Wednesday, May 21, 2025
Kirim tulisan
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
  • Login
  • Register
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
Ilustrasi orang berteriak.

Hipkultum #27: Hikmah dari Orang Remeh

by Hipmin
29 March 2025
in Ramadan
A A
0
SHARES
0
VIEWS
Bagikan di WABagikan di TelegramBagi ke FBBagi ke X

Di sebuah kampung kecil yang dikelilingi sawah dan pepohonan rindang, hiduplah dua tokoh yang begitu dikenal warga, Cak Kirun dan Zainullah, atau yang akrab disapa Sinola.

Keduanya bagaikan dua sisi mata uang yang berbeda, tapi saling melengkapi dalam cerita kehidupan kampung itu.

Cak Kirun adalah sosok yang eksentrik. Rambutnya acak-acakan, pakaiannya compang-camping, dan tingkahnya sering bikin warga geleng-geleng kepala. Ia sering terlihat ngomong sendiri di pinggir kali atau mendadak tertawa keras tanpa sebab, sampai warga menjulukinya “gila”.

Tapi di balik semua itu, Cak Kirun menyimpan rahasia yang tak banyak orang tahu, ia paham betul soal agama. Pengetahuannya tentang Alquran, hadis, dan hukum-hukum syariat sering kali mengejutkan orang-orang, kalau mereka mau mendengarkan.

Di sisi lain, ada Sinola, seorang imam masjid yang disegani. Panggilan “Sinola” melekat padanya karena sikapnya yang tegas dan penuh wibawa. Setiap hari, Sinola nggak pernah absen ikut salat jemaah di masjid. Ia selalu tiba lebih awal, duduk di saf depan, dan mimpin doa dengan suara yang khusyuk. Bagi warga, Sinola adalah teladan hidup yang lurus dan teratur.

Tapi pada suatu malam, ada kejadian yang mengubah pandangan warga pada dua tokoh ini. Kejadian itu adalah terdengarnya suara adzan menggema dari masjid kampung.

Lantunan “Allahu Akbar” yang khas itu terdengar jelas. Tapi anehnya, waktu itu sudah tengah malam, jauh dari jadwal sholat Isya yang biasa.

Warga pun terbangun dari tidur mereka. Ada yang menggerutu, ada yang bingung, dan nggak sedikit yang kesal.

Sinola, dengan sorban masih tersampir di bahunya, segera bergegas ke masjid. Diikuti oleh puluhan warga lainnya, mereka berniat menegur siapa pun yang berani mengganggu ketenangan malam.

Sesampainya di masjid, ternyata pelakunya nggak lain adalah Cak Kirun. Ia berdiri tegak di dekat mihrab, dengan ekspresi tenang yang nggak biasa.

“Kirun! Apa-apaan ini? Adzan tengah malam begini, kau bikin gaduh kampung!” bentak Sinola, suaranya penuh otoritas. Warga lain ikut bersorak, menuntut penjelasan.

Namun, Cak Kirun nggak bergeming. Ia justru tersenyum tipis, lalu berkata dengan nada lembut namun tegas, “Aku cuma ingin tahu, Sinola, kalian semua. Tiap malam pas adzan Isya, masjid sepi. Jemaah cuma segelintir orang. Tapi lihat sekarang, adzan tengah malam, kalian semua berbondong-bondong ke sini. Apa ini artinya?”

Ucapan itu bikin semua orang terdiam. Sinola, yang biasanya selalu punya jawaban, kali ini hanya menatap Cak Kirun dengan mata terbelalak. Warga saling pandang, beberapa menunduk malu.

Cak Kirun melanjutkan, “Aku mungkin dianggap gila, tapi aku tahu, salat itu panggilan Allah. Kalau adzan Isya yang beneran kalian abaikan, tapi adzan ‘gila’ ini kalian datangi, apa artinya hati kalian? Kalian lebih takut sama omongan orang daripada panggilan Tuhan?”

Kata-kata itu kayak sambaran petir di tengah malam yang sunyi. Sinola, yang selama ini merasa dirinya paling taat, merasa tertampar. Dia ingat betapa sering melihat masjid kosong saat Isya, namun nggak pernah benar-benar memikirkannya.

Sementara warga lain pun mulai merenung. Mereka datang ke masjid malam ini bukan karena panggilan ibadah, tapi karena rasa penasaran dan kemarahan, jauh dari keikhlasan.

Sejak malam itu, Cak Kirun nggak lagi dipandang sebagai orang gila. Warga mulai mendengarkan celotehannya yang ternyata penuh hikmah. Sinola pun mengakui, meski ia tak pernah telat salat jemaah, bahkan jadi imam, ada pelajaran besar yang dia dapat dari “adzan tengah malam” Cak Kirun.

Masjid kampung mulai ramai saat Isya, dan cerita malam itu jadi pengingat buat semua warga.

Hikmah Datang dari Orang yang Nggak Terduga

Kisah Cak Kirun dan Sinola mengajarkan kita bahwa kebenaran dan pelajaran berharga nggak selalu datang dari sosok yang kelihatannya sempurna di mata manusia.

Sering kali, Allah mengirim peringatan lewat cara yang nggak terduga, bahkan dari orang yang kita anggap remeh. Malam itu mengingatkan kita agar selalu jaga hati biar tetap konek dengan panggilan-Nya, bukan pada penilaian orang lain.

Seperti dalam Alquran, Allah berfirman, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. At-Talaq: 2)

Ketakwaan sejati terletak pada kepekaan hati, bukan sekadar rutinitas lahiriah.

SendShareShareTweet

Tulisan Lainnya

Ramadan

Hipkultum #30: Tentang Memberi, Bukan Hanya Menerima

31 March 2025
Ramadan

Hipkultum #29: Mengumpulkan Bekal Masa Depan

30 March 2025
Ramadan

Hipkultum #28: Gagal, Tapi Kok Jadi Juara?

30 March 2025
Ramadan

Hipkultum #26: Masih Banyak Pintu Lainnya

29 March 2025
Next Post

Hipkultum #28: Gagal, Tapi Kok Jadi Juara?

Hipkultum #29: Mengumpulkan Bekal Masa Depan

Hipkultum #30: Tentang Memberi, Bukan Hanya Menerima

Single: “twenty-first” dari VARITDA, Cinta Lembut dalam Balutan Dreamy Pop

Please login to join discussion

© 2025 hipKultur.com

Opsi Lainnya

  • About
  • Contact

Ikuti

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Sign Up
Kirim Tulisan
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result

© 2025 hipKultur.com