Ada kecenderungan perilaku yang disebut dengan “crab bucket syndrome“. Pernah dengar? Ini ada hubungannya sama tagar #kaburajadulu yang ramai lagi beberapa waktu belakangan. Dekat sama istilah crab mentality, mentalitas kepiting yang dipunyai banyak orang.
Habitat kepiting memang bukan di dalam ember, tapi di alam bebas yang dekat air laut. Tapi pas mereka ditangkap manusia pemburu dan masuk ember, seekor kepiting yang mau manjat kabur akan ditarik sama kepiting lain. Tujuannya biar dia gagal, dan akhirnya nggak ada satu pun yang berhasil keluar.
Ya, aslinya kepiting juga nggak punya pikiran iri dengki atau nggak terima dengan kesuksesan sesamanya, sih. Tapi insting semacam itu bisa jadi pelajaran buat manusia, yang ternyata punya kecenderungan sama.
Di dunia manusia, fenomena ini sering banget terjadi dalam lingkungan kerja, pertemanan, bahkan keluarga.
Kenapa Mental Manusia Bisa Kayak Kepiting?
Sebenarnya, ini berasal dari ketakutan dan perasaan nggak aman. Waktu lihat orang lain dalam kelompok kita mulai sukses, kita bukannya ikut senang atau mendukung, malah merasa terancam.
“Lho, kok dia bisa? Terus aku gimana?”
Pikiran ini muncul karena kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Dikiranya, seolah-olah sukses itu jumlahnya terbatas, sehingga kita bisa cuma kebagian sedikit atau nggak dapat sama sekali. Padahal, bro, dunia nggak selalu sama kayak yang kamu pikirkan.
Ekspresi Umum Crab Mentality
Bentuk crab mentality juga macam-macam, mulai yang paling ringan kayak perasaan insecure, lalu nyinyiran, sindiran halus, sampai yang paling bahaya, sabotase. Orang yang terjebak dalam pola pikir ini nggak sadar kalau sebenarnya mereka lebih sibuk menjatuhkan orang lain daripada berusaha maju buat dirinya sendiri.
Pernah punya rekan kerja yang selalu mencoba menjatuhkan ide kamu pas rapat? Atau malah bos yang nggak pernah mengakui kerja kerasmu? Kalau bukan bermaksud men-challenge, bisa jadi itu mentalitas kepiting yang sedang beraksi. Saat seseorang takut kehilangan posisi atau merasa tersaingi, mereka bisa saja narik-narik orang lain yang lebih unggul, biar levelnya balik sama lagi.
Selain di kerjaan, mentalitas kepiting bisa juga muncul di sirkel pertemanan. Namanya manusia, nggak semua orang biasa saja kalau lihat orang lain sukses. Kecenderungan yang sama pun mungkin hadir di lingkaran keluarga. Ini yang biasanya lebih menyakitkan.
Nggak sedikit cerita tentang orang yang berusaha meningkatkan kualitas hidupnya malah dapat cemoohan dari keluarganya sendiri. Contoh paling sering, misal ada cewek berprestasi yang sekolah tinggi, eh malah dibilang, “Buat apa? Ujung-ujungnya nanti cuma jadi ibu rumah tangga.”
Kalau kamu mengalami yang kayak gitu, gimana coba?
Bentuk Crab Mentality Bisa Manipulatif
Ekspresi crab mentality memang seringnya berupa nyinyir, sindiran halus atau menjatuhkan, bahkan sabotase terang-terangan. Tapi, kadang bentuknya juga bisa lebih halus dan manipulatif. Salah satunya lewat permainan emosi dengan menarik simpati orang lain.
Kamu bisa mulai membayangkan seseorang di lingkaranmu yang terus-terusan ngeluh soal nasib buruknya. Dia sering merasa kurang beruntung dibanding kamu, sulit berkembang, atau selalu terjebak dalam keadaan yang sama. Bukan karena dia nggak punya kesempatan, tapi lagi-lagi karena ketakutan. Setiap ada peluang, mereka milih tetap di zona nyaman dengan berbagai alasan.
Sayangnya, waktu lihat kamu maju, bukannya ikut senang atau termotivasi, mereka justru bikin kamu merasa bersalah.
Misalnya dengan berkata, “Enak ya, kamu. Aku mah nggak punya kesempatan kayak gitu.” Contoh lain, pas kamu mau resign dari kantor toxic ke tempat kerja yang jauh lebih baik. Dia bilang, “Nanti kalau kamu pergi, siapa yang bantu aku?” Atau, “Aku nggak seberuntung kamu, makanya stuck di sini.”
Kalau kamu terlalu larut, bisa-bisa kamu ragu untuk melangkah lebih jauh. Kamu ingin berkembang, tapi terhalang karena merasa bertanggung jawab atas keadaan mereka. Padahal, yang kayak gitu adalah bentuk lain dari mentalitas kepiting. Bikin kepiting lain yang mau kabur jadi urung, bukan dengan narik untuk menjatuhkan, tapi memainkan rasa bersalah.
Cara Bebas dari Jebakan Para Kepiting
Lalu gimana solusinya kalau kamu menghadapi para kepiting jujur dan manipulatif kayak gitu? Kalau menurut laman Psychology Today yang mengutip pendapat Obinna Ogadah, penulis buku Unlocking Your Potential Power: The Renaissance Gentleman’s Guide To Success in His 20s and Beyond, begini.
Pastinya, kamu harus teguh dan kukuh megang prinsip dan jalan hidup yang kamu pilih. Waktu mendengar ada komentar negatif atas pencapaianmu, kamu bisa milih-milih mana yang bagus jadi asupan dan mana yang sebaiknya keluar dari kuping kanan. Ada kalanya kamu menerima kritik dan saran, tapi nggak semua pendapat perlu didengarkan, apalagi dimasukkan ke dalam hati.
Berikutnya, sebaiknya kamu terus meningkatkan kualitas diri, semampunya. Dan seiring dengan itu, tingkatkan juga percaya dirimu. Soalnya, kamu cuma bisa ditarik ke bawah kalau aslinya percaya dirimu rendah. Jadi, mari belajar skill baru, asah yang lama, dan terus berkembang. Kalau kamu diam di tempat, siap-siap saja jadi sasaran empuk dari pemancar energi negatif.
Lebih lanjut, kalau bisa jadilah panutan buat orang lain. Menginspirasi, bikin orang lain pengen niru apa yang kamu lakukan. Berpengaruh secara positif, bikin mereka yang iri jadi susah menjatuhkan kamu. Bahkan bisa jadi mereka terdorong untuk ikut berkembang juga kayak kamu.
Selain itu, kamu memang harus selalu bersemangat. Kalau sudah matang dengan pilihanmu, teruslah berusaha mengejarnya, jangan mudah goyah. Tapi gimana kalau suatu saat gagal? Wajar. Mau di kerjaan, pertemanan, atau urusan lain, jatuh bangun itu bagian dari perjalanan. Tapi daripada larut dalam kegagalan dan sakit hati karena kebawa omongan orang, mendingan evaluasi dan cari tahu apa yang bisa diperbaiki. Mudah-mudahan, orang-orang yang awalnya meragukanmu, lama-lama bakal respect saat melihatmu tetap bertahan.