Bayangkan seorang mantan presiden, satu dekade memimpin negara, tiba-tiba menonjol musikalitasnya. Ia bernyanyi, bermain musik, dan merilis beberapa album. Oh, tunggu. Bahkan si orang ini sempat melakukannya saat masih menjabat.
Ya, nggak masalah kalau semua tugas sudah terlaksana dengan sesuai. Nggak ada salahnya juga menyalurkan hobi lewat apa saja yang dinilai pantas, asalkan tidak menyakiti dan menyakitkan. Dan mungkin sudah banyak yang tahu, kalau doi sekarang memang menggeluti kesenian, termasuk menulis dan melukis.
Baru saja, mantan presiden ini tampil di festival musik yang namanya Pestapora, tepatnya Jumat (20/9/2024) kemarin. Pastinya sensasional. Karena, ya, mantan presiden yang lagu-lagunya saja agak jarang didengarkan, tiba-tiba tampil di acara sekelas festival. Ya, nggak papa. Si empunya hajat, kan butuh penarik massa.
Sebenarnya nggak ada masalah sama sekali. Toh, mantan presiden ini memang hobinya main musik. Semasa masih tinggal di Pacitan, ia pernah membentuk band bernama Gaya Teruna. Di situ ia main bass, katanya sering membawakan lagu-lagu Koes Bersaudara dan musik populer masa itu.
Musik populer tahun ’60-an di Indonesia, kalau nggak salah dipengaruhi The Beatles atau Elvis Presley. Kalau bukan itu, ya masih bernuansa daerah, misalnya melayu, batak, atau keroncong. Jadi, kira-kira bapak ini main yang mana?
Sementara di Pacitan, ada sebuah artikel yang menyebutkan kalau daerahnya waktu itu tergolong terpencil. Seni pertunjukan populer di sana adalah ketoprak dan wayang orang. Dengan gamelan yang nyaris tak terjangkau, kecuali oleh golongan masyarakat kelas tertentu. (Kamu bisa baca tulisannya di sini: https://prabangkaranews.com/2022/12/asal-usul-seni-tradisional-tetek/)
Bisa jadi memang si mantan presiden yang main band ini bukan orang sembarangan, keturunan ningrat atau sejenisnya. Tapi, tentunya harus menggali info lebih dalam dari sumber-sumber tepercaya yang bertebaran.
Hasilnya, ketemu sedikit. Ayahnya pensiunan militer berpangkat Letnan Satu, ibunya putri pendiri pondok pesantren. Pasangan ini cuma punya seorang anak. Anak semata wayang ini diasuh oleh kakak sang ayah yang menjabat jadi Kepala Desa Ploso, Pacitan.
Ya, berarti keluarga ini bisa dibilang terpandang.
Tapi, untuk punya studio band? Em, baiklah. Bisa saja mereka punya uang banyak. Setidaknya cukup untuk membeli satu set drum, gitar dan bass beserta amplifier, plus mikrofon dan speaker-nya, serta dunia perkabelan.
Itu kalau personel Gaya Teruna berjumlah empat orang. Lah, kalau 19 (drummer 5, gitaris 12, 1 pemain bass, dan 1 vokalis)? Benar. Pastinya itu bukan angka yang mustahil buat mereka yang punya uang.
Oke, mari kesampingkan pertanyaan nggak penting ini. Lalu lanjut ke pasal yang lain.
Jadi presiden selama dua periode, tahun 2004 sampai 2014, orang ini terbilang produktif dalam merilis album. Sedikitnya ada empat, judulnya Rinduku Padamu (2007), Evolusi (2009), Ku Yakin Sampai di Sana (2010), dan Harmoni Alam Cinta dan Kedamaian (2011). Ditambah lagi dengan kompilasi, Kumpulan Lagu-Lagu Terbaik Karya SBY dan Karaoke Lagu-Lagu Karya SBY (2013).
Menurut laporan Kemenpan-RB, ada lima capaian besar pemerintahannya kala itu. Di antaranya stabilitas dan kondisi makro-ekonomi relatif baik, pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, utang negara lebih aman, anggaran pembangunan dan cadangan devisa besar, serta berhasil jadi anggota G-20.
Namun perlu dicatat. Laporan itu ditulis berdasarkan pidato yang disampaikan oleh bapak tersebut, yaitu beliau yang bersangkutan.
Lima album dan lima capaian besar ekonomi nasional, tentu prestasi ini nggak bisa diremehkan. Kalau dibilang masa pemerintahan bapak ini oke, mungkin iya. Setidaknya kalau dibandingkan dengan yang sekarang, memang jumlah utang lebih sedikit, pertumbuhan ekonomi juga lebih baik.
Dalam bidang kesenian, bapak mantan presiden juga menorehkan rekor mentereng dibanding seluruh pemimpin negara sebelumnya. Ia punya lima album, dengan total 40 lagu, tercatat MURI lagi.
Tapi sejujurnya, nggak ada satu pun lagu orisinal dari pak mantan presiden yang dinyanyikan para penonton Pestapora malam kemarin. Bahkan, putra mahkota bapak mantan presiden yang suportif itu, bentuk dukungannya cuma diketahui selfie bersama istri di muka panggung, membelakangi penonton, lalu ngetwit.
“Tadi malam di Pestapora sukses menyanyikan 7 buah lagu, lagu yang banyak dicintai masyarakat dan lagu yang diciptakannya sendiri. Kita semua terhibur dan bangga bisa melihat Pak SBY bersama banyaknya penonton yang menikmati pada area Pestapora Stage. Congratulations Pepo! We are so proud of you! 💙💙💙”
Dia bahkan nggak nyebut salah satu lagu favoritnya dalam penampilan malam itu.
Jadi kalau boleh berpendapat, pendukung setia pak bro satu ini, ya para penyanyi dan musisi. Dalam empat album yang dirilis semasa jadi presiden. Ingat! Semasa jadi presiden. Semuanya dinyanyikan oleh para penyanyi tersohor. Sebut saja Vidi Aldiano, Ebiet G. Ade, Joy Tobing, Rio Febrian, Afgan, dan banyak lagi. Nggak ada salahnya nerima job dari presiden, kan? It’s an honour~~
Sebagai mantan presiden, tentunya doi punya banyak akses ke jalur-jalur musik. Kalau anak-anak muda lokal saja bisa lewat jalur independen, apalagi orang yang dulunya punya kekuasaan besar. Lebih lagi, doi rilis album sewaktu masih menjabat. Sudah waktunya luang (hah?), punya banyak uang, aksesnya pun gampang. Komplet sekali.
Kita patut apresiasi usaha beliau. Bagaimanapun, tampil di panggung sebesar Pestapora adalah langkah berani.
Meskipun selera orang nggak bisa dibeli, sensasi seringkali masih jadi obat bius paling mujarab buat warlok. Menyaksikan mantan presiden di atas panggung festival adalah sensasi. Tapi menikmati lagunya? Itu pertanyaan besar.
Apa para penonton benar-benar di sana untuk musik beliau? Atau hanya sekadar menonton sang mantan presiden yang “natural” sekali aura musisinya? Seakan semua yang dilakukannya layak diberi standing ovation, hanya karena dia pernah jadi presiden.