Di tengah dunia musik yang makin ramai kompromi dan makin sedikit resistensi, Iksan Skuter tetap teguh di jalurnya. Musisi asal Blora yang memulai karier dari Malang ini baru saja merilis album ke-20-nya yang bertajuk Vis a Vis, sebuah album yang penuh kemarahan, kegelisahan, dan tentunya: suara perlawanan.
Lahir pada 30 Agustus 1981, Iksan memulai langkah musiknya bareng band Draf yang kemudian dikenal sebagai Putih. Setelah band itu merilis album terakhirnya di 2008, Iksan memilih solo. Tahun 2012, ia keluar dengan album debut bertajuk Matahari. Sejak itu, namanya terus mengakar di skena musik independen Indonesia dengan total 16 album studio dan 4 album live.
Kini, Iksan hadir dengan Vis a Vis—album yang bisa dibilang sebagai bentuk “tatap muka” langsung dengan ketidakadilan yang makin terang-terangan di negeri ini. Idiom vis a vis sendiri berarti “berhadapan langsung”, dan itu jadi benang merah dari seluruh narasi album. Yakni, ketimpangan yang sudah berdiri di depan mata dan nggak lagi malu-malu menunjukkan diri.
Vis A Vis, Masih Refleksi Sosial
“Ketimpangan dan ketidakadilan Indonesia sudah tampil tanpa malu di depan muka kita semua!” seru Iksan.
Dirilis pada 7 Maret 2025, Vis a Vis dibungkus dengan nuansa 80-an, diselingi dengan warna garage rock dan sentuhan synth di sana-sini. Album ini berisi 11 lagu, termasuk satu single yang paling vokal, “Gumam”.
“Gumam” membuka album dengan suasana gelap. Intro minimalis dari sequencer dan vokal menciptakan suasana sunyi yang suram. Seolah menggambarkan bagaimana sedikitnya suara jujur yang masih berani terdengar. Tapi begitu bait pertama masuk, semuanya meledak.
Lirik seperti “infiltrasi menyusupi”, “politik jadi tunggangan”, hingga “pemuja keserakahan” menghantam keras. Diiringi synth bass yang arpegiatif, lagu ini berkembang jadi simbol perlawanan yang terus bergerak.
Musikalitasnya tetap Iksan banget—jujur, lantang, tapi juga sadar zaman. Ada rasa indie rock yang nendang, dan aroma synth rock yang bikin lagu tetap terasa segar buat telinga generasi digital.
Menariknya, Vis a Vis direkam secara mandiri di rumah Iksan di Yogyakarta hanya dalam waktu sebulan—Januari 2025. Sementara proses mixing dan mastering-nya dilakukan di Rama Studio Project, Malang.
“Proses rekaman aku kerjakan sendiri, dan relatif cepat selesai kalau tangan sendiri yang memainkan instrumen dan merekamnya. Kalau masalah efisiensi, memangnya pemerintah saja yang bisa efisiensi? Kami musisi yang hidup di Indonesia ya sudah lebih dulu dan lebih lama efisiensi dalam produksi,” kata Iksan.
Lagi Sibuk, Tapi Tetap Bersuara
Album ini dirilis di tengah kesibukan Iksan bersama dua proyek lainnya, Bagava, yang baru saja merilis Klandestin. Serta Trio Lesehan, kolaborasinya bareng Jason Ranti dan Bagus Dwi Danto yang sedang menjalani tur bertajuk Safari Ramadhan.
Dengan Vis a Vis, Iksan Skuter sekali lagi menegaskan bahwa musik bukan cuma soal nada, tapi juga soal sikap. Di saat banyak yang mulai bungkam, ia masih memilih bersuara. Di saat banyak yang memilih kompromi, ia tetap berjalan di jalur sunyi sebagai Serigala Petarung.
Simak Vis a Vis mulai 7 Maret 2025. Karena ketika penguasa tak berpuasa dalam menindas, maka “marhaban ya melawan.”