Rapat Parlemen—atau kalau di Indonesia namanya Rapat Paripurna—nggak selamanya berjalan mulus dengan hasil musyawarah mufakat. Adu argumen, saling serang dan marah-marah, mungkin sudah jadi pemandangan biasa.
Kalau masih pada nggak puas, bisa-bisa arena rapat berubah jadi panggung gulat. Rapat harus dihentikan karena chaos.
Sialnya, aksi drama itu kadang kebetulan disiarkan secara live. Tentu nggak butuh waktu lama, tingkah unik dan nyeleneh peserta rapat saat mengajukan protes, jadi bahan gunjingan publik.
Belakangan lagi seliweran video aksi protes peserta rapat parlemen Selandia Baru yang tiba-tiba teriak dan melakukan haka, tarian tradisional suku Māori.
Pemandangan itu terjadi saat voting ketetapan rancangan undang-undang (RUU) kontroversial yang menafsirkan ulang perjanjian pendirian negara antara suku pribumi Māori dengan Kerajaan Inggris, Kamis (14/11).
Pentas haka mendadak diawali oleh Hana-Rawhiti Maipi-Clarke, anggota parlemen muda dari Te Pāti Māori. Anggota lain lalu menyauti dan meluas ke penonton di galeri publik. Ruang sidang langsung bergemuruh.
Aksi ini bikin Ketua DPR Gerry Brownlee kewalahan. Dia minta siaran langsung dari ruang sidang dihentikan. Salah satu anggota parlemen veteran Māori sampai diusir, dan Maipi-Clarke kena skorsing sehari.
Masalahnya berakar pada Perjanjian Waitangi, dokumen keramat berusia 184 tahun yang jadi landasan hubungan antara Kerajaan Inggris dan suku Māori.
Perjanjian ini pertama kali ditandatangani pada 1840 dan sampai sekarang masih dipakai sebagai pedoman hukum. Tapi ya gitu, terjemahan Inggris dan Māori di perjanjian itu punya interpretasi beda.
Akibatnya hak-hak Māori banyak dilanggar, mulai dari penyitaan tanah sampai terpinggirkannya bahasa dan budaya mereka.
Seiring waktu, perjuangan Māori akhirnya mulai diakui. Mereka dapat kompensasi tanah, dukungan bahasa Māori, sampai jaminan keterwakilan di pemerintahan. Tapi, nggak semua orang setuju.
Ditulis di Time, David Seymour, pemimpin Partai ACT yang juga orang Māori, bilang kalau prinsip-prinsip perjanjian ini terlalu kabur. Karena itu, dia mengusulkan RUU untuk mempersempit interpretasi perjanjian tersebut.
Tapi, RUU ini bikin gerah banyak orang. Te Pāti Māori, partai yang mendukung hak-hak Māori, nggak tinggal diam. Mereka melawan di dalam dan luar parlemen.
Protes nggak cuma berhenti di situ. Ratusan orang menggelar pawai sembilan hari ke Wellington sebagai bentuk perlawanan. Aksi ini juga diprediksi bakal lanjut dan menarik puluhan ribu orang dalam demonstrasi besar-besaran minggu depan.
Meskipun RUU itu sudah lolos pembacaan pertama, nasibnya hampir pasti mentok. Mitra koalisi pemerintah, Partai Nasional dan Partai Pertama Selandia Baru, hanya mendukung pembacaan pertama tanpa niat meloloskannya jadi undang-undang.
Tapi, apapun hasilnya, protes ini menunjukkan kalau isu hak-hak Māori masih jauh dari selesai.
Rapat Parlemen yang Diwarnai Protes Kisruh
Protes massal saat rapat parlemen juga pernah terjadi di banyak negara. Kebanyakan ending-nya jadi kisruh. Contoh-contohnya di negara berikut:
1. Adu Tinju di Parlemen Taiwan (2024)
Di Taiwan, sidang parlemen sering berubah jadi ajang pertarungan seru, seperti pada Jumat (17/5). Anggota parlemen saling dorong, tendang, sampai pukul-pukulan di tengah pembahasan rancangan reformasi yang kontroversial.
Reformasi ini mencakup usulan untuk mengawasi tindakan pemerintah lebih ketat dan melibatkan aturan yang mengkriminalisasi pejabat yang dianggap menyebar pernyataan palsu di parlemen.
Perkelahian terjadi karena partai oposisi Kuomintang (KMT) yang mengusulkan aturan tersebut. Sementara partai penguasa, Partai Progresif Demokratik (DPP), menolak habis-habisan. Mereka menilai aturan itu terlalu berlebihan dan bertentangan dengan konstitusi.
Drama sudah dimulai bahkan sebelum sidang, dengan anggota parlemen saling tuduh dan menghina di luar gedung.
Saat masuk ruang sidang, kekacauan makin memanas: ada yang loncat ke meja, menarik kolega mereka ke lantai, sampai mengelilingi kursi ketua parlemen.
Baku hantam ini berlangsung sampai sore hari. Nggak pandang laki perempuan. Tapi, hal seperti ini memang bukan kejadian baru di parlemen Taiwan, yang sudah dikenal gampang “panas” kalau ada isu kontroversial.
2. Perdana Menteri Disiram di Parlemen Kosovo (2023)
Juli 2023, kericuhan pecah di parlemen Kosovo waktu Perdana Menteri Albin Kurti disiram air oleh anggota parlemen dari oposisi. Setelah perdebatan panas selama tiga hari tentang rekaman audio yang membocorkan percakapan anggota partai berkuasa dan pejabat wilayah utara.
Ketegangan semakin memanas karena rekaman tersebut mengungkapkan bahwa Mimoza Kusari-Lila, Ketua Partai Kurti, pernah berbicara dengan Milan Radojcic, pejabat Serbia yang dikenai sanksi AS atas keterlibatannya dalam kejahatan terorganisasi dan korupsi.
Kerusuhan ini terjadi setelah ketegangan di wilayah utara Kosovo—yang mayoritas penduduknya etnis Serbia—meningkat. Terutama setelah pemilihan umum yang menghasilkan wali kota etnis Albania.
Oposisi menuduh Kurti nggak cukup tegas dalam menangani ketegangan ini. Sampai akhirnya merusak hubungan Kosovo dengan sekutu Baratnya, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Drama siram air itu berujung aksi dorong-dorongan dan saling serang antara anggota parlemen yang memicu intervensi polisi.
3. Rebutan Suara di Parlemen Inggris (2024)
Parlemen Inggris sempat panas pada 21 Februari 2024 lalu, saat voting soal gencatan senjata di Gaza memicu keributan.
Ketegangan ini muncul karena tiga partai besar—Partai Buruh, Partai Konservatif, dan Partai Nasional Skotlandia (SNP)—berebut untuk memenangkan suara dalam perdebatan tentang konflik Israel-Hamas.
Pemimpin rapat parlemen, Lindsay Hoyle, mengabaikan preseden dengan mengizinkan pemungutan suara atas berbagai amandemen yang diajukan oleh masing-masing partai. Biasanya, hanya amandemen dari pemerintah yang akan dipilih.
Keputusan ini memicu protes keras. Beberapa anggota parlemen sampai walk out. Bahkan, ada yang berusaha mengadakan sidang tertutup.
Hoyle minta maaf dan bilang kalau keputusan itu diambil demi melindungi keamanan para anggota parlemen, yang beberapa di antaranya menerima ancaman kekerasan akibat sikap mereka terhadap perang ini.
Keputusan kontroversial itu memunculkan tuduhan dari beberapa anggota parlemen yang menilai bahwa Hoyle telah menyebabkan “krisis konstitusional.”
Pimpinan DPR, Penny Mordaunt, juga mengkritik tindakan Hoyle yang dianggap merusak integritas parlemen.
Situasi ini menjadi simbol ketegangan internal yang sedang melanda Partai Buruh, yang terpecah dalam menyikapi kebijakan terhadap konflik Timur Tengah pasca serangan Hamas pada Oktober 2023.
4. Hujan Interupsi di Sidang Paripurna DPD RI (2024)
Sidang Paripurna Ke-12 DPD RI yang digelar Jumat, 12 Juli 2024, berubah jadi panggung drama ketika suasana memanas gara-gara hujan interupsi.
Insiden ini bermula saat Ketua DPD, LaNyalla Mahmud Mattalitti, membacakan draf tata tertib hasil tim kerja (timja) yang dianggap kontroversial oleh sejumlah anggota.
Tapi masalahnya, banyak interupsi dari anggota yang nggak digubris LaNyalla, bikin beberapa peserta sidang naik darah.
Salah satu momen panas datang dari Filep Wamafma, anggota yang paling vokal melayangkan protes. Ia mempertanyakan keabsahan pembentukan timja yang nggak dijawab tuntas menurutnya.
Bahkan, saat mencoba bicara lagi, mikrofon Filep tiba-tiba mati, menambah bumbu ricuhnya sidang.
Puncaknya terjadi waktu LaNyalla minta persetujuan soal draf tata tertib itu. Sekitar belasan anggota DPD berdiri dan maju ke meja pimpinan sidang.
Salah satu anggota bahkan coba merebut palu sidang. Keadaan makin chaos sampai petugas pengamanan turun tangan untuk menjaga meja pimpinan sidang. Meski akhirnya sidang bisa dilanjutkan, suasana sudah terlanjur panas.
Masih banyak sih rapat parlemen yang kisruh gara-gara protes gitu. Pernah di tahun 2010, parlemen Ukraina jadi arena mini perang, ada bom asap, telur beterbangan. Ketua Parlemen sampai harus berlindung di bawah payung.
Tapi kalau mau dibahas lebih jauh sepertinya kejauhan. Kurang tahu juga sekarang pejabatnya masih sama atau nggak.