Pada Ramadan kali ini, Hipkultum bakal diisi berbagai cerita yang barangkali bisa jadi bahan refleksi. Salah satunya di bawah ini, buat menemani hari pertama puasamu di Ramadan 2025 M/1446 H.
Cucian Kotor Tetangga
Ceritanya tentang sepasang ibu lansia dan putrinya yang masih gadis, mereka baru saja pindah rumah. Pada suatu pagi, sambil menikmati sarapan bersama, si gadis melihat keluar lewat jendela dan mendapati tetangganya sedang menjemur pakaian di halaman samping rumahnya.
Ia memperhatikan cukup seksama, lalu berkomentar, “Cuciannya kotor sekali. Masak dia nggak bisa nyuci?”
Sementara ibu nggak terlalu memperhatikan komentar itu, sehingga nggak ada respons.
Pagi besoknya, waktu lagi sarapan bersama, ternyata skenario yang terjadi hampir sama kayak hari sebelumnya. Tetangga jemur baju di halaman, si gadis melihatnya dan lagi-lagi berkomentar.
“Sepertinya dia nggak tahu gimana cuci baju yang benar. Mungkin juga dia butuh deterjen lebih bagus,” katanya.
Di sini ibu agak kaget dan sadar, familiar dengan kata-kata yang diucapkan putrinya. Tapi dia cuma menengok keluar tanpa ngomong apa-apa.
Hari demi hari berlalu. Tetap saja, setiap tetangga menjemur pakaian di luar, si gadis hampir selalu berkomentar kritis. Soal kebersihan, deterjen, keterampilan mencuci, dan lainnya yang berhubungan dengan cucian kotor.
Sampai pada suatu pagi yang cerah, kira-kira sebulan sejak pindah ke rumah baru, si gadis terkejut melihat tetangganya kali ini menjemur pakaian yang benar-benar bersih, sama sekali bebas noda.
Terkejut dan penasaran, ia berkata, “Bu, coba lihat! Akhirnya dia belajar cara nyuci yang benar. Kira-kira siapa yang ngajarin, ya?”
Ibu pun tersenyum kecil. Sambil santai, ia lalu menjawab, “Ibu tadi bangun lebih pagi, terus bersih-bersih, sekalian ngelapin kaca jendela biar kinclong.”
Sari-sari:
Dari cerita di atas, hikmahnya adalah soal refleksi. Nggak jarang, hal negatif yang kita lihat di orang lain, ternyata justru pantulan dari diri kita sendiri.
Kita sering terlalu buru-buru menilai, mengkritik, dan sok tahu. Sambil nggak sadar kalau perspektif kita sendiri mungkin nggak murni. Sudah terkontaminasi sama prasangka, yang sayangnya sering negatif.
Jendela kotor bikin kita keliru melihat dunia. Kalau kita rajin bersih-bersih jendela, atau cara pandang, mungkin akan lebih banyak hal indah yang terlihat di sekitar kita. Sebab, pada akhirnya, dunia adalah cerminan dari cara kita melihatnya.
Seperti sabda Rasulullah ﷺ, “Seorang Muslim adalah cermin bagi Muslim lainnya.” (HR. Abu Dawud).
Artinya, kita adalah refleksi satu sama lain. Kalau kita melihat orang lain buruk, harusnya jadi sinyal evaluasi buat diri sendiri. Mungkin bukan mereka yang salah, tapi cara pandang kita yang perlu diperbaiki.
Sabda Rasulullah itu secara nggak langsung juga diamini sama penulis The Subtle Art of Not Giving a F*ck, Mark Manson, yang di website pribadinya pernah bilang, “How we judge others is how we judge ourselves.”
Cara kita menilai orang lain sebenarnya adalah cerminan dari standar, ketakutan, dan kekurangan kita sendiri. Makin sering kita menghakimi, maka semakin mungkin bahwa kita juga perlu banyak perbaikan. Jadi, sebelum sibuk mengomentari “jemuran kotor” orang lain, mungkin lebih baik periksa dulu jendelamu sendiri, sudah bersih atau belum.
Cerita asli: Abu Muhammad Yusuf/Islamcan.com

