Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini (23/02/2024) mengeluarkan fatwa baru yang melarang praktik deforestasi dan pembakaran hutan. Tujuannya untuk mencegah krisis iklim yang semakin mengkhawatirkan.
Fatwa ini merupakan respons atas permasalahan yang terus berkembang, terkait kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab.
MUI menyampaikan isi fatwa MUI Nomor 86 tahun 2023, tentang hukum pengendalian perubahan iklim global. Fatwa ini merupakan bentuk upaya dari MUI untuk ikut berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan bahwa deforestasi dan pembakaran hutan merupakan tindakan yang merugikan bagi lingkungan dan memiliki dampak yang sangat besar terhadap perubahan iklim global.
Seperti dilansir laman resminya, peluncuran fatwa ini dilakukan bersama-sama dengan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, Manka, ECONUSA, Ummah For EartH dan Komisi Fatwa MUI.
Isi Fatwa MUI Nomor 86 Tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global menjelaskan tentang ketentuan umum, ketentuan hukum, dan rekomendasi terkait masalah perubahan iklim global dan upaya pengendaliannya.
Fatwa tersebut melarang segala bentuk kegiatan yang dapat merusak alam, deforestasi, serta pembakaran hutan dan lahan yang akan memunculkan krisis iklim.
Dalam fatwa tersebut, MUI juga menegaskan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan lahan, sebagai salah satu langkah dalam upaya cegah terjadinya krisis iklim global. Deforestasi dan pembakaran hutan telah menyebabkan berbagai dampak negatif seperti banjir, tanah longsor, dan perubahan iklim yang ekstrem.
Masalah Deforestasi
Di Indonesia sendiri, deforestasi dan pembakaran hutan telah menjadi masalah yang sangat serius selama beberapa dekade terakhir.
Dilansir dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, deforestasi tahun 2021-2022 turun 8,4% dibandingkan tahun 2020-2021. Deforestasi netto Indonesia tahun 2021-2022 adalah sebesar 104 ribu ha, sementara tahun 2020-2021 sebesar 113,5 ribu ha.
Ini menjadi salah satu bukti bagaimana pemerintah cukup konsisten dengan kebijakan terkait perubahan iklim.
Meskipun begitu, luas hutan di Indonesia memang berkurang. Katadata melaporkan kalau total luas tutupan hutan Indonesia tahun 2022 berkurang sekitar 1,33 juta ha dibanding 2018. Pengurangan luas hutan terjadi di seluruh wilayah Indonesia, paling banyak di Pulau Kalimantan.
Memang, penyebab turunnya luas hutan tidak semata-mata akibat penebangan manusia. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2018-2022, menerangkan bahwa luas hutan berkurang karena berbagai faktor, yaitu peristiwa alam, penebangan hutan, dan reklasifikasi area hutan menjadi non-hutan.
Praktik deforestasi dan pembakaran hutan biasanya dilakukan untuk membuka lahan pertanian atau perkebunan. Namun hal ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak terkendali. Penebangan pohon besar-besaran juga dapat menghilangkan habitat 3berbagai jenis satwa liar, merusak ekosistem hingga sulit untuk memulihkannya.
Selain itu, pembakaran hutan juga merupakan salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca. Seperti diketahui, emisi gas rumah kaca adalah penyebab utama pemanasan global. Emisi gas efek rumah kaca merupakan fenomena alami yang terjadi ketika gas tertentu di atmosfer Bumi menyerap radiasi inframerah yang dipancarkan oleh permukaan Bumi, lalu memancarkannya kembali ke semua arah.
Dampak dari pemanasan global ini sangatlah besar dan bisa berdampak pada cuaca yang ekstrem, naiknya permukaan air laut, serta bencana lainnya. Oleh karena itu langkah-langkah preventif harus segera diambil agar dampak buruk ini dapat diminimalkan.
Fatwa MUI ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperkuat kebijakan perlindungan lingkungan dan pelestarian hutan di Indonesia. Namun, upaya ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan kesadaran masyarakat. MUI pun mengajak seluruh masyarakat untuk ikut berperan dalam menjaga lingkungan dan mencegah krisis iklim global yang semakin memburuk.
Dengan kerjasama dan komitmen yang kuat dari semua pihak, kita dapat mencegah krisis iklim global yang semakin parah dan memastikan keberlangsungan hidup bagi generasi mendatang.