Wisuda oh wisuda.. dinanti-nanti, tapi kadang juga dibenci. Di Indonesia, momen pelepasan peserta didik yang sakral ini bikin bimbang orang tua karena butuh biaya ekstra. Apalagi, wisuda kita nggak cuma buat Sarjana. Acara wisuda digelar di jenjang wajib belajar 13 tahun—mulai TK sampai SMA.
Zaman dahulu kala, cuma universitas yang bikin wisuda, buat menetapkan sistem pemberian gelar kayak bachelor dan master.
Istilah “graduation” atau kelulusan asalnya dari Bahasa Latin gradus, yang artinya “langkah”. Setiap kelulusan dianggap jadi langkah naik ke jenjang berikutnya di dunia ilmu.
Sejarah Acara Wisuda
Menurut catatan di banyak situs, wisuda sudah ada sejak abad ke-12. Tradisi ini pertama kali muncul di universitas-universitas awal di Eropa seperti Universitas Bologna (Italia, 1088), Universitas Paris (Prancis, sekitar 1150), dan Universitas Oxford (Inggris, 1167).
Waktu itu, universitas masih sangat kental dengan nuansa gereja. Jadi, upacara kelulusan bukan cuma formalitas, tapi momen sakral di mana mahasiswa dinyatakan siap jadi sarjana atau bahkan pengajar. Ada semacam ritual akademik buat ngukuhkan status itu.
Tahun 1432, Oxford mengenalkan tradisi baccalaureate alias pidato atau khotbah kelulusan. Para bachelor wajib menyampaikan khutbah dalam Bahasa Latin sebagai bagian dari ujian akademik. Itulah yang jadi cikal bakal upacara wisuda kekinian.
Seiring waktu, tradisi wisuda ikut nyebar ke Amerika dan makin berkembang. Di abad ke-18, wisuda mulai jadi acara sosial besar, bukan cuma soal akademik. Ada prosesi resmi, musik, dan pembicara penting yang datang buat kasih wejangan. Rasanya kayak gabungan antara seremoni kerajaan dan pesta keluarga besar.
Masuk abad ke-19, makin banyak perguruan tinggi berdiri di AS, apalagi setelah munculnya Undang-Undang Morrill tahun 1862 yang bikin pendidikan tinggi lebih terbuka untuk semua kalangan.
Awal abad ke-20, wisuda mulai distandarisasi secara nasional di AS. Setiap kampus memang punya adat masing-masing, tapi elemen-elemen utama mulai mirip satu sama lain.
Kalau di negara kita tercinta ini, wisuda dipengaruhi tradisi Belanda dan Inggris lewat institusi pendidikan kolonial.
Kostum Wisuda
Wisuda identik sama atribut khas kayak toga (jubah hitam panjang) sama topi kotak. Sama juga, kampus-kampus Eropa yang pertama kali pakai kostum begitu.
Di awal abad pertengahan, kampus belum kayak sekarang. Gedungnya dingin, sendu, suasananya formal, kayak di film Harry Potter. Banyak profesor merangkap pendeta atau biarawan. Makanya, pakaian akademik zaman dulu mirip jubah pendeta lengkap sama tudung kepala. Alasannya juga buat bertahan dari hawa dingin di ruang belajar yang nggak punya pemanas.
Fyi, tudung kepala itu ternyata bukan cuma penutup kepala biasa. Dalam budaya bangsa Celtic, jubah bertudung biasanya dipakai para pendeta Druid, sebagai simbol kecerdasan dan martabat. Makanya pas buat merepresentasikan para cendekiawan.
Topi wisuda kotak alias mortarboard juga punya sejarah panjang. Bentuknya yang sekarang ternyata berasal dari topi yang disebut biretta, yang dulu dipakai para pendeta dan dosen Katolik sejak abad ke-14.
Di Universitas Coimbra, Portugal, aturan soal toga dan topi sudah dicatat sejak tahun 1321, mewajibkan semua doktor dan sarjana untuk tampil rapi dengan busana akademik saat upacara.
Nah, di Inggris, sejak era Raja Henry VIII, aturan soal pakaian akademik makin ketat. Oxford dan Cambridge jadi pelopor penetapan standar busana wisuda, bahkan sampai ke detail kecil.
Mereka melarang pakaian yang dianggap berlebihan dan mengharuskan semua peserta upacara kelulusan pakai pakaian seragam. Niatnya, supaya ada rasa persatuan dan identitas bersama sebagai civitas akademika.
Tradisi memberi warna tertentu pada jubah wisuda tergolong baru dan lebih umum di Amerika. Misalnya, putih untuk sastra dan seni, merah untuk teologi, hijau untuk kedokteran, zaitun untuk farmasi, dan kuning keemasan untuk ilmu pengetahuan.
Tapi sebelum semua itu rapi seperti sekarang, kostum akademik di Eropa dulu justru bikin bingung karena beda-beda antar kampus. Maka, pada akhir abad ke-19, sekelompok institusi pendidikan tinggi Amerika Serikat memutuskan untuk menstandarkan semuanya.
Salah satu tokohnya adalah Gardner Cotrell Leonard, seorang mahasiswa Williams College. Dia merancang gaun wisuda untuk kelasnya tahun 1887, dan belakangan bekerja sama dengan Komisi Antarperguruan Tinggi untuk bikin sistem pakaian akademik nasional.
Kode pakaian “Intercollegiate Code of Academic Costume” disahkan dalam pertemuan di Universitas Columbia tahun 1895. Para sarjana wajib pakai jubah lengan panjang saat wisuda.
Sejak itu, warna dan model pakaian wisuda di Amerika jadi seragam dan terorganisir. Tahun 1986, aturan ini diperbarui lagi, termasuk soal penambahan warna biru tua buat gelar Ph.D. Buat topinya juga distandarkan warna hitam dengan rumbai di tengah atasnya.
Ijazah yang Dulu Nggak Kayak Sekarang
Kalau sekarang kita terima ijazah dalam map elegan dengan cap kampus, zaman dulu beda banget.
Di era awal-awal wisuda, ijazah itu ditulis tangan di atas kulit domba yang tipis banget, sampai bisa digulung kayak kertas. Makanya dulu orang sering menyebut ijazah sebagai sheepskin. Ijazah model beginian biasanya digulung rapi dan diikat pita sebelum diserahkan ke lulusan.
Tapi seiring waktu, sekitar 100 tahun yang lalu, bahan kulit diganti jadi kertas perkamen dan bentuk ijazah mulai distandarisasi.
Biar tetap awet, barulah muncul ide bikin sampul ijazah kayak yang kita kenal sekarang. Meskipun isinya sekarang datar dan pakai map, kebiasaan menggulung kertas lalu kasih pita itu masih sering dipakai secara simbolis. Apalagi kalau dokumen aslinya belum jadi pas hari H.
Lempar Topi Wisuda
Lempar topi bareng-bareng pas wisuda jadi tradisi yang penting nggak penting. Nggak semua tempat juga melakukan selebrasi tsb. Tapi ada sejarahnya juga.
Asal-usulnya datang dari Akademi Angkatan Laut Amerika Serikat (US Naval Academy) tahun 1912. Waktu itu, lulusan akademi langsung diangkat jadi perwira setelah upacara kelulusan. Artinya mereka nggak butuh lagi topi taruna mereka, karena bakal pakai topi perwira yang baru.
Sebagai simbol perpisahan, mereka melempar topi taruna lama ke udara. Itu juga jadi simbol kebebasan setelah menyelesaikan pendidikan super ketat. Tradisi ini kemudian ditiru sama kampus-kampus lain di Amerika sampai sekarang.
Wisuda di Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wisuda berarti peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara khidmat. Definisi lainnya, wisuda adalah upacara peneguhan atau pelantikan bagi seseorang yang lulus dari jenjang pendidikan tertentu.
Jadi, wisuda bukan cuma seremoni, tapi juga punya nilai simbolik: transisi dari fase belajar ke fase kontribusi nyata di masyarakat.
Sekarang, wisuda bukan cuma buat sarjana. Ada wisuda TK, wisuda kursus bahasa, wisuda hafalan Al-Qur’an, bahkan ada istilah wisuda cerai (yang satu ini nggak perlu toga, tapi kadang tetap pakai pesta).
Saking banyaknya acara wisuda dalam masa pendidikan seorang anak, orang tua ikut pusing karena berkali-kali keluar biaya. Wisuda berbagai jenjang di Indonesia akhirnya jadi pro kontra.
Ada yang setuju biar si anak punya kenang-kenangan dan foto toga yang bisa dipajang. Ada yang menolak karena rasanya nggak gitu perlu euphoria.
Jadilah beberapa pemerintah daerah melarang perayaan wisuda di jenjang pendidikan tertentu. Tapi ya terserah kalau mau menyelenggarakan secara swadaya, atau kesepakatan bersama.