Makan serangga itu menyehatkan, tapi nggak semua orang terbiasa dengan bahan makanan yang satu ini. Bahkan, Hipmin sendiri masih berpikiran kalau makan serangga itu menjijikkan. Kamu juga?
Tapi asal kamu tahu saja, nggak sedikit penduduk Bumi yang mengonsumsi serangga. Di beberapa daerah lokal Indonesia, makan serangga malah sudah lumrah.
Salah satunya orang Gunungkidul, DIY, yang punya kebiasaan memasak jangkrik, belalang, kumbang puthul, ulat jati, atau laron. Baik secara direbus maupun digoreng, terutama dengan bumbu pedas.
Atau sebagian masyarakat Papua yang suka menangkap tonggeret, serangga pohon yang berciri khas suaranya yang nyaring. Termasuk dalam famili cicadeae, bentuknya mirip lalat dengan ukuran lebih besar. Tonggeret digoreng gurih untuk disantap sebagai lauk.
Di negeri tetangga, seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja, ada budaya lazim bergenerasi tentang kebiasaan makan serangga. Baru-baru ini, Pemerintah Singapura lewat badan pangan setempat malah membuat rilis resmi yang memuat daftar 16 jenis serangga layak konsumsi (edible insects).
Inisiatif Singapura ini sejalan sama langkah FAO (Food & Agriculture Organization), organisasi pangan PBB. Mereka lagi mendorong konsumsi serangga sebagai sumber protein tinggi yang lebih ramah lingkungan. Bukan nggak mungkin, serangga bakal jadi solusi masalah pangan global yang mengancam di masa depan.
Kandungan Gizi dalam Serangga
Kabarnya serangga punya sejumlah kebaikan buat kesehatan badan. Tentunya tidak semua serangga, cuma beberapa jenis saja yang dinilai layak konsumsi. Itu istilah bahasa Inggrisnya, edible insects.
Merangkum artikel terbitan FAO (13/09/2022), edible insects bisa jadi makanan tambahan yang menyehatkan. Daging atau bagian tubuh serangga yang bisa dimakan, menyediakan energi, lemak, protein, hingga serat. Beberapa juga mengandung aneka jenis mineral, seperti kalsium, seng, dan zat besi, tergantung jenis serangganya.
Kandungan-kandungannya yang bagus membuatnya pas sebagai alternatif daging konvensional dari sapi atau babi. Contohnya, dalam 100 gram daging sapi mengandung 23,5 gram protein, dengan 21,2 gram lemak. Sementara 100 gram jangkrik mengandung zat gizi yang lebih bervariasi, yakni 121 kalori, 12,9 gram protein, 5,5 gram lemak, dan 5,1 gram karbohidrat.
Untuk melihat catatan lengkap tentang data komposisi gizi edible insects beserta macam-macam jenis bahan pangan lainnya. Silakan buka laman repositori database FAO lewat link ini.
Kamu Mau Makan Serangga?
Kalau kamu besar di lingkungan masyarakat dengan kultur menyantap serangga, lebih besar kemungkinan untuk ketularan kebiasaan itu. Tapi gimana dengan yang belum terbiasa? Kalau ditawari, Hipmin yakin kebanyakan dari kamu akan menolak dengan jijik.
Kalau kamu ingin makan mencoba makan serangga, sebaiknya jangan sembarangan. FAO menyebut ada 1.900 jenis hewan kecil berkaki enam ini yang bisa dimakan. Sementara jumlah serangga yang berhasil tercatat di seluruh dunia mencapai 1 juta spesies lebih. Di antara 1.900 jenis serangga itu, yang paling umum dimakan adalah kumbang, ulat, lebah, semut, belalang, dan jangkrik.
Kalaupun kamu nggak mau makan, tanpa disadari serangga sudah lama menjajah industri makanan kita. Nggak percaya?
Salah satu contohnya, ada di pewarna permen, yogurt, gelatin, atau produk-produk minuman, yaitu karmin.
Warna ini diekstrak dari serangga bernama cochineal yang hidup dengan makan kaktus. Bentuknya mini, berwarna merah, berkaki 6, dengan sepasang sungut di kepalanya. Jantannya punya sayap kembar dan tubuhnya lebih panjang. Sementara cochineal betina cenderung lonjong dan gemuk.
Dalam kasus lain, beberapa jenis makanan sangat mungkin mengandung serangga mati atau telurnya, contohnya cokelat. Sampai-sampai BPOM-nya AS, FDA (Food and Drug Administration) menetapkan kadar maksimal untuk serangga atau telurnya yang diizinkan masuk ke produk makanan di pasaran. Misalnya, setiap 100 gram cokelat nggak boleh mengandung lebih dari 60 serpihan serangga, maksimal 10% serangga di dalam biji kopi, atau maksimal 5 telur lalat dalam jus buah.
Jadi kalau dipikir-pikir, kemungkinan kamu pernah memakan serangga, meskipun bentuknya sudah berubah total. Hanya saja, kamu sudah memakannya tanpa sadar. Beda dengan 2 miliar populasi manusia yang sudah mengonsumsi serangga dalam program diet mereka.