Selain pernak-pernik penunjang kehangatan seperti topi dan kaus kaki, sejak bayi, kita sudah dikenalkan dengan perlengkapan tidur seperti bantal dan guling. Bentuknya juga akan berubah seiring ukuran tubuh yang terus tumbuh.
Ngomongin soal guling, kamu sudah tahu belum kalau benda tersebut dulunya punya fungsi yang cukup emm.. unik? Tahu juga nggak kalau ternyata nggak semua negara di dunia pakai guling?
Guling sudah ada dari zaman kolonial. Waktu itu bahkan guling disebut-sebut cuma ada di Indonesia. Presiden RI ke-1 Soekarno sampai bangga dan menganggap guling jadi salah satu identitas bangsa.
Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat (1965) karya Cindy Adams, Bapak Proklamator bilang kalau “Orang Indonesia hidup dengan getaran perasaan. Kita satu-satunya bangsa di dunia yang memiliki jenis bantal yang digunakan hanya untuk berpelukan. Di setiap tempat tidur Indonesia, ada bantal sebagai hulu dan bantal kecil yang disebut guling. Guling ini bisa kita peluk sepanjang malam.”
Achmad Sunjayadi dalam bukunya Tourism in the Dutch East Indies 1891–1942 (2019) juga cerita kalau turis asing seperti William Basil Worsfold merasa senang sekali dengan kenyamanan hotel di Jawa pada masa itu.
Benda panjang ini jadi favorit turis Eropa karena bisa dipeluk sepanjang malam, bikin mereka merasa lebih nyaman di tempat asing.
Asal kamu tahu, ada sebutan khusus buat guling zaman dulu, yaitu Dutch Wife atau “Istri Belanda”.
Guling di Zaman Belanda
Ceritanya, di masa kolonial, banyak pria Belanda yang datang ke Indonesia (atau Hindia Belanda waktu itu) untuk bekerja, berdagang, atau sekadar merantau.
Karena mereka jauh dari keluarga atau pasangan yang tinggal di Eropa, kehidupan sehari-hari jadi terasa sepi, terutama saat malam hari.
Buat mengatasi rasa kesepian itu, mereka akhirnya tidur dengan memeluk guling—yang dibayangkan sedang memeluk seseorang. Dari sini muncul istilah Dutch Wife sebagai candaan buat para pria Belanda yang “tidur bersama istri” mereka.
Menurut Haryoto Kunto & Deddy H. Pakpahan dalam Seabad Grand Hotel Preanger, 1897-1997, guling jadi teman tidur buat para kompeni yang nggak punya pasangan di Indonesia.
Mereka bisa tidur sambil memeluk guling erat-erat, seolah-olah sedang bersama orang tercinta di kampung halaman.
Dalam buku Jejak Langkah (bagian dari Tetralogi Pulau Buru), Pramoedya Ananta Toer mengangkat kisah unik soal Dutch Wife.
Cerita ini digambarkan dalam percakapan lucu antara mahasiswa kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) yang lagi seru ngobrolin kebiasaan para tuan tanah kolonial.
Salah satu mahasiswa, Wilam, membuka percakapan dengan celetukan, “Tahu kalian apa sebab di dalam asrama nggak boleh ada guling?”
Mendengar pertanyaan itu, seisi asrama langsung terdiam penasaran. Wilam pun lanjut cerita, “Kalian dengarkan baik-baik aku ceritai. Guling, yang kalian sukai di ranjang itu tak akan ditemukan di negeri-negeri lain di dunia. Setidak-tidaknya begitu cerita mamaku. Tak tahulah sepuluh tahun mendatang.”
Wilam bilang kalau para pria Belanda yang datang ke Hindia biasanya nggak bawa istri atau pacar. Jadi sebagian dari mereka akhirnya cari wanita open BO.
Tapi, bagi yang lagi irit alias nggak mau keluar banyak biaya, lebih pilih guling untuk teman tidur. Nah dari situlah guling dijuluki sebagai gundik yang tak bisa kentut.
“Tapi orang Belanda terkenal sangat pelit. Mereka ingin pulang ke negerinya sebagai orang berada. Maka banyak juga yang tak mau menggundik. Sebagai pengganti gundik mereka membikin guling.”
“Itu memang bikinan Belanda tulen, gundik tak berkentut. Dutch Wife,” kata Wilam dalam tulisan Pram.
Wilam juga cerita kalau istilah Dutch Wife ini dipopulerkan oleh Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles, saat Inggris sempat memimpin Hindia Belanda. Orang Inggris pun ikut jatuh cinta dengan guling.
Guling jadi barang incaran pertama yang mereka cari begitu menginjakkan kaki di tanah Hindia. Gara-gara ini, orang Belanda balik mengejek Inggris dengan menyebut guling sebagai “British Doll.”
Kebiasaan tidur bersama guling akhirnya menular ke orang-orang Indonesia. Selain bikin nyaman, posisi tidur dengan memeluk guling juga bermanfaat buat kesehatan. Guling bisa menjaga postur tubuh dan mengurangi risiko nyeri leher dan punggung saat tidur.
Buat penderita asam lambung atau GERD, tidur miring ke kiri sambil peluk guling bisa jadi solusi. Dengan posisi ini, cairan asam lambung lebih sulit buat naik ke kerongkongan, bikin tidur lebih tenang tanpa gangguan.
Guling juga baik buat ibu hamil. Tiduran miring ke kiri pakai guling di antara kedua kaki bikin sirkulasi darah ke janin lancar, ngurangin kram, dan bantu bumil bernafas lebih lega. Dll, masih banyak lagi.
Guling di Negara Lain
Meski katanya guling cuma ada di Indonesia, beberapa negara juga punya teknologi serupa.
Di Tiongkok, ada yang namanya zhufuren atau “bantal istri”. Kalau di Korea disebut jukbuin. Materialnya biasanya terbuat dari anyaman bambu dengan rongga di dalamnya, bikin udara lebih mengalir dan sejuk.
Di Jepang ada juga istilah dakimakura. Belakangan lebih populer di kalangan anak muda sebagai aksesori dan teman tidur bergambar karakter anime favorit mereka. Bantal panjang yang satu ini sudah jadi bagian dari budaya Otaku di Jepang.
Di Filipina, benda serupa dikenal sebagai abrazador, yang berasal dari bahasa Spanyol berarti “pelukan.” Fungsinya mirip dengan guling di Indonesia, buat menemani tidur dan menambah kenyamanan.