan pasukan buzzer nasional.
Agar menjaga stabilitas dunia maya, terutama dalam menggiring opini publik dan menangkis serangan kritis terhadap pemerintah.
3. Kementerian Perlindungan Influencer
Selebriti dan influencer sekarang lagi gencar kebagian job untuk meng-endorse program-program pemerintahan.
Maka dari itu, dibutuhkan kementerian yang khusus mengamankan hak-hak influencer dalam kolaborasi dengan pemerintah. Memperjuangkan kebebasan mereka untuk mempromosikan produk dan program tanpa takut digerebek netizen.
Kementerian Perlindungan Influencer nantinya juga bertanggung jawab dalam penanganan kasus cancel culture.
4. Kementerian Pencitraan Digital
Tugasnya merancang strategi pencitraan politik yang kreatif dan inovatif di ranah digital.
Mulai dari penyusunan konten media sosial Presiden, sampai mengatur jadwal live stream blusukan biar rakyat makin tertarik dan simpati dengan kinerja pemerintahan.
5. Kementerian Fesyen dan OOTD Nasional
Kemana pun pergi, penampilan nomor satu. Apalagi sebagai pejabat negara, harus terlihat berwibawa dan keren di mata rakyat.
Kementerian ini nanti fungsinya mengontrol standar berpakaian nasional. Memastikan para pejabat publik pakai outfit sesuai tren agar tidak dipandang sebelah mata.
6. Kementerian Rekonsiliasi Netizen
Rakyat di media sosial sering terpecah belah gara-gara beda pendapat dan dukungan suara.
Oleh karenanya, dibutuhkan kementerian yang tugasnya mempertemukan kubu netizen yang saling bermusuhan, dengan rancangan program rekonsiliasi online agar perang di kolom komentar bisa segera berakhir.
Siapa tahu, dengan adanya menteri-menteri tersebut, rakyat bisa semakin hidup damai tentram dan sejahtera. Pemerintah juga selalu up to date menyesuaikan keinginan rakyat.
Sekali lagi, itu cuma saran. Sejauh ini, belum ada yang nge-spill presiden baru kita nanti mau bikin berapa kementerian. Ya semoga saja cocok dan nggak berlebihan. Nggak juga cuma melayani kepentingan sempit kekuasaan dan pencitraan.