Kisah Hidup Nabi Ishaq
Ishaq dikenal sebagai figur dalam Al Qur’an, Alkitab, dan Tanakh, sebagai putra kedua Nabi Ibrahim dengan Siti Sarah, serta sebagai ayah Nabi Yaqub. Ibunya, Siti Sarah adalah istri pertama Nabi Ibrahim. Ishaq memiliki saudara tiri bernama Ismail, yang merupakan putra Ibrahim dan Hajar, serta saudara tiri lainnya dari hubungan Ibrahim dengan Ketura.
Setelah dewasa, Nabi Ishaq pun diutus sebagai nabi untuk menyebarkan ajaran Allah kepada umat manusia. Beliau memimpin umatnya dengan bijaksana dan penuh keberkahan. Nabi Ishaq juga dikenal sebagai nabi yang sangat mementingkan keutamaan-keutamaan akhlak, seperti jujur, amanah, dan rendah hati. Ia pun menjadi teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan yang baik dan benar di hadapan Allah.
Salah satu cerita yang terkenal mengenai Nabi Ishaq adalah kisah perjanjian antara beliau dan Raja Abimelekh. Menurut Alkitab, latar belakang perjanjian Ishaq dengan Abimelekh terjadi dalam Kitab Kejadian. Ishaq adalah putra dari Abraham dan Sarah, dan mereka berada di tanah Filistin. Ketika Ishaq tinggal di situ, dia menyadari bahwa orang Filistin mulai cemburu dengan keberuntungannya yang besar. Oleh karena itu, mereka mulai menggusur sumur-sumurnya yang digali oleh Abraham.
Untuk menyelesaikan konflik ini, Ishaq memutuskan untuk menyelesaikannya secara damai, dan kemudian bertemu dengan raja Abimelekh dari tanah Filistin. Mereka membuat perjanjian damai yang berisi hal-hal sebagai berikut:
1. Keduanya setuju untuk hidup berdampingan dengan damai dan tidak saling mengganggu.
2. Keduanya setuju untuk tidak saling menyerang atau berbuat jahat satu sama lain.
3. Abimelekh setuju untuk tidak mengganggu sumur-sumur Ishaq dan tidak memburu atau membunuhnya.
4. Mereka berjanji untuk saling menghormati dan bekerja sama dalam hal-hal yang positif.
Perjanjian ini menunjukkan upaya Ishaq untuk menjaga kedamaian dan memperjuangkan hak-haknya di tanah Filistin. Dengan jalan damai, Ishaq berhasil mempertahankan keberuntungannya di tengah perselisihan dengan orang Filistin.
Dalam cerita ini, Nabi Ishaq menunjukkan ketegasan dan keberanian dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Putra Nabi Ibrahim yang Dikurbankan
Orang-orang Yahudi meyakini bahwa putra yang akan disembelih adalah Nabi Ishaq, sementara umat Islam mempercayai bahwa yang disembelih adalah Nabi Ismail.
Siapa Sebenarnya yang Dikurbankan?
Dalam kitab-kitab tafsir terdapat pendapat yang berbeda-beda, ada yang menyebut Ismail dan ada yang menyebut Ishaq. Di dunia Islam yang umumnya diterima adalah bahwa yang disembelih adalah Ismail, sementara dalam tradisi Yahudi dan dalam Kitab Perjanjian Lama disebutkan dengan jelas bahwa yang disembelih adalah Ishaq.
Ayat yang secara khusus membicarakan tentang kasus penyembelihan putra Nabi Ibrahim dapat ditemukan dalam QS Al-Shaffat [37]:102-105. Ayat ini mengisahkan bahwa ketika putranya telah mencapai usia dewasa, Ibrahim AS bermimpi menerima perintah untuk menyembelihnya. Pada saat itu, anaknya belum menjadi seorang nabi. An-Nasafi dan Ibnu Katsir mencatat bahwa pada waktu itu putranya berusia 13 tahun.
Menurut Narasi Yahudi dan Kristen hampir serupa, dengan keyakinan bahwa putra Ibrahim yang akan dikurbankan adalah Ishaq, karena Ishaq adalah anak Ibrahim dari Sarah. Ishaq merupakan ayah dari Yakub dan kakek dari dua belas suku Israel.

