Nabi Hud alaihissalam merupakan nabi ke-4, dari 25 nama nabi yang wajib diimani muslim. Ia diutus kepada kaum ‘Ad yang tinggal di daerah Iram, sebuah kota yang terkenal pada zaman dahulu.
Kisah tentang kehidupan dan perjalanan dakwah Nabi Hud As banyak disajikan dalam Al Qur’an, bahkan nama “Hud” diabadikan sebagai judul surat ke-11. Seperti yang diriwayatkan dalam Al Qur’an Surat Hud ayat 50-51 yang menyebutkan tentang Nabi Hud dan kaum ‘Ad.
“Dan kepada kaum Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada. “Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (Seruanku) ini. Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu mengerti?”” (Q.S. Hud ayat 51).
Tentang Kaum Ad
Kaum Ad, menurut Ibnu Jarir adalah generasi ke-4, keturunan Sam, salah satu putra Nabi Nuh alaihissalam. Mereka mendiami sebuah daerah yang disebut dengan al-Ahqaf, di sebuah kota bernama Iram.
Salah satu pendapat tradisional Islam menyebut bahwa lokasinya di wilayah Yaman sekarang, antara Oman dan Hadramaut. Berupa daratan yang bergelombang oleh bukit-bukit pasir dan miring, dengan lembahnya yang dinamakan Mughiith. Daerah ini juga dikenal memiliki tanah yang subur dengan hasil pertanian melimpah.
Kaum Ad dikatakan sebagai nenek moyang bangsa Arab, juga dipercaya menjadi penutur Bahasa Arab pertama. Mereka hidup sekitar 2000 tahun sebelum Masehi, dan kini diperkirakan sudah punah. Menjadi ras yang dikenal superior, dengan perawakan tubuh yang tinggi besar, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 69.
“Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Dalam Surat As-Syu’ara, disebutkan pula bahwa kaum Ad memiliki banyak keturunan, hewan ternak, kebun-kebun, dan mata air. Selain itu, mereka juga pandai dalam bidang arsitektur. Mendirikan bangunan-bangunan tinggi besar, beragam istana, dan benteng-benteng di wilayah perbukitan. Ayat Al-Quran ini menggambarkan bahwa kaum Ad tinggal di negeri yang makmur dan memiliki peradaban tinggi. Bukan tidak mungkin, negeri kaum Ad adalah wilayah paling modern pada zamannya.
Nabi Hud Alaihissalam
Nabi Hud lahir sebagai keturunan Nabi Nuh dari garis Sam yang berputra Arfakhshand yang menurunkan Salih, ayah Nabi Hud. Ia tinggal di Iram, ibu kota negeri Ad yang diperkirakan berada di wilayah ar-Rub’ al-Khali, sebuah gurun pasir luas di Semenanjung Arab Selatan.
Sosok Eber atau Heber dari riwayat Alkitab, sering disamakan dengan Nabi Hud. Eber juga merupakan keturunan dari Sam bin Nuh. Dikatakan bahwa ia adalah ayah dari bangsa Ibrani, moyang Yahudi.
Nabi Hud hidup di tengah-tengah kaum Ad. Kaum Ad adalah masyarakat modern yang hebat sekaligus ras unggul, dipimpin oleh Raja Shaddad. Namun kehebatan itu diikuti dengan takabur dan ambisi yang berlebihan. Mereka mendirikan bangunan-bangunan megah, tinggi, dan kuat karena ingin bisa hidup abadi.
Ada riwayat yang mengatakan bahwa kaum Ad sebenarnya bukan tidak mengenal Allah SWT sama sekali. Mereka percaya atas keberadaan-Nya, tetapi juga sekaligus melakukan praktik-praktik penyembahan pada tuhan lainnya. Memberhalakan patung-patung buatan sendiri yang diberi nama Shamud dan Alhattar, mengulangi kesalahan kaum sebelum mereka.
Nabi Hud mengajak kaum Ad untuk meninggalkan pemujaan terhadap berhala dan beralih menyembah Allah SWT. Beliau juga menunjukkan bukti kekuasaan dan keesaan Allah agar mereka memilih jalan yang benar. Sebagai rasul yang memiliki kesabaran dan keteguhan dalam berdakwah, ia terus menerus mengingatkan kaum Ad atas kesalahan yang mereka lakukan. Namun kaum Ad tetap tidak menggubris, malah menganggap Nabi Hud mengalami gangguan mental.
Azab untuk Kaum Ad
Akibat sikap sombong dan menentang Nabi Hud, Allah SWT kemudian memberikan peringatan berupa kemarau panjang yang membuat kaum ‘Ad khawatir akan kelaparan. Menurut kesimpulan Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah, azab kekeringan itu berlangsung selama tiga tahun.
Saat kekeringan itulah, Nabi Hud kembali meyakinkan mereka untuk bertaubat dan menyembah Allah. Namun kata-katanya diabaikan, sesuai dengan Al Qur’an surat Al-A’raf ayat 70. Nabi Hud juga memberikan peringatan tentang adanya pertanda buruk, mereka tetap mengabaikannya.
“Mereka berkata , ‘Apakah kedatanganmu kepada kami hanya menyembah kepada Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu benar!”
Kaum Ad mengirim 70 orang utusan untuk mencari air. Sementara salah seorang pemimpin agama mereka, Qail bin Anaz berusaha lewat jalur spiritual. Kemudian Allah menjawab doa itu dengan mengirimkan tiga awan, masing-masin berwarna putih, merah, dan hitam.
Akibat tidak beriman, kurang pengetahuan, dan keras kepala, Qail bin Anaz tentu memilih awan hitam yang dikiranya sebagai tanda turunnya hujan. Kaum Ad pun demikian, bergembira setelah melihat awan hitam di atas lembah-lembah mereka. Riwayat ini tertuang dalam Al-Quran Surat Al-Ahqaf ayat 24-25, berikut terjemahannya.
“Inilah hujan untuk kami!”. Allah swt berfirman dalam surat al-Ahqaf ayat 24-25: “Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan)! bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang terlihat lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.”
Angin Maha Dahsyat
Akhirnya Allah mendatangkan azab kepada kaum ‘Ad dengan angin topan. Lamanya 7 hari berturut-turut, sehingga menghancurkan segala pencapaian kaum Ad.
Pada badai pertama, sebagian masih bisa mengungsi dan menyelamatkan diri ke gua-gua, tetapi azab Allah pasti nyata.
Sebuah riwayat menceritakan bahwa Allah kemudian mengutus angin al-Aqim yang panas dan disertai nyala api di belakangnya. Kaum Ad masih saja optimis, mengira tiupan angin panas ini merupakan tanda keselamatan. Namun tidak. Angin inilah yang menjadi pemusnah kaum Ad yang ingkar kepada Allah. Angin topan berikut gelombang panas adalah azab pamungkas yang sebenarnya mereka pinta sendiri.
Sementara itu, Nabi Hud beserta para pengikutnya diselamatkan oleh Allah. Nabi Hud telah diperingatkan oleh Allah untuk segera menyingkir dari lembah naas tersebut. Ia dan pengikutnya pindah tanpa sedikit pun terkena dampak bahaya dari azab Allah Ta’ala.
Usai peristiwa tersebut, tidak banyak lagi riwayat tentang Nabi Hud dan para pengikutnya. Beberapa sumber hanya menyebutkan tentang akhir hidupnya pada usia 150 tahun. Sementara menurut Alkitab Nabi Hud wafat pada usia 464 tahun.
Makamnya dipercaya berada di daerah Hadramaut, Yaman, sekitar 140 kilometer di utara Kota Mukalla. Terletak di sebuah desa yang terbengkalai, di mana di sekitarnya juga ditemukan reruntuhan kuno dan beberapa prasasti.
Situs tersebut diberi nama Qabr Hud yang berarti Makam Hud. Sebuah masjid berdinding putih didirikan di tempat itu. Hingga kini, masih banyak dikunjungi peziarah, khususnya antara tanggal 11-15 bulan Sya’ban.
Pelajaran yang Bisa Dipetik
Salah satu pelajaran yang dapat diambil dari kisah Nabi Hud adalah kesabaran dalam menghadapi cobaan dan ujian. Beliau menunjukkan bahwa dengan kesabaran yang kuat, seseorang bisa melewati segala kesulitan dan rintangan yang ada di depannya. Kesabaran juga merupakan salah satu sifat yang dianjurkan oleh Allah dalam menjalani kehidupan. Karena dengan kesabaranlah seseorang bisa meraih keberkahan dan keberhasilan.
Nabi Hud selalu memohon perlindungan dan pertolongan kepada Allah SWT dalam setiap masalah yang dihadapinya. Beliau percaya sepenuhnya bahwa Allah adalah pemilik segala urusan. Dan segala masalah pasti ada jalan keluarnya, diberikan oleh Allah pada waktu yang tepat.
Dari kisah teladan Nabi Hud, dapat kita ambil pelajaran untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Beliau selalu menjalani kehidupan dengan penuh iman, serta berusaha selalu mendekatkan diri kepada Allah. Kesadaran akan keberadaan Allah dalam hidupnya membuat Nabi Hud selalu berusaha untuk meraih keridhaan-Nya.
Selain itu, kisah Nabi Hud juga mengajarkan tentang pentingnya menghindari kesombongan. Kaum Ad yang superior dan berperadaban tinggi, tetapi lupa bahwa semua itu adalah pemberian Allah. Meski Nabi Hud mengingatkan mereka dengan sabar dan penuh kasih, mereka tetap saja keras kepala. Hancurnya suku Arab kuno ini memberikan pelajaran pada kita untuk tidak terlalu bangga diri. Keahlian dan ilmu pengetahuan yang dipunya, pada dasarnya bersumber dari satu, yakni Allah SWT semata.