Pernah nggak, kamu merasa stuck sama selera musikmu? Rasanya playlist kamu cuma itu-itu aja, padahal ada banyak musik baru di luar sana. Well, kalau kamu udah lewat usia 30 tahun, ini wajar banget. Bahkan, ada bukti ilmiahnya.
Menurut penelitian—jumlahnya ada beberapa—selera musik kita mulai mandek sejak usia 24 tahun, dan puncaknya di usia 31 tahun. Kondisi macam ini dikenal sebagai “musical paralysis”—semacam kelumpuhan musik, di mana kita berhenti mencari dan menikmati musik baru.
Adam Read, editor platform streaming musik Deezer bagian wilayah Inggris dan Irlandia, pernah bilang ke Lindsay Dodgson dari Business Insider.
“Dengan begitu banyaknya musik brilian di luar sana, sangat mudah untuk merasa kewalahan. Ini sering menyebabkan kita terjebak dalam ‘musical paralysis’ pada saat kita memasuki usia kepala tiga,” katanya.
Selera Musik Mentok di Usia 30-an, Emang Iya?
Pada tahun 2018, Deezer pernah meneliti soal gejala musical paralysis ini. Mereka bertanya ke 5.000 orang di Prancis, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Brazil. Pertanyaannya, “Seberapa sering Anda mendengarkan musik baru?”
Kalau melihat hasil survei itu, sebanyak lebih dari 65% responden mengaku cuma mendengarkan lagu-lagu yang sudah dikenal.
Responden dipilih dari berbagai latar belakang dan rentang usia. Dan rata-rata orang mulai stop ngulik musik baru tepatnya di umur 27 tahun 11 bulan.
Contohnya di Prancis, pendengar musik mencapai puncak eksplorasi pada 4 bulan setelah ulang tahun ke-26. Dan akan mandek 3 bulan setelah ulang tahun ke-27. Sementara di Jerman, orang masih gemar ngulik sampai usia 27. Tapi 4 tahun kemudian, kegemaran itu pelan-pelan berkurang, ini sama dengan di Inggris.
Sedangkan di Brazil, penikmat musik masih getol ngulik, sampai puncaknya di umur 22. Lalu stagnan sejak usia 23 tahun lebih 2 bulan.Semua detail hasil penelitian ini dikutip dari Digital Music News.
Kok Bisa Gitu?
Kalau menurut hasil penelitian Deezer, penyebabnya simpel. Orang-orang yang nggak ngulik musik baru, merasa hal itu bukan lagi jadi prioritas dalam hidup mereka. Gampangnya, ya soalnya nggak ada waktu.
25% Responden ngaku punya kerjaan yang nguras waktu mereka, jadi nggak sempat ngulik. Lalu 18% lainnya, merasa kewalahan dengan banjirnya karya-karya musik baru, sehingga repot milihnya. Dan yang 14%, stop nyari referensi baru karena sibuk ngurusin anak. Realita.
Ya, memang ada kalanya seseorang malas meluangkan waktunya buat eksplorasi. Penyebabnya pun nggak bisa diplot akibat satu-dua hal, pasti tergantung banyak faktor, tergantung kondisi orangnya masing-masing.
Tapi dari berbagai sumber penelitian yang Hipmin baca, rata-rata sepakat kalau faktor utamanya adalah, karena waktu dan energi buat eksplorasi semakin minim. Lagi-lagi, memang karena prioritas orang sudah berubah seiring bertambahnya usia.
Faktor lainnya, karena sudah terbiasa dan nyaman dengan musik-musik yang didengarkan selama ini. Pada usia tertentu, ada orang yang cenderung sudah puas dengan referensi musik yang dia miliki, jadi merasa nggak perlu lagi buat eksplorasi lebih jauh.
Di ranah psikologi, ini disebut mere exposure effect. Bahwa semakin sering orang terpapar sesuatu, semakin besar kemungkinan mereka untuk menikmatinya.
Ada juga penyebab yang berhubungan dengan kemampuan fisik. Itu tentang kecenderungan otak yang lebih suka pada pola-pola kebiasaan. Otak nggak mau kerja lebih buat memproses musik yang baru dikenali, karena kadang bikin capek juga. Sebaliknya, musik-musik yang sudah dikenal lebih gampang diproses, jadinya lebih banyak dipilih.
Ini dijelaskan oleh Daniel Levitin, ahli saraf yang menulis buku Your Brain on Music. Dia bilang kalau apa yang kita sebut “selera” itu sebenarnya cuma reaksi dopamin yang memicu kenikmatan/kesenangan. Waktu nemu musik baru, dopaminnya butuh waktu lebih lama, atau nggak bereaksi sama sekali, sehingga kenikmatannya nggak ketemu. Makanya, banyak orang semakin tua cenderung mendengarkan musik yang itu-itu saja, biar seneng.
Faktor Lain yang Bikin Selera Musik Mentok
Selain yang di atas, ada sejumlah faktor lain yang bisa jadi penyebab selera musik orang mentok di usia tertentu.
Salah satunya faktor sosial, di mana musik seringnya jadi salah satu senjata buat sosialisasi. Waktu seseorang masuk usia dewasa, dia fokus memenuhi tuntutan hidup, sehingga jarang bersosialisasi yang juga mengurangi dorongan eksplorasi. Atau kalau masih sempat kumpul-kumpul, tapi lingkungannya kurang bermusik, jadinya ya kurang terdorong juga.
Ada juga pengaruh dari ekspektasi dan kualitas musik yang nggak sinkron. Namanya penikmat musik, apalagi yang sudah berpengalaman. Dia mungkin punya standar tertentu soal kualitas musik yang dipilih buat dinikmati. Kalau dia merasa musik-musik kekinian nggak memenuhi standar itu, bisa saja dia nggak mau eksplor lagi, karena nggak ada yang menarik buatnya.
Dan jangan salah, perubahan industri musik pun bisa berpengaruh. Platform streaming yang katanya bisa ngasih lebih banyak referensi, algoritmanya bisa jadi bumerang. Soalnya si user cuma akan terpapar musik-musik sejenis yang ia sukai. Alih-alih ngasih asupan segar, malah bikin kemungkinan eksplorasi jadi terbatas.
Jadi, nggak cuma satu-dua, ada begitu banyak faktor yang bisa bikin seseorang malas ngulik musik baru.
Tapi itu bukan berarti mereka nggak mau. Buktinya, dari 65% responden Deezer yang ngaku cuma mendengarkan lagu-lagu yang sudah dikenal. Ada 60% dari mereka yang masih ingin memperluas referensi musik. Meski realisasinya tergantung skala prioritas hidup mereka masing-masing.
Mungkin dia dulunya punya banyak waktu luang. Yang kalau main last.fm, suka ngulik Similar Artist buat nyari referensi baru sambil berlagak jadi kurator musik radio. Atau rutin berburu kaset/CD setiap tabungan harian cukup terkumpul.
Tapi sekarang, musik cuma keluar jadi bunyi headphone yang terpasang waktu ngejar deadline kerjaan. Jadi, yang dipilih cuma musik yang “enak-enak” saja. Kalaupun autoplay streaming-nya ngasih beberapa lagu baru, ujung-ujungnya juga nggak dikulik lebih lanjut.
Kecuali memang dia musisi atau orang yang punya minat sekaligus dedikasi khusus di bidang musik. Termasuk Hipmin yang nulis ini, penyiar radio, promotor konser, kolektor dan pelapak rilisan, publisher, produsen kaos bootleg, dan lain-lain. Orang-orang macam ini butuh selalu update dengan musik baru, karena itu sudah jadi kesibukan mereka