Roblox mungkin kelihatannya cuma game biasa. Tampilannya nggak estetik. Karakternya kotak-kotak, elemennya pecah-pecah, resolusinya nggak smooth 4K. Kayak receh banget.
Tapi di balik kesannya yang polos dan remeh itu, di dalamnya ada dunia yang kompleks. Bebas, penuh kreativitas, bahkan kontroversi. Kayak versi lite-nya Minecraft, bahkan boleh disebut ‘murahan’.
Meski murahan, kamu mungkin nggak nyangka kalau popularitasnya hampir setara dengan aplikasi-aplikasi top yang selalu dibanggakan itu. Memang, kebanyakan pemainnya bocil-bocil annoying yang kalau mabar berisiknya minta ampun.
Data dari Statista, sampai kuartal kedua tahun 2025 ini, jumlah pengguna Roblox harian yang aktif sekitar 111,8 juta. Di App Store dan PlayStore, total unduhannya sudah sekitar 4 miliar. Terus kalau ngitung pendapatannya, di tahun 2024 mencapai USD 3,6 miliar. Itu belum termasuk keuntungan yang diperoleh para pemain dari jual beli Robux, mata uang yang dipakai di game.
Karena punya mata uang, jadinya banyak orang yang cari duit di Roblox. Beberapa karakter punya net-worth yang sampai ratusan ribu, bahkan sejuta dollar. Contohnya, kayak SonOfSevenless (USD 1,160 juta), Stickmasterluke (USD 1,079 juta), Simoon68 (USD 1,013 juta), Linkmon99 (USD 844 ribu), dan CV10K (UD 673,795.80). Angka-angka itu dihitung dari koleksi item yang mereka punya dan profit dari transaksi yang dihasilkan.
Nggak Bisa Diremehkan
Tapi, lepas dari permainan seru dan angka-angkanya yang fantastis itu, Roblox berkembang jadi ruang alternatif, dunia virtual yang kaya. Di dalamnya, user nggak cuma sekadar main. Mereka bikin dunia sendiri. Bangun rumah impian, bikin sekolah, bahkan kota, lengkap sama sistem transportasinya yang kompleks.
Ada juga yang bikin dunia tematik, kayak penjara, hutan, zombie apocalypse, dll. Semua user bebas berkreasi, bikin realitas versi mereka sendiri. Dengan gaya konten yang sangat banyak macamnya, dari yang paling simpel sampai yang paling absurd.
Salah satu yang paling terkenal adalah Brookhaven RP (Roleplay) yang mirip game The Sims. Dunia virtual tempat pemain bisa menjalani kehidupan sehari-hari, beli rumah, naik mobil, kerja, pacaran, sampai drama keluarga. Banyak pemain yang masuk ke Brookhaven buat main peran jadi polisi, dokter, orang kaya, atau remaja rebel.
Contoh lainnya, kayak dunia Tower of Hell yang lebih ke ujian skill. Di sini pemain harus parkour dari tingkat dasar sampai puncak menara tanpa checkpoint. Jadi kalau jatuh dari atas, terpaksa harus mulai dari bawah lagi. Atau Adopt Me! yang juga permainan roleplay dengan batasan tiga opsi peran, mau jadi orang tua, anak, atau peliharaan.
Tapi dunia Roblox nggak berhenti di situ aja.
Eksplorasi Tanpa Batas
Saking bebas dan luasnya eksplorasi, banyak juga yang pakai Roblox buat agenda lebih serius dan “nyata”. Misalnya konser musik virtual. Artis-artis besar kayak Lil Nas X, Twenty One Pilots, bahkan Zara Larsson atau yang lokal, Grrrl Gang. Mereka pernah manggung secara digital di Roblox, lengkap dengan penonton virtual dan efek panggung yang interaktif. Bukan cuma gimmick, konser Lil Nas X bahkan ditonton lebih dari 30 juta kali.
Beberapa brand juga mulai masuk, dari Gucci, Nike, sampai Netflix, bikin dunia versi mereka sendiri. Ada juga yang bikin museum virtual, taman bermain edukatif, sampai pameran seni interaktif.
Dengan skala seluas itu, nggak heran kalau ada yang sampai ngide pakai Roblox buat kritik sosial. Kayak yang pernah dilakukan sama Afiq Mat Zaid, pemain dari Malaysia. Dia bikin simulasi demo virtual pro-Palestina, diikuti banyak karakter game. Ngumpul sambil bawa aneka spanduk bertuliskan, salah satunya “Solidarity Untukmu Palestine”.
Pernah juga anak-anak muda di Amerika Serikat yang berekspresi buat mendukung gerakan Black Lives Matter di Roblox. Ada yang bikin long march virtual, atau sekadar edit avatar/karakter mereka pakai baju hitam-hitam. Barusan, fenomena serupa juga muncul di Indonesia. Aksi Kamisan yang biasanya di depan Istana Negara, 31 Juli 2025 kemarin digelar virtual via Roblox. Simulasi hampir mirip aslinya, ada peserta aksi berbaju dan payung hitam, orasi, dan sebagainya.
Dan tiba-tiba, sekarang Roblox malah jadi safe place (ruang aman) buat anak-anak muda kritis. Bersuara lewat cara yang nggak biasa.
Positif, Tunggu Dulu!
Roblox jadi ruang alternatif. Tempat berekspresi, eksplor kreativitas dan kebebasan. Kelihatannya aman, nyaman, dan ideal. Tapi nggak juga.
View this post on Instagram
Karena bisa jadi tempat cari duit, berarti Roblox juga rawan eksploitasi. Ada brand besar yang sampai bikin dunia versi mereka, pasti dengan niat terselubung buat promosi dan kampanye pemasaran. Bisa saja mereka cuma mau menanamkan citra merek sejak dini, soalnya kebanyakan pemain Roblox adalah anak-anak dan remaja.
Anak-anak di Roblox adalah pemain sekaligus audiens. Konsumen sekaligus “produk”. Bikin game, jual item, promosi produk digital, seringnya tanpa bimbingan atau perlindungan hukum yang jelas. Dapat Robux dan item-item yang bisa diperjualbelikan, mereka secara nggak sadar sudah jadi jadi tenaga kerja sejak dini. Ada yang sukses, tapi banyak juga yang kejebak scam atau tekanan sosial biar ikutan dapat cuan.
Dan tentu saja kekhawatiran juga muncul dari orang tua. Roblox juga bisa jadi pintu masuk ke dunia dewasa yang terlalu cepat. Mengutip Kumparan, Psikolog dari Universitas Indonesia nyebut kalau konten-konten tertentu di Roblox bisa memicu perilaku agresif dan kriminalitas pada anak, kalau nggak ada pengawasan ketat.
Kekhawatiran ini nggak berlebihan. Beberapa orang tua di berbagai negara sudah nuntut Roblox karena dinilai nggak aman buat anak-anak. Media gamers, Gamebrott pernah melaporkan kasus penculikan anak 13 tahun oleh kenalannya di Roblox yang nyamar pakai avatar ramah, padahal predator. Kasus di Des Moines, Iowa itu sampai melibatkan pelecehan seksual, bahkan hampir ke trafficking.
Sampai Jadi Perhatian Pemerintah
Ngerinya kayak gitu, nggak heran kalau pemerintah juga ikut ngasih perhatian lebih. Baru awal Agustus 2025 ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti bikin statement soal Roblox.
“Tadi yang blok, blok tadi itu jangan main yang itu karena itu tidak baik ya,” gitu katanya ke siswa-siswi SDN Cideng 02 pas acara Cek Kesehatan Gratis, Senin (4/8/2025), melansir Detik.

Menurut Pak Mu’ti, di game itu banyak adegan kekerasan, jadi nggak pas buat anak-anak. Tingkat intelektual siswa SD belum bisa bedain simulasi dan kenyataan. Dengan naluri alaminya yang suka niru-niru, kuatirnya mereka memperlakukan rl (real life) kayak game. Kalau banting orang di game nggak masalah, dan nyoba hal yang sama di dunia nyata, kan, bisa runyam urusannya.
Nggak lama kemudian, giliran Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Arifatul Choiri Fauzi ikut merespons. Doi lebih ke ngasih anjuran buat orang tua agar aktif mengawasi anak-anaknya.
“Ini kan harus ada pengawasan dari orang tua juga ya, jadi pola asuh dalam keluarga harus diperhatikan,” katanya waktu di Kampus UI Depok, mengutip Antara, Selasa (5/8/2025).
Nggak sampai di situ. Ternyata, pemerintah ngasih tanggapan serius banget soal game ini. Setelah Mendikdasmen dan Men-PPPA, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) juga ikut komentar. Dia bahkan bilang kalau pemerintah bisa saja memblokir Roblox di Indonesia.
“Kalau memang kita merasa sudah melewati batas. Apa yang ditampilkan di situ memengaruhi perilaku dari adik-adik kita, ya tidak menutup kemungkinan,” kata Pak Menteri, Prasetyo Hadi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (5/8/2025), dari Detik lagi.
Kalau memang iya, berarti Indonesia akan jadi negara ke-7 yang memblokir Roblox. Setelah China, Korea Utara, Guatemala, Yordania, UEA, Iran, dan yang paling gres, Turki. Semua punya alasan mirip, takut sama dampak negatif dari game ini, khususnya buat anak-anak.
Asli. Nggak lucu banget kalau ternyata ancaman Roblox ternyata lebih ril dari tampilannya yang kotak-kotak piksel nggak jelas.

