Perpindahan ibu kota merupakan suatu kejadian yang cukup jarang terjadi. Namun, sejarah telah mencatat ada beberapa negara yang memutuskan untuk pindah ibu kota. Demi berbagai alasan, seperti alasan politik, ekonomi, pertahanan, atau urusan administratif.
Begitu pula Indonesia, Pemerintah Presiden Jokowi telah mencanangkan perpindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Harapannya, pemindahan ini akan memberikan dampak positif bagi Indonesia di masa depan.
Negara Dunia yang Pindah Ibu Kota
Di tengah masyarakat, perpindahan ibu kota seringkali memicu perdebatan dan kontroversi. Meski begitu, pasti ada alasan dan pertimbangan amat kuat, mengapa pemerintah suatu negara bisa mengambil langkah besar itu. Beberapa contohnya adalah negara-negara berikut ini.
Brasil: dari Rio de Janeiro ke Brasilia
Salah satu contoh yang cukup terkenal adalah Brasil. Pemerintah setempat memutuskan untuk pindah ibu kota pada tahun 1960. Ibu kota Rio de Janeiro yang berada di wilayah pesisir, direlokasi ke Brasilia di Brasil bagian tengah.
Keputusan ini diambil, juga untuk mengurangi konsentrasi penduduk di wilayah pesisir, serta meningkatkan pengembangan wilayah tengah. Dan meski banyak yang mengkritik keputusan ini, nyatanya pemindahan ibu kota telah membawa dampak positif bagi pengembangan Brasil.
Menurut jurnal dari Columbia University, pembangunan Brasilia ternyata memakan biaya cukup tinggi, bahkan diklaim menyebabkan defisit kas negara. Jurnal tersebut mencatat pernyataan Menteri Keuangan Eugenio Gudin di bawah pemerintahan Presiden Cafe Filho.
Ia memperkirakan biaya pembangunan Brasilia pada tahun 1954 sekitar US$1,5 miliar, mengacu pada kurs dolar saat itu. Jika mengikuti kurs saat ini, biaya pembangunan dan pemindahan ibu kota Brasil diperkirakan mencapai Rp23 triliun.
Kazakhstan:dari Almaty ke Nur-Sultan
Pada tahun 2019, Presiden Nursultan Nazarbayev mengumumkan rencana pemindahan ibu kota negara Kazakhstan dari Almaty ke Nur-Sultan. Alasan pemindahan ini adalah untuk memperkuat kedaulatan negara dan mengurangi kerentanan terhadap ancaman asing.
Selain itu, dengan memindahkan ibu kota ke wilayah tengah, diharapkan dapat mempercepat pengembangan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Tentu saja pemindahan ibu kota ini memakan banyak biaya. Kazakhtan menggelontorkan anggaran total Rp466 triliun untuk perpindahan ini.
Malaysia:dari Kuala Lumpur ke Putrajaya
Pada tahun 1999, Malaysia menggeser ibu kotanya dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Keputusan ini diambil guna mengurangi kemacetan dan meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah.
Perpindahan ini juga diikuti dengan pembangunan infrastruktur modern di Putrajaya, yang membuatnya menjadi salah satu kota terindah di Malaysia.
Berdasarkan laporan dari The Malaysian Reserve, konstruksi awal di Putrajaya dimulai pada tahun 1995. Relokasi ibu kota ini dianggap sebagai proyek paling besar di Malaysia pada saat itu.
Perkiraan biaya relokasi tersebut mencapai US$8,1 miliar. Jika dihitung dengan nilai tukar saat ini sebesar Rp15.531 per dolar AS, berarti pembangunan Putrajaya menghabiskan dana sekitar Rp125 triliun.
Tanzania: dari Dar es Salaam ke Dodoma
Di Afrika, Tanzania juga pernah mengalami perpindahan ibu kota. Pada tahun 1973, Presiden Julius Nyerere memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Dar es Salaam ke Dodoma.
Biaya relokasi ini mencapai 186 juta poundsterling dan membutuhkan waktu selama 10 tahun. Alasannya, untuk meredakan tekanan demografis di Dar es Salaam dan untuk meratakan distribusi pemerintahan di seluruh negara.
Meski perpindahan ini sempat menuai kontroversi, namun kini Dodoma telah menjadi ibu kota resmi Tanzania dan berkembang pesat sebagai pusat pemerintahan.
Pakistan: Karachi ke Islamabad
Pada tahun 1961, Pakistan memutuskan untuk memindahkan ibukotanya dari Karachi ke Islamabad. Keputusan komisi negara tersebut menyatakan bahwa Karachi tidak lagi memenuhi syarat menjadi ibu kota.
Terpilihnya Islamabad sebagai ibu kota baru dianggap cukup representatif. Kota ini berada di ketinggian 450 – 600 meter dari permukaan laut, dengan luas lahan mencapai 65 kilometer persegi. Islamabad dibangun khusus untuk menjadi ibu kota Pakistan, kontruksinya dimulai pada 1961.
Nigeria: Lagos ke Abuja
Nigeria memutuskan untuk menggeser pusat pemerintahan dari Lagos ke kota yang bernama Abuja di tahun 1991. Alasan di balik keputusan tersebut adalah karena Lagos telah menjadi sangat padat.
Sedangkan Abuja terletak di titik tengah negara, dan sebelumnya telah direncanakan sebagai pusat pemerintahan baru. Meskipun perubahan ini terjadi, Lagos tetap berperan sebagai pusat ekonomi paling ramai di Afrika hingga saat ini.
Myanmar: Yangon ke Naypyidaw
Pemerintah militer Myanmar memutuskan untuk pindah ibu kota di tahun 2005 dari Yangon ke sebuah lokasi di bagian utara, yang kemudian diberi nama Naypyidaw. Alasan di balik keputusan ini diyakini sebagian orang, karena khawatir akan potensi serangan asing yang mungkin berasal dari wilayah laut.
Mengutip Architectural Guide : Yangon, disebutkan bahwa Pemerintah Myanmar mengalokasikan dana sekitar US$4 miliar hingga US$5 miliar, atau setara dengan Rp77 triliun, untuk pembangunan Naypyidaw.
Sayangnya, Naypyidaw kini malah dijuluki kota hantu. Pembangunan infrastruktur yang cukup masif tidak beriringan dengan pertumbuhan populasi penduduk. Saat ini Naypyidaw difungsikan sebagai pusat administratif. Kota yang luasnya diklaim 6 kali luas New York ini hanya berpenduduk sekitar 1 juta jiwa, sehingga tampak lengang dan sepi aktivitas.
Turki: Istanbul ke Ankara
Turki pada masa Mustafa Kemal Ataturk melakukan revolusi besar-besaran. Jika dulunya Kekaisaran Ottoman menjadikan Istanbul atau Konstantinopel sebagai ibu kota Turki, Ataturk mengubah statusnya. Bersamaan dengan masa Reformasi Ataturk, ibu kota Turki berpindah dari Istanbul ke Ankara.
Pemindahan berlangsung pada tahun 1923, sebagai respons terhadap penguasaan oleh pasukan Perancis, Inggris, dan Rusia yang saat itu menguasai Istanbul.
Ataturk juga berpandangan bahwa Istanbul sudah terlalu terpuruk secara moral, terutama setelah runtuhnya Kekaisaran Ottoman dan munculnya korupsi di berbagai lini. Ankara secara geografis dinilai lebih strategis sehingga cocok menjadi pusat bagi bangsa Turki.
Australia: dari Melbourne ke Canberra
Pada awal abad ke-20, Australia memutuskan untuk merelokasi ibukotanya, dan pada akhir tahun 1908, keputusan itu diambil. Canberra yang terletak di negara bagian New South Wales, akhirnya dipilih sebagai ibu kota setelah mempertimbangkan Melbourne dan Sydney.
Akibat keputusan tersebut, wilayah pedesaan di New South Wales yang sebelumnya tidak berkembang mulai disiapkan infrastrukturnya. Sementara pembangunan di Canberra berlangsung, Melbourne dijadikan pusat pemerintahan sementara, hingga pembangunan rampung dan diresmikan sebagai ibu kota pada 1927.
Korea Selatan: Seoul ke Sejong
Sejong telah direncanakan sebagai ibu kota baru Korea Selatan sejak tahun 2002, tetapi undang-undang penetapannya baru dirilis tahun 2005. Sementara pengembangannya baru dilakukan pada 2007 dan dibuka secara resmi tahun 2012. Bertahap, sejumlah kemenerian mulai dipindahkan dari Seoul ke Sejong sejak 2015.
Biaya pembangunan awal Sejong tahun 2005 diperkirakan sekitar 8 miliar dollar AS. Tapi, perkiraan lain menyebutkan bahwa jumlah itu membengkak hingga mencapai 22 miliar dollar AS.
Pembangunan Kota Sejong sendiri merupakan sebuah penghormatan atas Raja Sejong yang Agung. Pemimpin legendaris Korea ini memerintah Dinasti Joseon sejak 1397 sampai sekitar tahun 1450.