Belakangan nama Karen bikin heboh lagi, kali ini bukan di Amerika, melainkan di sini. Yang dimaksud di sini adalah eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan. Dia baru divonis penjara 13 tahun atas kasus korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) yang bikin negara rugi hingga Rp2,1 triliun.
Orang ini sebenarnya nggak mewakili isi utama tulisan yang lagi kamu baca sekarang. Cuma karena nama depannya itu dan berita tentang beliau lagi hangat-hangatnya, maka diangkat di paragraf pembuka.
Nah, kamu yang suka main sosmed pasti familiar dengan istilah “Karen”. Sejak beberapa tahun terakhir, istilah ini sering dipakai buat menyebut, menggambarkan, atau menamai seseorang tertentu. Biasanya yang cocok dengan kriteria, wanita kulit putih paruh baya yang dianggap sok berhak, suka menuntut, dan seringkali sikapnya nggak masuk akal.
Ya, sebenarnya nggak jauh kalau dibandingkan sama emak-emak cerewet yang maha menang dan maha benar itu.
Asal Usul Stereotip Karen
Dulu, sekitar tahun 1960-an, nama Karen sangat populer di Amerika Serikat. Sekarang, itu dipakai buat menyebut emak-emak pirang yang rasis dan sok punya privillege, sehingga maunya menang sendiri.
Asal-usul pasti istilah Karen aslinya masih simpang siur. Tapi, ada beberapa teori menarik, yakni pengaruh media yang memunculkan stereotip, sehingga orang-orang yang punya kriteria annoying kayak tadi dapat sebutan “Karen”.
Menurut pakar linguistik Universitas Michigan, Robin Queen, komedian Dane Cook dan film Mean Girls turut berperan dalam memperkenalkan istilah “Karen” yang kemudian dipakai khusus untuk menyebut orang dengan kriteria tertentu.
Pada tahun 2005, Dane Cook menulis dan menampilkan stand-up berjudul The Friend Nobody Likes. Ceritanya ada tokoh yang disebut sebagai the friend nobody likes. Di sirkelnya, dia dijadikan teman cuma biar bisa dicibir atau jadi bahan ghibah, dan tokoh ini diberi nama Karen.
Sekitar setahun sebelumnya, film Mean Girls meluncur dengan salah satu tokoh utama bernama Karen Smith. Dia ini sebenarnya masih muda dan baik hati, tapi kurang pintar dan ber-privillege karena berasal dari keluarga berada.
Ada satu dialog yang bikin tokoh yang diperankan Amanda Seyfried itu menggambarkan Karen. Itu pas dia berkata ke lawan mainnya, Cady yang diperankan Lindsay Lohan, “Kalau kamu dari Afrika, mengapa kamu berkulit putih?” dengan ekspresi rasis.
Populer di Medsos, Jadi Meme
Meme “Karen” muncul sebagai cara orang kulit berwarna, khususnya komunitas kulit hitam Amerika buat menyindir sikap diskriminasi dan permusuhan yang sering mereka hadapi. Di situ, pastinya kemudian muncul banyak meme soal Karen ini. Banyak rekaman video kejadian diskriminatif akhirnya terekspos dan menyebar di media sosial.
Tapi sebelum pakai istilah “Karen”, setiap insiden viral pelakunya ditandai dengan julukan tertentu. Contohnya, seorang wanita yang lapor polisi karena seorang anak kulit hitam umur delapan tahun menjual air mineral tanpa izin, disebut “Permit Patty”. Atau wanita yang telepon polisi cuma karena ada keluarga kulit hitam sedang pesta barbekyu, disebut “BBQ Becky”. Ada juga julukan “Golfcart Gail” buat wanita yang melaporkan bapak-bapak kulit hitam di pertandingan sepak bola.
Tren mulai mencuat pada 2018, dan seiring waktu, aneka julukan itu disepakati untuk dilebur. Jadi satu istilah yang paling populer, yaitu Karen. Stereotip yang berkembang pesat di Reddit. Waktu itu ada subreddit—komunitas pengguna untuk topik tertentu—yang memakai istilah “Karen” buat berbagi info dan pengalaman soal emak-emak yang nggak masuk akal, salah satunya di r/FuckYouKaren.
Selain sikapnya yang dianggap merasa superior dan paling berhak, secara fisik. “Karen” juga dihubungkan dengan gaya rambut khas, yaitu potongan pendek berombak ala bintang televisi, Kate Gosselin di era 2010-an.
Dari Julukan Jadi Stereotip
Seiring waktu, tentu saja banyak Karen bermunculan. Baik media sosial maupun media konvensional, akhirnya juga memakai istilah yang sama untuk stereotip emak-emak nggak masuk akal itu
Waktu memberitakan soal emak-emak yang dicap Karen, media ikutan nggak menyebut nama aslinya, malah ngasih julukan. Semasa pandemi, berkembang sebutan Karen Coronavirus buat emak-emak blonde ini. Mereka lebih cerewet dari biasanya, sedikit-sedikit lapor manajer atau polisi, juga sering mengumpat dan ngomong kasar ke orang-orang, terutama yang kulitnya berwarna.
Contohnya kayak ibu kulit putih paruh baya yang ditegur karena nggak pakai masker, tapi malah marah-marah. Ibu-ibu yang tertangkap kamera sedang ada di Montana itu, oleh media disebut Whitefish Karen—Whitefish adalah nama satu daerah di negara bagian Montana.
Begitu juga waktu viral ibu-ibu konflik di tempat parkir pusat belanja bernama Kroger. Ibu-ibu kulit putih yang entah kenapa, menghalang-halangi mobil ibu-ibu kulit hitam yang mau mundur di parkiran. Entah apa alasannya, yang jelas si ibu kulit putih ini akhirnya dapat sebutan Kroger Karen.
Atau kasus yang paling unik sekaligus lucu, waktu emak-emak di San Francisco marah-marah nggak jelas. Komplain akibat seseorang bapak-bapak imigran Asia membuat tulisan stensil “Black Lives Matter” pada sebuah dinding, sebagai bentuk tindakan anti-diskriminasi ke masyarakat kulit hitam. Si emak ngotot telepon polisi, meskipun si bapak-bapak ini sudah menjelaskan bahwa dinding itu properti miliknya.
Perkembangan Karenisme
Belakangan, Karen versi pria juga mulai hadir, meski nggak sepopuler Karen. Mereka disebut “Ken”, contohnya adalah pasangan Patricia dan Mark McCloskey yang terekam mengarahkan senjata ke arah pengunjuk rasa di St. Louis, Missouri. Internet pun langsung menjuluki mereka sebagai “Karen dan Ken”.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana budaya internet merespons ketimpangan sosial dan ketidakadilan dengan sindiran tajam.
Cuma, ada juga pendapat sebaliknya yang menganggap sebutan stereotip itu kontroversial. Sasaran julukan itu kebanyakan wanita—atau pria—kulit putih paruh baya, dari kelas sosial menengah ke atas. Jadi, sebutan itu dianggap juga sebagai bentuk diskriminasi terhadap gender, usia, dan kelas.
Tapi di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa istilah “Karen” lebih merujuk ke perilaku, bukan karakter fisik dan demografis. Jadi, julukan ini lebih dinilai sebagai kritik daripada diskriminasi.
Terlepas dari situ, ternyata fenomena “Karen” juga merambah ke dunia bisnis dan hiburan. Sempat viral juga, restoran dari Australia, “Karen’s Diner” yang menawarkan pengalaman unik. Di mana stafnya sengaja bersikap kasar dan nggak ramah ke pelanggan, mirip dengan stereotip. Konsep ini ternyata menarik dan memberi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang ingin merasakan pengalaman berbeda saat bersantap.
Lebih menarik lagi, nama yang sempat populer tahun ’60-an ini belakangan mulai kehilangan pamornya. Menurut data dari Administrasi Jaminan Sosial AS, tahun 2020 nama “Karen” turun 171 peringkat dalam daftar popularitas nama bayi perempuan, terendah sejak 1927.
Lalu, gimana nasib orang yang terlanjur bernama Karen, tapi sikapnya jauh dari stereotip? Ya, malu.