Rakesh, unit alternatif rock asal Kota Palu, akhirnya merilis album debutnya yang bertajuk Alter Ego. Album ini menyuguhkan 13 lagu dengan tema yang menggali lapisan-lapisan identitas dan dinamika emosi manusia modern.
Pernahkah kamu merasa terjebak dalam persona yang bukan dirimu yang sebenarnya? Alter Ego merefleksikan pertanyaan itu, menguliti berbagai perasaan dan identitas yang sering kali disembunyikan. Seperti namanya, album ini menyentuh konsep “aku yang lain”, sesuatu jarang muncul akibat tekanan dari dunia yang terus bergerak.
Tanggal 7 Februari 2025 menjadi momen penting buat Rakesh, akhirnya mereka mempersembahkan album ambisius ini kepada dunia. Bagaimana nggak ambisius, proses kreatifnya saja makan waktu dua tahun, menghasilkan album berdurasi hampir 50 menit yang jadi wadah eksplorasi musikal enerjik yang penuh makna.
Setiap lagu di dalamnya terjalin dengan distorsi yang emosional. Bukan sekadar album, Alter Ego lebih seperti jurnal yang ditulis di malam hari, momen hening yang introspektif.
Album ini dibuka dengan “New Devine”, sebuah ajakan untuk bangun dan melawan pembungkaman, dengan musik rock yang konstan dan berdaya ledak. Lalu ada “Terbang ke Angkasa”, lagu yang menangkap kegelisahan dalam meraih mimpi yang kerap dibayangi keraguan.
“Pulih” berbicara secara eksplisit tentang upaya melepaskan diri dari trauma masa lalu. Sementara “Kilau” menghadirkan kisah ketidakpercayaan diri yang sering kali menjadi penghambat. Padahal setiap langkah yang kita ambil selalu menuntun pada cahaya.
Salah satu trek yang lebih santai, “Kita Tulis”, telah dirilis sebagai single sebelum album ini dan hadir dengan sentuhan pop yang lebih dominan. Lagu ini membahas dinamika hubungan yang tak selalu harus berakhir dalam ikatan formal. Lalu, “Sampai Kapan” mengangkat tema keresahan dan empati yang kerap terdistorsi oleh kekuatan di luar kendali kita.
Di antara deretan lagu, “Dagger” jadi salah satu yang menampilkan potret sosial tajam. Kisah seorang perempuan yang harus bertahan hidup di perantauan dengan segala cara yang tersedia. Ada pula “Jingga”, yang menangkap perasaan tertekan akibat beban dari luar, hingga harus mengorbankan impian sendiri. Di tengah lagu ini, terdengar helaan napas yang seolah menguatkan pesan bahwa terkadang kita memang butuh jeda.
Selain “Kita Tulis”, lagu “Im.Pli.Ka.Si” juga sempat dirilis lebih dulu, menghadirkan warna berbeda dengan vokal tambahan dari Andiqu Inayah dan Syeren Bawias (Sejuk Sendu). Berikutnya ada “Lalu Kemudian”, sebuah pengingat bahwa luka tak boleh menghentikan perjalanan kita. Di track ke-11, “Kabar Duka” menangkap perasaan kehilangan yang selalu datang tanpa aba-aba.
Sebelum sampai ke akhir, “Petarung Tunggal” hadir sebagai hasil kolaborasi dengan unit surf rock Beach Bizzy, menghadirkan karakter antagonis yang akhirnya terisolasi akibat tindakannya sendiri. Album ini pun ditutup dengan “Attention! Attention!”, merangkum pesan keseluruhan Alter Ego—perjuangan menghadapi diri sendiri dan identitas yang muncul di berbagai situasi hidup.
Dengan eksplorasi lirik yang reflektif, distorsi yang menghentak, dan melodi atmosferik yang kuat, Alter Ego bukan sekadar album rock alternatif biasa. Ini adalah cermin dari kegelisahan dan pencarian jati diri manusia urban.
Proses kreatif album ini juga melibatkan berbagai seniman asal Palu. Di antaranya Charles Edward yang menggarap artwork album dan single, Syachrinaldi Cante yang menulis lirik untuk “Lalu Kemudian” dan “Petarung Tunggal”, serta Rizky Toar yang berkontribusi dalam “Kita Tulis”. Tak ketinggalan, Farid Pramudya, Andiqu Inayah, Syeren Bawias, Yusuf Baharudin, dan Beach Bizzy yang menambah warna pada album ini.