Green Day pernah minta dibangunkan setelah bulan September berakhir. Billie Joe Armstrong menulis lagu ini karena terinspirasi kenangan sedih yang ia alami pada bulan September.
Di sisi lain, dan mungkin nggak ada kaitan langsung dengan lagu Billie Joe, September sering dikenang sebagai bulan yang tragis. Beberapa kejadian besar yang pernah terjadi pada bulan ini membuatnya mendapatkan label “Hitam”.
September memang jadi bulan yang menyedihkan buat Billie Joe Armstrong. Pada 10 September 1982, ayahandanya, Andrew Armstrong meninggal dunia akibat kanker esofagus. Sebagai respons atas duka yang dialaminya, Billie Joe mengucapkan kalimat “Wake Me Up When September Ends” kepada ibunya, Ollie Jackson. 22 Tahun kemudian, kalimat itu jadi judul lagu yang dirilis Billie bersama grupnya.
Sejak Awal, September Hitam Memang Soal Tragedi
Kalau ngomong konteks lebih luas, bulan ke-9 dalam kalender ini memang membawa banyak kenangan kelam. Kamu tentu ingat peristiwa 9/11 di Amerika Serikat yang fenomenal itu. Hampir 3 ribu orang meninggal dunia, ditambah 6 ribu lebih yang luka-luka. Serangan ke Gedung kembar World Trade Center dan Pentagon itu dikenal sebagai salah satu hari paling gelap dalam sejarah modern.
Sementara sekitar 12 tahun sebelum ayah Billie Joe wafat, ada satu tragedi yang memicu munculnya istilah Black September. Berawal dari Perang Enam Hari antara negara-negara Arab versus Israel. Israel menang, membuat musuh Arab-nya kocar-kacir, termasuk salah satunya organisasi gerilyawan seperti PLO (Palestine Liberation Organization) yang kabur ke Yordania.
Di tempat pelariannya, PLO ternyata lumayan mengganggu. Sambil tetap rajin menyerang Israel, para milisi mengancam kekuasaan di Yordania pimpinan Raja Hussein kala itu. Raja Husein yang geram memerintahkan pasukannya menghadapi gerilyawan Palestina. Hasilnya, bentrokan berdarah militer Yordania versus milisi PLO September 1970, menyebabkan ribuan orang Palestina terbunuh dan terusir, termasuk warga sipil.
Selepas peristiwa itu, ternyata ada aksi lanjutan. Gerilyawan yang menyimpan dendam tetap melakukan perlawanan sampai beberapa tahun usai perang di Yordania. Sasarannya, Raja Hussein dan tentu saja orang-orang Israel di mana saja yang bisa ditargetkan. Kelompok balas dendam ini muncul tahun 1971, menyebut diri mereka sebagai Black September.
Di antara berbagai aksi yang dilakukan, satu yang tercatat adalah pada Olimpiade Jerman 1972. Militan menculik, menyandera, dan menghilangkan nyawa 11 atlet asal Israel sebagai bentuk teror. Insiden ini dikenang sebagai Munich Massacre (Pembantaian Munich). Rentetannya terjadi sepanjang 20 jam, antara 5-6 September 1972. Dengan korban jiwa 11 atlet Israel, seorang polisi Jerman, dan 5 orang penculik.
Kalau kamu ingin ikut merasakan kelamnya Pembantaian Munich, coba tonton film dokumenter One Day in September (1999), Munich (2005), atau yang paling baru September 5 (2024).
Ngeri September Hitam di Dalam Negeri
Dalam catatan sejarah dalam negeri, sejumlah insiden kelam dan menyedihkan juga terjadi pada bulan September. Contohnya G30S/PKI, peristiwa yang masih simpang siur, baik soal detail kebenaran maupun jumlah korban pembantaian yang membuntutinya. Hitam, sampai senegara harus rela memasang bendera setengah tiang, sekadar buat mengenang.
Belum cukup, nyatanya Tragedi Tanjung Priok Berdarah juga terjadi 13 September 1984. Itu, penembakan puluhan demonstran sipil oleh tentara, usai rentetan kasus berkaitan isu agama. Komnas HAM mendata jumlah korban sebanyak 78 orang, di antaranya 23 meninggal dan 55 luka-luka.
Pelanggaran HAM berat oleh militer ini pernah dibawa ke ranah hukum, tapi tentu hasilnya sudah bisa ditebak. Oknum tentara yang melakukan pembunuhan kilat, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan tahanan, dan penghilangan orang secara paksa. Mentok hukumannya penjara 10 tahun dan denda Rp1,5 miliar. Sementara aktivis yang dicap menghasut massa sehingga memicu demonstrasi dan kerusuhan, divonis 18 tahun penjara.
Insiden di Bulan ke-9 Semakin Menjadi-Jadi
Nggak juga kapok, aneka pelanggaran HAM masih terus terjadi pada tahun-tahun berikutnya, bahkan setelah reformasi. Hanya selisih 1 tahun sejak Pak Harto lengser, demonstrasi berujung kematian sipil terjadi lagi. Peristiwa Semanggi II, menewaskan 11 orang warga dan melukai 200-an lainnya. Di antara yang jadi penyebab korban jiwa adalah tembakan peluru tajam. Milik siapa?
Air mata keluarga korban Semanggi II belum kering, tapi pemerhati keadilan di sini harus rela kehilangan salah satu pejuang HAM-nya, Munir Said Thalib. Pria keturunan Arab asal Kota Batu meninggal dunia, diduga akibat diracun dalam perjalanannya naik Garuda Indonesia (bukan Gulfstream). Otak pembunuhan konspiratif itu belum jelas, meskipun sudah ada tersangka yang dihukum.
Sudah cukup? Oh, tentu tidak. Daftar di atas masih masih diikuti dengan beberapa kasus kemanusiaan lain.
Salim Kancil yang tumbang menolak tambang pasir di Lumajang, tewas dianiaya. Sementara rekannya, Tosan, selamat karena dikira sudah tak bernyawa. Pendeta Yeremia yang terkenal vokal menolak kehadiran TNI di Papua. Ditemukan istrinya di kandang babi, dengan luka tusuk dan tembak.
Lalu, jangan lupakan juga kekerasan aparat saat unjuk rasa bertajuk Reformasi Dikorupsi tahun 2019. Plus bonus, penggusuran paksa warga adat Pulau Rempang yang masih segar di ingatan, juga oleh aparat. Semua peristiwa itu menambah catatan hitam malapetaka pada bulan September.
Bangunkan Kalau September Sudah Usai
Kalau di Timur Tengah dan Eropa, Black September merujuk pada teroris, di sini agak beda. September Hitam mengenang orang-orang pejuang keadilan yang terbunuh, di mana kebanyakan warga sipil. Sementara pelakunya lebih variatif, ada yang preman, pilot, sampai tentara.
Dan memang, “Wake Me Up When September Ends” begitu personal bagi Billie Joe. Tapi, pahitnya September yang dia rasakan juga dialami oleh banyak orang. Termasuk korban dan keluarga korban dari seluruh nestapa yang tertulis di atas.
Tragis memang, itulah kenapa Billie Joe ingin langsung men-skip-nya dengan tidur, dan minta dibangunkan lagi kalau bulan ini sudah selesai. Karena September selalu membuka ingatan hitam, khususnya buat orang-orang yang peduli dengan keadilan.