Nabi Ayub adalah salah satu nabi yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Alkitab. Ia dikenal sebagai nabi yang penuh dengan kesabaran dan keberanian dalam menghadapi ujian dan cobaan.
Ayub Alaihissalam lahir di tanah Uz pada masa Nabi Ibrahim AS. Ia merupakan keturunan Nabi Ya’qub Alaihissalam dan menjadi tokoh yang dihormati di kalangan masyarakatnya. Hidup pada kisaran tahun 1420-1540 SM, ia ditugaskan bagi penduduk di daerah Huran (yang terletak di sekitar Yordania dan Suriah).
Nabi Ayub alaihissalam merupakan orang yang kaya raya. Ketika berumur 40 tahun, ia dianugerahi kekayaan yang melimpah oleh Tuhan. Ia memiliki banyak harta, ternak, dan keluarga yang bahagia.
Dikutip dari CNN dalam buku Dua Puluh Lima Nabi Banyak Bermukjizat Sejak Adam A.S hingga Muhammad S.A.W. (2014) disebutkan, ia memiliki banyak sapi, unta, kuda, keledai, uang, hingga emas.
Namun, cobaan datang menghampiri Nabi Ayub ketika Allah menguji kesabarannya melalui penyakit yang sangat parah.
Kisah Kesabaran Nabi Ayub
Pada saat Nabi Ayyub mencapai usia 51 tahun, Allah SWT menguji keimanan-Nya dengan cobaan sangat berat. Ia terkena penyakit kulit yang parah, menyebabkan nanah mengalir dari tubuhnya dan rambutnya rontok.
Bukan cuma itu, ia juga kehilangan harta kekayaannya. Selama beberapa waktu, musibah menimpanya secara berturut-turut. Dimulai dengan rumahnya roboh yang menewaskan semua anaknya. Kebun-kebunnya hancur, hewan ternaknya pun mati karena badai dan hama yang diturunkan oleh Allah SWT.
Jatuh sakit dan miskin, keluarga Nabi Ayub yang tersisa menjadi ingin menjauh. Orang-orang yang mengetahui tentang penyakitnya juga menjaga jarak. Semuanya jijik dan takut tertular.
Akibatnya, Nabi Ayub memilih untuk menyendiri dan mengasingkan diri ke suatu tempat. Namun ia tidak sendirian, ditemani oleh istri setianya yang bernama Rahmah bin Afraim bin Yusuf bin Ya’qub.
Pengorbanan Sang Istri
Meskipun dihadapkan pada cobaan berkepanjangan selama 18 tahun, Nabi Ayyub tetap bersyukur dan tidak pernah mengeluh. Ia terus berusaha menyembuhkan penyakitnya sambil bersabar di pinggiran negeri.
Rahmah menjadi penghibur dan pendamping satu-satunya. Ia berusaha keras mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua. Meski pernah menjadi pembantu, Rahmah dipecat setelah majikan mengetahui bahwa dia adalah istri Nabi Ayub yang menderita penyakit kusta.
Wanita solihah keturunan nabi, dengan sabar dan ikhlas membantu Nabi Ayub. Sampai rela menjual rambut demi memenuhi kebutuhan hidup. Rahma mendapatkan uang yang cukup dari penjualan tersebut, yang kemudian digunakan untuk membeli makanan.
Nabi Ayub merasa terkejut karena Rahma menyajikan banyak makanan. Ketika ditanyai oleh Nabi Ayub, Rahma menjelaskan bahwa makanan itu dibelinya dengan uang yang diperoleh dari pekerjaannya.
Hari berikutnya, Rahma menjual rambutnya lagi dan membeli makanan dalam jumlah yang sama seperti sebelumnya. Hal ini membuat Nabi Ayub marah karena merasa dikhianati oleh Rahma. Dia meminta Rahma untuk menceritakan kebenaran, dan Rahma pun terbukti telah menjual rambutnya.
Nabi Ayub kemudian bersumpah bahwa jika sembuh nanti, dia akan mencambuk Rahma sebanyak 100 kali. Mendengar itu, Rahma merasa sedih dan kecewa, sehingga dia memutuskan untuk meninggalkan Nabi Ayub.
Kesembuhan Nabi Ayub
Akhirnya Nabi Ayub berdoa kepada Allah untuk kesembuhan, dan doanya dikabulkan dengan segera.
“Hentakkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (Al-Quran, Surah Shad ayat 42).
Setelah mandi dengan air tersebut, Nabi Ayub pulih sepenuhnya. Kondisi fisiknya pun jauh lebih baik dari sebelumnya.
Rahma belum menyadari bahwa suaminya telah sembuh dari penyakit. Namun, dia merasa sedih karena harus berpisah dari Nabi Ayub, sehingga memutuskan untuk kembali kepada suaminya.
Di sisi lain, Nabi Ayub juga merasakan hal yang sama. Dia merasa bersalah usai bersumpah untuk mencambuk istrinya yang padahal sangat ia cintai. Pada akhirnya keduanya dipertemukan kembali dalam kondisi Nabi Ayub yang sudah sembuh, ,membuat Rahma bersyukur kepada Allah.
Namun, Nabi Ayub mengingat sumpahnya dan berbicara kepada Rahma bahwa dia akan menepati sumpah tersebut. Demikian pula, Rahma siap menerima konsekuensi dari sumpah tersebut.
Allah selalu mempermudah bagi hamba-Nya yang taat, termasuk dalam menepati sumpah. Wahyu pun turun kepada Nabi Ayub, agar ia mengambil seikat batang gandum dan memukulkan ke Rahma satu kali. Ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa Nabi Ayub diminta untuk mengumpulkan 100 batang lidi. Dengan demikian, sumpah Nabi Ayub telah ditepati.
Kembali Seperti Sebelumnya
Selain mendapatkan kesehatannya kembali dan menepati sumpahnya, Nabi Ayub juga mendapat kembali apa yang telah diambil Allah.
Berita kesembuhannya menyebar luas di seluruh negeri. Allah SWT pun memerintahkan Nabi Ayub untuk pergi ke luar sehingga orang-orang bisa melihat bahwa ia sudah benar-benar sembuh.
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah mereka), sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Kami.” (Al-Quran Surah Al-Anbiya ayat 83-84)
Ia kembali ke dalam kehidupan yang penuh sukacita dan diberkati dengan seorang putra yang saleh, yang bernama Basyar atau Zulkifli, yang suatu hari akan menjadi seorang nabi.
Beberapa ulama mengatakan bahwa menurut catatan, Ayub meninggal pada usia 93 tahun, namun ada yang berpendapat bahwa usianya mungkin lebih dari itu. Beberapa juga beranggapan bahwa Ayub hidup selama tujuh puluh tahun setelah pulih dari penyakitnya.
Makam Nabi Ayub disebut-sebut berada di Pegunungan Qarah di luar perbatasan kota Shalalah di bagian selatan Arab.
Keteladanan Nabi Ayub
Keteladanan dari Nabi Ayub terlihat dalam sikap sabar dan ketabahannya dalam menghadapi cobaan. Meskipun diuji dengan penyakit yang sangat parah dan kehilangan harta serta keluarga, Nabi Ayub tetap bersyukur kepada Tuhan atas segala nikmat yang diberikan-Nya.
Ia mengajarkan untuk tetap bertawakal kepada Tuhan dalam setiap cobaan. Serta tidak pernah menyalahkan-Nya atas musibah yang menimpa.
Setelah bersabar dan bertawakal kepada Tuhan, Nabi Ayub akhirnya disembuhkan dari penyakitnya dan diberikan kesehatan yang baru.
Tuhan mengganti harta yang hilang dengan kekayaan yang lebih besar serta memberikan keluarga yang lebih bahagia kepada Nabi Ayub.