• About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten
Friday, December 19, 2025
hipkultur.com
  • Login
  • Register
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
hipkultur.com
No Result
View All Result
Home Fit & Zen

Ambiguous Loss, Yang Hilang Tanpa Benar-Benar Pergi

Lionita Nidia by Lionita Nidia
19 November 2025
in Fit & Zen
0
Ilustrasi kehilangan tidak jelas.

Ilustrasi kehilangan tidak jelas.

0
SHARES
0
VIEWS
Bagikan di WABagikan di TelegramBagi ke FBBagi ke X

Bentuk kehilangan tidak selalu jelas. Kalau kamu mengalami kehilangan yang berat dan menyakitkan, misalnya orang terdekatmu berpulang atau hubungan resmi kandas, kamu tahu dengan jelas apa dan kapan sesuatu itu hilang darimu.

Tapi, ada kehilangan yang jauh lebih membingungkan dan pedih. Hilang, tapi tidak benar-benar hilang. Ada, tapi tidak benar-benar ada. Rasanya seperti berjalan di antara hujan yang begitu deras, nggak kelihatan dengan jelas apa yang ada di depan sana. Kamu ingin selesai, tapi tidak tahu bagian mana yang harus ditutup. Itu yang disebut sebagai ambiguous loss, atau kehilangan yang ambigu.

Istilah itu pertama kali dicetuskan oleh profesor emeritus di Departemen Ilmu Sosial Keluarga, Pauline Boss pada tahun 1970-an. Boss butuh hampir 50 tahun untuk meneliti fenomena aneh yang dialami banyak orang tapi jarang sekali punya nama ini. Waktu menempuh pendidikan pascasarjana, Boss adalah seorang terapis keluarga. Ia sering memimpin sesi terapi dengan keluarga bermasalah. Boss memperhatikan kala itu banyak ayah yang mengira peran mereka hanya mencari nafkah, sehingga tidak banyak terlibat dalam urusan rumah tangga. Para ayah hadir sebatas fisik, tapi tidak secara psikologis.

Dr. Pauline Boss.

Fenomena itu membuatnya mengembangkan sebuah teori baru yang kemudian diakui luas dalam dunia psikologi keluarga dan trauma sebagai Ambiguous Loss Theory. Tahun 1999, Boss merilis buku Ambiguous Loss: Learning to Live with Unresolved Grief. Konsep ini kemudian mulai menembus dunia riset, terapi, dan dipakai untuk memahami trauma masyarakat akibat perang, migrasi paksa, atau bencana kemanusiaan.

Sederhananya, ambiguous loss adalah situasi ketika kamu tidak tahu apakah seseorang yang kamu cintai masih hidup atau sudah tidak, hadir atau tidak, ada atau tiada. Ketidakjelasan ini menghantam kesejahteraan psikologis secara langsung.

Dalam sebuah publikasi dari International Committee of the Red Cross (ICRC), keluarga yang kehilangan anggota karena konflik digambarkan hidup dalam penantian tanpa akhir. Tidak bisa merayakan kehidupan, tapi juga tidak bisa meratapi kematian. Mereka menyebutnya “agony and uncertainty.” Kondisi ini menghasilkan stres emosional kronis yang berbeda dari jenis duka mana pun. Rasanya seperti menarik napas panjang tapi nggak lepas.

Ambiguous loss dibagi jadi dua tipe. Pertama nggak hadir secara fisik tapi hadir secara psikologis. Kamu tidak tahu di mana seseorang berada, apakah ia selamat, atau apa yang terjadi padanya. Namun secara emosional, sosok itu masih hidup di pikiranmu. Contohnya, keluarga yang anaknya diculik, prajurit yang hilang di medan perang, atau seseorang yang nggak kunjung pulang setelah bencana.

Fenomena yang mungkin kamu lebih familiar adalah ghosting. Seseorang yang kamu sayangi tiba-tiba hilang begitu saja tanpa penjelasan apa pun. Nggak ada kata selesai, tapi juga nggak lanjut. Kamu dibiarkan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Ini sih b*ngs#t.

Tipe kedua adalah kebalikannya. Nggak hadir secara psikologis tapi hadir secara fisik. Kamu bisa melihat orang itu, kamu bisa menyentuh tangannya, kamu masih bisa duduk bersamanya di meja makan. Tetapi secara emosional atau mental, dia sudah berubah. Orang itu ada, tapi sudah nggak sama lagi.

Ini bisa kejadian ketika pasanganmu mengalami gangguan mental berat, seseorang berubah drastis setelah trauma, atau mengidap penyakit seperti Alzheimer yang perlahan menghapus kepribadian seseorang.

Ambiguous loss kerasa rumit karena menciptakan duka yang menggantung. Kalau duka biasa punya lima tahap (5 stages of grief)—penyangkalan, marah, tawar-menawar, depresi, penerimaan—ambiguous loss malah membuatmu terjebak di salah satu fase itu. Kamu mungkin tetap marah, tetap bertanya-tanya, atau tetap menunggu, bahkan bertahun-tahun.

Dalam situs Cleveland Clinic, psikolog Kia-Rai Prewitt menyebutnya sebagai trauma yang berkelanjutan. Otakmu terus berusaha menyelesaikan sesuatu yang memang nggak punya jawaban. Ambiguitas begini bisa memicu kecemasan, kelelahan mental, kesulitan fokus, sampai rasa bersalah yang sulit dijelaskan. Kamu merasa bersalah karena sedih, bersalah karena menunggu, bersalah karena ingin berhenti menunggu. Tapi tidak ada bukti, tidak ada kejelasan, tidak ada pengumuman resmi bahwa ini selesai. Atau bahasa gaulnya, tidak ada closure.

Sedihnya, orang lain sering nggak tahu kalau kamu mengalami ambiguous loss, karena ya nggak kelihatan juga. Jadinya, kamu merasa sendirian dalam duka tanpa ada yang mengakui.

Lepas dari Ambiguous Loss

Kata Boss, jalan keluar dari ambiguous loss bukan menemukan jawaban, tapi menerima bahwa jawabannya mungkin memang nggak ada. Kamu perlu latihan untuk berdamai dengan ketidakpastian.

Ada enam proses batin yang biasanya membantumu bertahan saat merasa mengalami fase ini.

Pertama, bagaimana kamu menemukan makna dari semua kekosongan itu. Bukan makna yang klise atau dipaksakan. Boss pernah cerita tentang seorang ibu yang putranya hilang bertahun-tahun tanpa kabar. Ia nggak pernah mendapat kepastian anaknya masih hidup atau sudah meninggal. Akhirnya, ia memilih mengubah rasa kehilangan itu menjadi sebuah gerakan untuk mencegah penculikan dan kekerasan pada anak di seluruh dunia.

Eh, di Indonesia ada juga kan. Kamu pasti tahu Aksi Kamisan. Berdiri di seberang Istana Merdeka, Jakarta setiap hari Kamis sore sambil memakai pakaian serba hitam dan membawa payung hitam, untuk menyuarakan dan memperingati peristiwa pelanggaran HAM besar di Indonesia.

ANTARA FOTO/Fathul Habib Sholeh/bar

Aksi Kamisan ini dinisiasi Maria Catarina Sumarsih, ibunya Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan, mahasiswa Unika Atmajaya yang jadi korban tewas dalam peristiwa Semanggi I 1998. Ada juga Suciwati, istri pejuang HAM, Munir Said Thalib yang meninggal diracun dalam pesawat penerbangan menuju Amsterdam, Belanda pada 2004. Dan Bedjo Untung, perwakilan keluarga korban pembunuhan dan penangkapan paksa pascatragedi 1965. Mereka semua memilih melalui ambiguous loss dengan melakukan tindakan yang lebih bermakna.

Lalu ada proses menyesuaikan kendali. Dalam situasi ambiguous loss, keinginan untuk mengendalikan keadaan justru membuat semuanya lebih berat. Karena kenyataannya, kamu nggak bisa memaksa dunia memberi jawaban.

Ada juga momen yang mengharuskan kamu merekonstruksi identitas. Ambiguous loss sering membuat seseorang bertanya-tanya “Kalau dia sudah tidak di sini seperti dulu, siapa aku sekarang?”.

Seorang istri yang suaminya hilang selama dua puluh tahun pernah bertanya apakah ia masih boleh merasa menikah atau harus mulai menjalani hidup baru. Boss bilang, dia boleh tetap menghormati masa lalu sambil membuka ruang bagi masa depan. Identitas tidak harus satu. Kamu bisa merawat kesetiaan, dan di saat yang sama merawat dirimu sendiri.

Kamu juga harus bisa belajar menormalkan ambivalensi (Psi. perasaan tidak sadar yang saling bertentangan terhadap situasi yang sama atau terhadap seseorang pada waktu yang sama). Perasaan campur aduk itu bukan tanda kamu lemah. Kamu boleh rindu, marah, berharap, dan lelah di waktu yang bersamaan. Namanya manusia.

Di titik tertentu, kamu juga perlu mengubah keterikatan. Mengakui bahwa seseorang bisa ada dan tidak ada dalam waktu yang sama adalah bagian dari proses menyembuhkan diri. Kamu mulai belajar membawa dua kebenaran sekaligus: mungkin dia masih hidup, mungkin tidak; mungkin hubungan itu masih bisa kembali, mungkin tidak.

Sampai akhirnya, kamu pelan-pelan menemukan harapan baru. Bisa sekecil keinginan bangun pagi tanpa menangis, atau sebesar tekad untuk membantu orang lain yang menghadapi luka serupa. Banyak orang yang pernah mengalami ambiguous loss menyadari bahwa memberi makna bagi orang lain justru jadi bagian dari penyembuhan mereka.

Pendekatan ambiguous loss ini dipakai ICRC untuk mendampingi keluarga yang kehilangan anggota setelah bencana besar, perang, konflik, atau migrasi paksa. Setelah tragedi 9/11, Boss dan timnya datang ke New York untuk membantu keluarga korban yang menghadapi ketidakjelasan tentang orang-orang yang hilang.

Pauline Boss dan Hillary Rodham Clinton bersama keluarga yang mengalami ambiguous loss setelah tragedi 9/11.

Dia juga melatih praktisi di Jepang setelah tsunami 2011, di Turki setelah gempa bumi 2023, dan terus mengembangkan teorinya untuk konteks-konteks kemanusiaan baru, termasuk konflik di Ukraina dan Timur Tengah.

Boss sering bilang kalau ambiguous loss adalah kerangka yang diuji oleh dunia itu sendiri. Setiap krisis global, bencana, perang, pandemi, semuanya memperlihatkan bahwa manusia akan selalu dihadapkan oleh ketidakpastian.

Mulai sekarang kamu perlu mencoba menerima bahwa kamu nggak akan bisa mengontrol orang lain atau memaksa mereka membawa kepastian. Menerima bahwa kehilangan tetap valid, meski nggak diumumkan secara resmi.

Teori ini agaknya masih relevan untuk kehidupan masa kini. Dunia yang..apalah ini, hubungan mudah berubah, kabar bisa hilang dalam hitungan detik. Nggak semua cerita punya akhir yang jelas. Nggak semua kehilangan harus selesai untuk membiarkan kita hidup kembali.

Jadi, besok enaknya ngapain biar semangat lagi?

Tags: kesehatan mentalpsikologipsikologi sosialpsikologissedihtekanan mental
Previous Post

Normatif Rilis Album “Normatif II: Kejar Dunia 9-5”, Masih Soroti Dunia Kerja & Jadi Dewasa

Next Post

Single Baru “Tunggulah Aku, Ibu”: Persembahan Emosional Brigade 07 untuk Para Perantau

Next Post
brigade 07 rilis single "Tunggulah Aku, Ibu"

Single Baru “Tunggulah Aku, Ibu”: Persembahan Emosional Brigade 07 untuk Para Perantau

Please login to join discussion

Daftar Putar

Recent Comments

  • Bachelor of Physics Engineering Telkom University on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • Ani on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.