Selain APBN ada juga sumber lain yang boleh digunakan sebagai modal kampanye. Di antaranya harta pribadi peserta pemilu, partai politik atau koalisinya masing-masing, serta sumbangan dari pihak lain yang sah menurut hukum.

Sumber yang terakhir ini bisa jadi topik obrolan yang seru, terutama buat kalian yang gemar investigasi, atau suka mengikuti teori konspirasi. Pasalnya, sumbangan boleh berasal dari individu atau kelompok, perusahaan, serta badan usaha non pemerintah.
Modal Kampanye dari Sumbangan
Jadi, sumbangan bisa dari siapa saja yang memenuhi ketentuan, juga tercatat dalam laporan dengan identitas yang jelas, serta tidak melebihi batas nominal yang sudah ditetapkan. Begini aturannya soal batasan:
- Sumbangan dari perseorangan
- Pemilu Presiden/Wakil Presiden: tidak lebih dari Rp2,5 miliar
- Pemilu Anggota DPR RI/DPRD: tidak lebih dari Rp2,5 miliar
- Pemilu DPD RI: tidak lebih dari Rp750 juta
- Sumbangan dari kelompok, perusahaan, atau badan usaha non pemerintah
- Pemilu Presiden/Wakil Presiden: tidak lebih dari Rp25 miliar
- Pemilu Anggota DPR RI/DPRD: tidak lebih dari Rp25 miliar
- Pemilu DPD RI: tidak lebih dari Rp1,5 miliar
Ketentuan di atas berdasarkan Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2023. Oleh karena itu, kalau kalian ingin menyumbang, sebaiknya mengikuti aturan tersebut.
Jika kalian tetap ngotot ingin menyisihkan rezeki demi para peserta pemilu tersebut, artinya kalian tidak menghargai tujuan dari aturan yang telah ditetapkan KPU. Karena pasti KPU punya alasan, mengapa negara menerbitkan peraturan tentang batasan sumbangan untuk dana kampanye.
Jumlah sumbangan dana kampanye dibatasi, demi mencegah dominasi pihak-pihak tertentu, sehingga parpol, calon anggota legislatif dan pejabat eksekutif yang nantinya terpilih, bisa tetap mandiri dalam membuat kebijakan saat menduduki jabatannya. Tentu saja, agar keputusan-keputusan yang diambil memang benar demi kepentingan rakyat, bukan untuk menyenangkan pemodal kampanye.
Laporan Dana Kampanye
Agar lebih transparan, serta mewujudkan prinsip kepastian hukum dan akuntabilitas. Maka para peserta pemilu juga harus membuat catatan tentang dana kampanye masing-masing. Kemudian mereka harus menyusun Laporan Dana Kampanye (LDK) dalam tiga bagian, di antaranya:
- Laporan Awal Dana Kampanye (LADK)
- Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK)
- Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK)
Setiap jenis laporan memuat informasi lengkap, sesuai Peraturan KPU. Menurut Pasal 334 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, LADK memuat saldo awal Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) serta sumbangan dari partai politik, caleg, dan pihak lain. Dan menurut PKPU 18/2023, LADK juga harus memuat sisa saldo hasil penerimaan dan pengeluaran sebelum pembukuan, serta setelah RKDK dibuka.

