Pseudobulbar Affect (PBA) adalah gangguan saraf yang membuat seseorang bisa ketawa atau nangis. Tapi nggak sesuai dengan perasaan sebenarnya.
Tawa dan tangisnya nggak terkendali, muncul mendadak, tanpa niat, di situasi yang kurang pas. Sehingga orang-orang di sekitarnya mungkin akan merasa bingung, nggak nyaman, bahkan terganggu.
Kalau kamu pernah nonton film Joker (2019) yang disutradarai Todd Phillips. Tokoh utamanya, Arthur Fleck menunjukkan pseudobulbar affect dalam berbagai kesempatan.
Arthur Fleck yang nantinya akan menjadi tokoh Joker sering tertawa di momen yang nggak tepat, misalnya di bus, di tempat kerja, bahkan di tengah situasi stres. Waktu suasana hatinya gelisah, ia malah tertawa tanpa sengaja, sama sekali nggak sinkron.
Ada satu adegan di mana ia memberikan kartu buat orang-orang di sekitarnya. Kartu itu bertuliskan, “Forgive my laughter: I have a condition. It’s a medical condition causing sudden frequent and uncontrollable laughter that doesn’t match how you feel. It can happen in people with brain injury or certain neurological conditions. Thank you.“
Kalau diterjemahkan, kira-kira kalimat itu berbunyi, “Maafkan tawa saya: Saya punya kondisi. Ini kondisi medis yang menyebabkan tawa mendadak dan nggak terkendali yang nggak sesuai dengan perasaan sebenarnya. Ini bisa terjadi kepada orang dengan cedera otak atau kondisi saraf tertentu. Terima kasih.”
Kenapa Pseudobulbar Affect bisa Terjadi?
Tulisan Arthur Fleck sedikit menjelaskan penyebab kondisi PBA ini. Mengutip American Stroke Association, ada hubungan yang putus antara beberapa bagian otak, yaitu lobus frontal dan otak kecil, dengan batang otak.
Lobus frontal adalah bagian otak yang mengontrol emosi. Sementara otak kecil mengatur koordinasi dan keseimbangan. Sedangkan batang otak tempat saraf-saraf berkumpul, bertugas menerjemahkan perintah otak kepada bagian-bagian tubuh.
Nah, pada orang yang mengalami PBA seperti Arthur Fleck, koordinasi tiga bagian otak tadi terputus.
Sependek pengetahuan hipmin, penyebab pseudobulbar affect belum diketahui secara pasti oleh para ilmuwan. Tapi, melansir beberapa artikel dari website kesehatan, seperti Cleveland Clinic, Mayo Clinic, hingga WebMD, ada beberapa kondisi otak yang memengaruhi PBA, seperti:
- Alzheimer
- Stroke
- Parkinson
- Demensia
- Epilepsi
- Tumor otak
- Cedera otak traumatik
- Penyakit Wilson
- Multiple sclerosis
- Penyakit Lou Gehrig
Beberapa istilah di atas memang cukup familiar. Tapi sebagian belum, bahkan sulit dilafalkan. Terlepas dari itu, bukan berarti kondisi ini nggak bisa sembuh, atau setidaknya diminimalkan.
Pseudobulbar-nya Arthur Fleck
Meski film nggak menjelaskan kondisi medis yang sebenarnya, tawa patologis-nya (kondisi tertawa berlebihan dan nggak beres) Arthur Fleck bisa dilihat sebagai ciri khas PBA.
Ketika Arthur tertekan, malu, atau sedih, ekspresinya malah tertawa. Dalam beberapa adegan, seperti waktu ia melihat pelecehan seksual di kereta bawah tanah. Waktu ia berhadapan dengan orang yang dikira ayah kandungnya. Atau saat ia tahu kalau dirinya adalah anak adopsi, dan ibu angkatnya membiarkan perlakuan KDRT traumatik oleh pasangannya kepada Arthur semasa kecil.
Pada setiap momen itu, Arthur sulit mengontrol tawanya. Ia berusaha mengendalikannya, tetapi selalu gagal. Lalu ketika gejala itu reda, barulah muncul perasaan duka dan putus asa. Itu terus terjadi dalam berbagai kesempatan, sehingga mengganggu dan menurunkan kualitas hidupnya.
Sementara, orang-orang sekitarnya memandang aneh Arthur. Ia merasa terasing, terstigma, bahkan dijauhi, karena reaksi emosionalnya yang nggak lumrah. Dan sejak sekitar menit ke-4, film Joker seri pertama ini sudah membuat kesimpulan tentang karakter Arthur Fleck dengan pseudobulbar-nya. Serta berbagai tekanan yang ia alami, hingga
Saat ia sedang berkostum badut dan dipukuli sekelompok berandal, lalu bertemu pekerja sosial. Ia berucap, “Is it just me, or is it getting crazier out there? (Apa cuma aku, atau apakah di luar sana sudah semakin gila?”
Manajemen Gangguan PBA
Ada dugaan kuat dugaan banyak kasus pseudobulbar affect yang kurang perhatian dan nggak terdiagnosis. Seringnya kondisi ini cuma dianggap sebagai gangguan mood, depresi, atau bipolar. Terutama kalau efek yang paling sering muncul bukannya ketawa, tapi menangis.
Tapi, ada perbedaan spesifik pada tangisan orang dengan PBA. Ciri-cirinya meledak-ledak di awal, durasinya pendek, dan (lagi-lagi) biasanya memang sedang nggak sedih.
Penderita depresi umumnya terus-menerus sedih, tapi mereka cenderung nggak nangis. Kalaupun nangis, durasinya lebih lama daripada orang dengan PBA. Selain itu, gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan pola makan, nggak terjadi pada penyintas PBA.
Maka dari itu, diagnosis perlu dilakukan lebih mendalam agar psikiater tahu pasiennya benar-benar mengalami pseudobulbar atau bukan. Dokter membutuhkan informasi detail tentang episode tawa dan tangis mendadak yang terjadi. Mulai dari durasinya, seberapa sering, hubungannya dengan suasana hati, dan perasaan yang dialami setelahnya.
Kalau benar-benar sudah bisa dipastikan, selanjutnya dokter bisa memberikan resep obat buat mengontrolnya. Beberapa jenis obat-obatan yang mungkin diresepkan dokter atau psikiater adalah antidepresan, biasanya dosisnya lebih rendah dibanding pengobatan depresi. Ada lagi jenis obat dekstrometorfan dan quinidine (Nuedexta).
Tapi sebagai pendamping, ada teknik manajemen yang direkomendasikan pusat rehabilitasi Flint, layanan kesehatan mental berbasis California.
Mereka merekomendasikan terapi emotional practice atau latihan emosional. Ini adalah teknik kognitif-perilaku untuk memanipulasi otak supaya lebih baik dalam mengendalikan emosi.
Metode ini mengajak orang berlatih merasakan emosi yang tepat sesuai situasi. Misalnya waktu nonton film komedi, coba ngomong pada diri sendiri, “Saya senang menonton ini.” Meskipun kamu belum merasakan apa-apa, tujuannya memang untuk membuat hubungan antara aktivitas tersebut dengan emosi.
Selain itu, Flint juga ngasih rekomendasi cara lain buat mengatasi gejala PBA. Di antaranya dengan ngobrol bersama teman, keluarga, atau support group, latihan teknik pernapasan dalam atau relaksasi, mengalihkan perhatian waktu emosi meledak, dan meneliti sebab-sebabnya kalau sempat.