• About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten
Friday, December 19, 2025
hipkultur.com
  • Login
  • Register
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
hipkultur.com
No Result
View All Result
Home Ekspresi

Kayak Label Halal, Mungkin Perlu Ada Juga Sertifikasi Anak ‘Nakal’

Ovan Obing by Ovan Obing
16 May 2025
in Ekspresi
0
Ilustrasi sertifikat nakal

Ilustrasi sertifikat nakal

0
SHARES
0
VIEWS
Bagikan di WABagikan di TelegramBagi ke FBBagi ke X

Setelah masa penciptaan, Tuhan ngajarin Mbah Adam, nama-nama. Terus, nggak tahu kapan dan abad keberapa, manusia generasi berikutnya ikut-ikutan ngajarin sesamanya. Mana hitam, mana putih, ini yang baik, itu nakal, yang ini halal, yang itu haram.

Tapi, kalau Tuhan ngasih pelajaran nama-nama ke Mbah Adam sebagai pengetahuan biar manusia tahu cara hidup terbaik. Eh, keturunan jauh beliau ngasih nama dan label buat ngasih nilai, milah-milah, malah kadang buat menghukum dan melanggengkan kekuasaan. Saking pintarnya ngasih nama, sampai ada sistem penentuannya segala. Itu lewat proses dan tahap-tahap prosedural, tergantung penting-nggaknya nama yang disematkan.

Salah satu sistem buat ngasih nama, atau di konteks ini lebih pas disebut label atau tanda, adalah sertifikasi. Kalau menurut aturan resmi pemerintah sini, “Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan Penilaian Kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa Barang, Jasa, Sistem, Proses, atau Personal telah memenuhi Standar dan/atau regulasi.”

Paparan itu bisa dilihat di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2018 tentang Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nasional. Dan Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Di antara sejumlah sertifikasi yang ada di sini, dua yang cukup sering jadi bahan obrolan, sertifikasi guru dan sertifikasi halal.

Sertifikasi guru, misalnya, adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang sudah memenuhi standar profesional dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Seorang guru yang sudah bersertifikat akan punya nilai lebih dan nnilai tambah waktu dia mau pindah ke ngajar di sekolah lain. Sertifikasi guru ini diberikan ke tenaga pendidik yang sudah memenuhi syarat.

Sementara itu, sertifikasi halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sertifikat halal sangat penting dimiliki buat memudahkan konsumen Muslim milih produk sesuai ajaran agamanya. Selain itu, adanya sertifikat halal juga menenangkan para pelaku usaha dalam memasarkan produknya lebih luas lagi, nggak perlu takut dicurigai ada bahan atau proses yang ada nggak halal.

Sertifikasi Anak Nakal

Nah, kalau sertifikasi profesi dan kelayakan produk bisa sebegitu ribet prosesnya, masa iya kelakuan anak-anak Indonesia dibiarkan liar tanpa ada standar kelayakan moral nasional?

Soalnya gini, faktanya di negeri ini, selain makanan dan guru, yang paling cepat dinilai ‘layak atau nggak layak’ itu justru anak-anak. Itu, khususnya anak-anak yang, misalnya ketahuan merokok di toilet sekolah, pacaran diam-diam, atau nekat debat sama guru soal sejarah 1965.

Sebelum ada proses njelimet kayak sidang, inspeksi, sampai audit, masyarakat sudah siap ngasih mereka cap ‘anak nakal’. Nggak butuh stempel apalagi sertifikat resmi yang dikeluarkan pihak terkait, Dinas Sosial atau Komisi Perlindungan Anak, misalnya.

Cukup satu guru bikin status WA, satu video viral di TikTok, atau satu cerita dari tetangga soal kelakuan mereka. Info langsung nyebar, langsung dipercaya, langsung masuk ke rapor sosial si anak. Bahkan sering juga, cap itu nempel seumur hidup.

Teori Labelling

Ada satu teori yang cocok buat ngupas soal ini, teori labelling, pencetusnya Howard Becker. Di teori ini, Howard Becker bilang bahwa seseorang bisa jadi “menyimpang” bukan karena dari awal memang jahat atau rusak, tapi karena label negatif yang ditempelkan sama lingkungan.

Misalnya ada anak sekolah bolos dua atau tiga kali, lalu dia langsung dicap “nakal”. Berikutnya, bukan nggak mungkin dia justru makin sering bolos karena ngerasa, “Ya udahlah, toh aku emang udah dianggap kayak gitu.”

Itu istilah kerennya, self-fulfilling prophecy atau ramalan swawujud, terpenuhi dengan sendirinya. Di ranah psikologi, konsep ini menyatakan bahwa sebuah ramalan, bahkan yang salah sekalipun bisa jadi nyata karena ada yakin banget atau terlalu berharap ramalan itu bakal terwujud.

Howard Becker juga pernah bilang bahwa penyimpangan sosial terjadi karena masyarakat cenderung lebih fokus ke label ketimbang coba memahami perilaku itu sendiri. Artinya, pas udah dikasih cap ‘nakal’ dan terus-terusan disebut begitu, si anak malah bisa lupa kalau dia aslinya nggak begitu. Akhirnya label itu dipakai jadi identitasnya, bukan cuma menjelaskan perilakunya.

Dan, kalau anak yang dicap ‘nakal’ tadi semakin dipersempit ruangnya—misalnya lewat program pembinaan khusus di barak—salah satu efeknya bisa bikin dia terkunci dalam identitas nakal itu. Kayak ayam goreng belum bersertifikat halal tapi tiba-tiba disebut haram. Padahal nggak ada yang tahu gimana proses ayam itu sampai jadi produk hidangan. Bisa jadi produsennya sudah pelihara sejak telor, dibesarkan dengan cara halal, dan disembelih sesuai syariat. Tapi sementara berkas sertifikasi masih diproses, eh ayamnya sudah beredar di pasaran.

Di situ, masalahnya bukan ayamnya haram, tapi soal si produsen yang terlalu buru-buru jualan.

Balik ke Anak Nakal

Begitu juga anak-anak. Bisa jadi dia sering bolos, tawuran, atau kecanduan main gim, karena di rumah nggak ada suasana yang bikin dia nyaman. Tapi karena masyarakat biasanya malas, akhirnya ya cari cara yang gampang. Ya sudah, dicap ‘nakal’ saja. Serampangan.

Nah, daripada serampangan begitu, kenapa nggak sekalian dibikin resmi? Ayo kita bikin lembaga sertifikasi anak nakal. Diisi oleh psikolog, ahli ilmu sosial, guru bimbingan konseling, tentara, netizen julid, tetua adat, dan tokoh-tokoh keagamaan. Mereka kita minta untuk bikin standar nasional kenakalan anak, lengkap dengan prosedur, indikator, dan tahap-tahap verifikasi.

Jadi, sebelum memutuskan untuk mengirim anak ke barak. Dia harus lewat uji kompetensi kenakalan dulu, minimal dengan nilai 70. Misalnya kriterianya bolos rutin 3x seminggu, ikut tawuran minimal 2 kali, ngerokok di toilet ruang guru sambil main TikTok volume kencang, manggil guru tanpa “pak” atau “bu”, dan nilai agamanya di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Kalau lolos, baru boleh dapat Sertifikat Resmi Anak Nakal Indonesia (SRANI). Nah, dengan begitu, kayaknya akan jadi lebih enak. Nggak ada lagi cerita anak yang sebenarnya biasa saja jadi ikut dicap nakal—karena pulang sekolah butuh barengan, ternyata yang punya motor mampir tawuran, misalnya.

Selain itu, masyarakat juga bisa tenang, karena anak-anak yang dikirim ke barak adalah mereka yang resmi tersertifikasi nakal, bukan korban asumsi. Jadi lebih jelas, siapa yang beneran butuh dan pantas dikirim ke barak, dan siapa yang sebenarnya cuma perlu didengarkan.

Tags: anakopiniremaja
Previous Post

Live Coding Music & Algorave, dari Layar Laptop ke Proyektor, dari Keyboard ke Dance-Floor

Next Post

Single: “Give You All” – lightcraft, Lagu Cinta Bernuansa Tak Biasa

Next Post
lightcraft.

Single: “Give You All” – lightcraft, Lagu Cinta Bernuansa Tak Biasa

Please login to join discussion

Daftar Putar

Recent Comments

  • Bachelor of Physics Engineering Telkom University on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • Ani on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.