• About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten
Friday, December 19, 2025
hipkultur.com
  • Login
  • Register
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
hipkultur.com
No Result
View All Result
Home Kultur Pop

Rekap 2024: Huru-Hara Khazanah Film Internasional

Lionita Nidia by Lionita Nidia
21 December 2024
in Kultur Pop
0
Rekap 2024: Film

Rekap 2024: Film

0
SHARES
0
VIEWS
Bagikan di WABagikan di TelegramBagi ke FBBagi ke X

5. It Ends With Us

Kalau kamu rajin scroll TikTok, nama Colleen Hoover dan bukunya yang viral It Ends With Us nggak asing lagi. Novel ini sebenarnya dirilis tahun 2016, tapi berkat booming-nya BookTok, kisah tentang Lily Bloom dan hubungan toxic-nya dengan Ryle Kincaid ini kembali jadi sorotan.

Sayangnya, bukan cuma fans, kritik juga datang bertubi-tubi. Banyak yang menilai ceritanya terlalu melodramatis bahkan romantisasi kekerasan dalam rumah tangga. Plus, gaya penulisan Hoover sering dibilang terlalu klise dan nggak masuk akal oleh para netizen kreatif di TikTok.

Lompat ke tahun 2024, Hollywood mencoba memanfaatkan hype ini dengan mengadaptasi It Ends With Us ke layar lebar. Menggandeng Blake Lively sebagai Lily Bloom dan Justin Baldoni sebagai Ryle Kincaid. Tapi, seperti ceritanya yang penuh konflik, proses produksi dan promosi filmnya juga nggak kalah heboh.

Bayangin aja, sebelum filmnya rilis, udah ada desas-desus soal hubungan kurang akur antara Baldoni dan para pemain lainnya.

Dari gosip nggak difotonya Baldoni bareng Lively di premiere New York, sampai kabar kalau mereka nggak saling follow di Instagram (menurut para detektif internet). Ada rumor juga yang menyebut kalau Lively dan Baldoni nggak sepaham soal versi akhir film.

Belum cukup, wawancara Blake Lively di karpet merah juga disorot. Dia dengan santainya bilang kalau suaminya, Ryan Reynolds, ikut menulis adegan penting dalam film ini. Masalahnya, sutradara Baldoni malah nggak tahu soal itu dan mengira adegan itu murni improvisasi Lively. Hadeeh.

Film ini juga nggak lepas dari kritik pedas karena promosinya yang dianggap terlalu fun and flowery. Fokusnya lebih ke hubungan romantis Lily dan Ryle, plus pekerjaan Lily sebagai penjual bunga. Banyak yang merasa tema serius soal kekerasan dalam rumah tangga malah terabaikan.

Lively ikut jadi sasaran komentar negatif karena lebih banyak ngomongin outfit bermotif bunga dan promosi produk rambutnya selama tur pers.

Kalau kamu mikir ini drama udah selesai, tunggu dulu. Netizen juga nggak lupa ngangkat soal pemilihan pemain. Lively (36) dan Baldoni (39) dianggap terlalu tua buat peran mereka. Tapi Hoover membela. Dia bilang kalau usia yang lebih dewasa sebenarnya justru membetulkan kesalahan di novelnya. “Ahli bedah saraf nggak mungkin berusia 20-an,” katanya. Jadi, intinya, itu salah dia.

Film ini yang awalnya diharapkan bisa memancing diskusi serius tentang trauma generasi dan kekerasan dalam rumah tangga, yang terjadi justru sebaliknya. Meme Blake Lively jadi bahan candaan, drama di balik layar terus digoreng, dan pemasaran filmnya dicap “tone-deaf”. It Ends With Us pun masuk daftar kontroversi selebriti terbesar tahun ini.

Tapi, menurut kamu, semua huru-hara ini justru bikin filmnya makin laris, atau malah bikin banyak orang males nonton?

6. Joker: Folie à Deux

DC Universe lagi-lagi failed. Joker: Folie à Deux, film yang awalnya digadang-gadang bakal bikin penonton histeris, malah masuk daftar kontroversi. Angka box office minggu pertama film ini terjun bebas, bikin banyak orang menyebutnya salah satu kegagalan besar untuk film adaptasi komik.

Film ini sebenarnya punya modal kuat: Joaquin Phoenix balik jadi Arthur Fleck alias Joker, plus Lady Gaga tampil perdana sebagai Harley Quinn. Kombinasi dua nama besar ini seharusnya bisa jadi magnet.

Tapi, nyatanya Warner Bros harus gigit jari. Setelah dua proyek sebelumnya, The Flash dan Blue Beetle, gagal mendulang antusiasme, harapan mereka lewat Joker 2 juga nggak sesuai ekspektasi.

Fans mungkin masih ingat kalau Joker (2019) itu awalnya film standalone. Todd Phillips, sutradaranya, bikin cerita asal-usul Arthur Fleck dengan nuansa yang gelap dan penuh drama psikologis, beda dari film superhero kebanyakan. Tapi gara-gara film pertama sukses gila-gilaan, studio nggak tahan buat ngeluarin sekuelnya.

Sayangnya, keputusan itu justru blunder. Film ini dibuat bukan karena ada ide kreatif yang fresh, tapi lebih karena angka fantastis dari pendahulunya. Walhasil, banyak yang merasa film ini jadi hampa, nggak punya jiwa.

Salah satu elemen yang bikin penasaran adalah pendekatan musikal di film ini. Penonton  membayangkan epicnya Lady Gaga dan Joaquin Phoenix duet sambil membawakan lagu yang emosional. Tapi ekspektasi itu harus anjlok. Banyak kritikus bilang adegan musikalnya terasa janggal dan nggak nyambung sama cerita. Setiap kali nyanyian dimulai, alur cerita berhenti kayak mobil mogok.

Meski Gaga tampil totalitas, adegan-adegan musikal ini justru jadi batu sandungan. Bukannya jadi momen ikonik, malah bikin scene itu terasa nggak penting.

Rotten Tomatoes juga nggak kasih nafas. Skor kritikus cuma 33% (setelah 292 ulasan). Jelas jadi tamparan keras buat film yang biaya produksinya mencapai $190 juta. Apalagi, skor audiens di Popcornmeter lebih bikin miris: cuma 31%. Untuk ukuran film besar dengan hype setinggi ini, hasilnya jelas jauh dari harapan.

Pendapatan pembukaan globalnya cuma $121,1 juta, jauh di bawah target. Dengan angka yang terus melorot di minggu-minggu berikutnya, peluang Joker 2 balik modal di bioskop rasanya makin tipis.

Terus, plot twist di ending film mungkin dimaksudkan sebagai momen brilian, malah bikin banyak penonton heran. Arthur Fleck alias Joker nggak lagi dianggap sebagai “si Pangeran Badut Kejahatan.” Sebaliknya, dia justru dibunuh gitu aja, meninggalkan kesan antiklimaks yang jauh dari kesan heroik.

Setidaknya ada pelajaran penting yang bisa diambil: nggak semua film yang sukses harus dipaksa punya sekuel.

7. The Substance

The Substance, film horor gonzo yang lagi panas dibicarakan netizen. Dalam promonya, ada suara tanpa tubuh yang nanya, “Pernahkah kamu membayangkan versi dirimu yang lebih baik – lebih muda, lebih cantik, lebih sempurna?” Suara ini bukan cuma iseng, tapi menggambarkan inti dari film ini: mengeksplorasi obsesi terhadap kecantikan yang bisa jadi bencana.

Lewat darah, sensasi, dan sedikit bumbu fiksi ilmiah, sang sutradara Coralie Fargeat ngajak kita mikir, apa jadinya kalau standar kecantikan itu nggak bisa dikendalikan lagi?

Meski niatnya simpel, The Substance jadi salah satu film paling kontroversial tahun ini. Pas premier di Festival Film Cannes bulan Mei, film ini langsung dapet pujian dari kritikus Indiewire, David Ehrlich, yang nyebutnya “sebuah mahakarya horor tubuh yang epik, berani, dan menjijikkan.”

Ada juga yang nyebut film ini bakal jadi penerus sukses Titane (2021), film horor yang campur aduk daging dan logam, dengan harapan bisa bawa pulang Palme d’Or.

Tapi nggak semua orang sepakat. Beberapa kritikus malah bilang kalau The Substance malah memperkuat pandangan laki-laki dan bikin tubuh perempuan yang lebih tua kelihatan menakutkan, bahkan nggak sesuai dengan judulnya sendiri: substansi.

Meskipun premisnya agak baru, tema tentang ketakutan penuaan udah sering dibahas. Coba inget Margo Channing (Bette Davis) di All About Eve (1950), yang kariernya terancam sama asistennya yang lebih muda, atau Veronica Ghent (Alice Krige) di She Will (2021), bintang Hollywood yang menua dengan dendam. Cerita The Substance juga disandingkan sama Death Becomes Her (1992)—Meryl Streep minum ramuan yang bikin dia tetap muda selamanya.

Oh iya, The Substance masuk kategori body horror yang biasanya identik dengan daging, mutilasi, dan darah-darah. Genre ini mulai tenar berkat David Cronenberg, raja horor Kanada, tapi belakangan ini banyak sutradara perempuan dan non-biner yang membawa genre ini ke arah yang lebih berani.

Nama-nama seperti Julia Ducournau (Titane), Rose Glass, Amanda Nell Eu, dan Laura Moss jadi pionir dalam genre ini, dengan cerita-cerita yang nggak cuma ngulik tubuh, tapi juga hasrat, kedewasaan, hingga fluiditas gender.

8. Wicked

Setelah bertahun-tahun ditunggu, akhirnya film Wicked tayang juga. Tapi kedatangan mereka juga bersamaan dengan drama, kontroversi dan momen-momen viral. Dimulai dari kehebohan pengumuman dua bintang besar, Ariana Grande dan Cynthia Erivo, yang dipilih untuk memerankan Galinda dan Elphaba, yang langsung membuat para penggemar heboh.

Dengan anggaran promosi mencapai $150 juta, Universal gak main-main dalam merayakan film Wicked. Mereka bermitra dengan lebih dari 400 merek, mulai dari sweter Shiz University di Target, minuman Starbucks bertema Elphaba, hingga set Lego Emerald City edisi terbatas. Gak heran kalau kampanye ini bisa ditemukan di mana-mana, memenuhi rak-rak toko sampai feed media sosial.

Cynthia dan Ariana jadi wajah utama yang paling sering muncul di berbagai wawancara, membuat mereka jadi dua figur paling terlihat di dunia hiburan musim ini.

Ada satu momen yang gak kalah viral: waktu Cynthia mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada fans yang mendukung lagu-lagu film Wicked. Sayangnya, momen emosional itu malah jadi bahan meme di internet.

Tapi, di balik candaan itu, ada juga yang melihat ini sebagai bukti kuatnya ikatan emosional antara bintang dan fans film ini. Meskipun beberapa orang ketawa-ketiwi, ada juga yang merasa momen-momen seperti ini justru semakin membuat mereka terhubung dengan pesannya.

Kedekatan Ariana dan Cynthia tiap wawancara yang selalu pegangan tangan, nangis dikit, dan memuji semua orang yang wawancara juga bikin netizen tersentuh. Banyak juga yang bikin video parodi gesture mereka pas diwawancara.

Terus belakangan ada kontroversi baru soal Wicked. Seorang ibu di South Carolina, US, menggugat perusahaan mainan Mattel yang merilis boneka Wicked sebelum filmnya launching bulan lalu.

Gara-garanya, Mattel keliru mencantumkan situs web pornografi di kemasan boneka Wicked. Baru ketahuan waktu seorang anak di bawah umur dengan polosnya mengakses link tsb. Insiden ini tentu bikin malu semua pihak. Mattel segera meminta maaf dan memperbaiki kesalahan produksinya.

Page 2 of 2
Prev12
Tags: film internasionalrekap 2024review film animasisinopsis filmstreaming film
Previous Post

Single Baru: “Elegi” dari Kingkong Milkshake, Suarakan Isu Kekerasan

Next Post

Konon Katanya Selera Musik Mentok di Usia 30-an, Emang Iya?

Next Post
Konon Katanya Selera Musik Mentok di Usia 30-an, Emang Iya?

Konon Katanya Selera Musik Mentok di Usia 30-an, Emang Iya?

Please login to join discussion

Daftar Putar

Recent Comments

  • Bachelor of Physics Engineering Telkom University on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • Ani on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.