MTV pernah mewawancarai Nirvana pada tahun 1993. Di situ, almarhum Kurt Cobain sempat kaget waktu tahu kalau harga tiket konser Madonna mencapai $50, sementara Nirvana sendiri cuma $17. Lalu para personel Nirvana berencana membanderol $25 untuk “memeras” penggemar.
Tapi itu cuma bercanda. Sependek penelusuran Hipmin, mereka nggak pernah melakukannya sampai Cobain wafat.
Angka $50 di Amerika Serikat tahun ’90-an setara $108 pada 2024 (sekitar Rp1,7 juta). Dengan kalkulasi yang sama, rata-rata tiket konser Nirvana masih lebih murah daripada Bruno Mars di Jakarta September kemarin.
Selisihnya akan semakin lebar kalau dibandingkan dengan Ahmet Ertegun Tribute Concert-nya Led Zeppelin yang harganya sampai $84.000. Nggak kebayang. Dana segitu, kamu bisa ajak 200 orang buat nonton Dua Lipa “Radical Optimism Tour” di Senayan November besok. Dan semuanya bisa duduk di bangku VIP!
Pertanyaannya, kenapa harga tiket konser bisa melonjak begitu drastis? Soal itu, jawabannya nggak cuma karena inflasi. Faktor yang nggak kalah penting adalah perubahan tren di industri musik.
Pelanggan Mulai Mengeluh: Harga Tiket Konser di Indo Mahal!
Tentu kamu tahu, kalau pasca pandemi Indonesia lebih sering kedatangan artis internasional. Penikmat musik kegirangan, tapi belakangan banyak mengeluh karena tabungan terkuras setalah beli tiket konser.
Sebenarnya keluhan ini sudah merebak sejak sekitar setahun lalu. Terutama dekat-dekat momen Coldplay konser di GBK. Di mana waktu itu, tiket paling murahnya dibanderol Rp800 ribu, dan yang termahal Rp11 juta. Itupun baru angka resminya, belum termasuk yang dijual di pasar sekunder, istilahnya lewat calo.
Setelah Coldplay dan Bruno Mars, November bulan depan Indonesia bakal kedatangan Dua Lipa. Pun dua grup K-Pop, 2NE1 dan Stray Kids, yang masing-masing juga akan menggelar konser pada bulan November dan Desember.
Harga tiket konser mereka semua nggak jauh beda. Paling murah adalah Dua Lipa (Rp750 ribu), sementara 2NE1 dan Stray Kids masih di angka Rp1 juta-an lebih. Dan jangan lupa, itu belum termasuk pajak, biaya platform, dan lain-lain.
Sedikit info, pajak tiket konser artis internasional di Jakarta sebesar 15% dari harga tiket. Lalu biaya platform berkisar antara 2% sampai 5%.
Jadi, kira-kira penonton Dua Lipa perlu keluar dana minimal Rp900 ribu untuk dapat tiket kategori paling rendah. Di mana spot nontonnya dari sudut diagonal di samping stage. Agak mendingan, daripada sudah bayar mahal masih kehalang tiang.
Beneran Mahal?
Pada beberapa hari setelah konser Coldplay, bapak Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Kabinet Indonesia Maju Jilid 2, Sandiaga Uno menyampaikan sesuatu. Menurutnya, selama ini harga tiket konser dan festival musik di Indonesia tergolong mahal. Apalagi konser yang melibatkan musisi luar negeri.
Kalau kamu tanya Rp900 ribu itu mahal atau nggak, mari coba dibandingkan.
Dua Lipa nanti juga berencana mampir ke negara tetangga, Singapura. Harga tiket konser dia di sana masih di angka yang setara dengan di sini. Tapi masalahnya, Indonesia dan Singapura punya regulasi upah minimum yang jauh beda.
Di Singapura, karyawan bisa bawa pulang gaji, minimal 3x lipat dari UMR tertinggi di Indonesia (Kota Bekasi). Iri, nggak? Perbedaan itu berarti, meski harga tiketnya sama, orang sini punya daya beli yang jelas-jelas jauh lebih rendah.
Perbandingan lagi, Singapura negara kecil. Lebih luas dari Jakarta, tapi hampir sama dengan Samarinda. Mereka punya sistem transportasi yang jauh lebih baik daripada kita. Sehingga orang sana bisa dengan mudah commuting ke lokasi konser, naik kendaraan umum yang sudah terurus dengan pro.
Sementara di Indonesia, penonton konser bisa berasal dari kot, provinsi, bahkan pulau yang berbeda. Otomatis butuh waktu, tenaga, plus biaya tambahan buat menjangkau venue. Apalagi semua tahu kalau layanan transportasi umum di sini nggak merata. Artinya, anggaran nonton konser di Indonesia bisa lebih tinggi daripada di Singapura.
Menarik, Hipmin menemukan salah satu cuitan dari akun X, @oneofrep. Dia bilang, “motto hidup: bekerja keraslah sampai tiket konser yang mahal terlihat murah.”
Cuitan itu seolah-olah menggambarkan bahwa kerja keras adalah satu-satunya solusi agar harga tiket terasa lebih murah. Sebagian orang mungkin setuju. Tapi, apa nggak ada solusi lain? Atau, adakah faktor lain yang kalau misalnya dipangkas, itu bisa bikin harga tiket benar-benar lebih murah.
Banyak Alasan!
Setelah mengungkapkan soal mahalnya harga tiket konser musisi luar negeri. Bapak Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Kabinet Indonesia Maju Jilid 2 juga menyampaikan hal lain. Menurutnya, mahalnya harga tiket konser dipengaruhi oleh biaya pengurusan izin yang nggak murah dan tertutup.
“Biaya resmi, non-resmi, dan biaya pengamanannya ini tidak fixed dan tidak transparan,” katanya. (CNBC, 28/11/2023)
Merujuk pernyataan itu, jadi harga tiket bisa ditekan kalau sistem perizinan sudah lebih singkat, rapi, dan mudah.
Tapi, mungkin nggak segampang itu juga.
Kalaupun perizinan dihilangkan sama sekali, penentuan harga tiket konser masih nggak akan lepas dari hukum permintaan dan penawaran.
Sederhananya begini, mengambil contoh Dua Lipa.
Musisi luar negeri seperti dia, jarang-jarang mampir bikin pertunjukan di sini. November besok akan jadi konsernya yang ketiga setelah 2017 dan 2019. Terakhir datang lima tahun lalu, tentu fansnya sudah nggak sabar ingin kembali menyaksikan penampilan live diva jorjes asal Inggris.
Antusiasme penggemar meningkat, sedangkan kesempatannya langka. Apalagi dengan kapasitas venue dan tempat duduk yang terbatas.
Menurut prinsip dasar ekonomi, kondisi itu pada umumnya akan memicu kenaikan harga.
Dalam beberapa kasus, promotor juga menggunakan dynamic pricing. Itu adalah utak-atik harga tiket yang bisa berubah berdasarkan permintaan real-time.
Semakin tinggi antusiasme calon pembeli seiring waktu, promotor bisa membacanya sebagai peluang, sehingga memutuskan untuk melambungkan harga. Ini mirip dengan hotel-hotel yang biasanya memasang tarif lebih mahal saat weekend atau musim liburan.
Industri Musik Memang Sudah Berubah
Selain prinsip yang dasar-dasar, perubahan tren di industri musik pasti juga berpengaruh besar. Era digital streaming bikin musisi nggak lagi bisa mengandalkan pendapatan dari rilisan fisik. Alhasil, kini mereka bergantung pada tur dan pertunjukan. Pertunjukan yang sukses bisa berimbas pada penjualan official merchandise, yang berpotensi menambah pendapatan.
Para penikmat musik kini juga semakin kebelet mepet sama idolanya. Tren pengalaman VIP makin menonjol, dan promotor membacanya dengan jeli. Mengutak-atik harga untuk menawarkan paket-paket khusus dengan bonus meet & greet, foto bareng, atau oleh-oleh merchandise eksklusif.
Segmentasi, atau pengelompokan konsumen berdasarkan karakteristiknya ini, akhirnya berdampak juga ke standar harga.
Di sisi lain, biaya operasional pertunjukan juga terus melonjak. Musisi dan tim produksi perlu dibayar, begitu pula venue, serta peralatan dan teknologi yang dipakai.
Belum lagi soal perizinan, birokrasi berlapis, transportasi, dekorasi, akomodasi, konsumsi, publikasi, sampai security. Kamu bisa sebut semua seksi kepanitiaan sebuah acara. Setiap gelaran konser pasti melibatkan mereka. Dan semua seksi itu pasti butuh dana.
Jadi, meski angka $84.000 untuk konser Led Zeppelin terdengar gila. Ada alasan rasional yang bisa menjelaskan kenapa harga tiket semakin nggak terjangkau buat penggemar biasa. Konser sekarang bukan sekadar pertunjukan, tapi sebuah “pengalaman bernilai” yang bisa dijual mahal.
Dan meskipun harga tiket konser Dua Lipa, 2NE1, Straykids, Cigarettes After Sex, Green Day, Maroon 5, atau NIKI masih cukup mahal buat UMR lokal, toh die-hard fans masih tetap akan membelinya. Karena ada faktor emosional-atau hubungan parasosial-yang bikin mereka rela merogoh kocek lebih, untuk bisa merasakan pengalaman langka, menonton secara langsung aksi panggung musisi idola.