Sudah ribuan tahun sejak ilmu astrologi muncul di dunia. Kini, di zaman yang ‘katanya’ sudah modern ini, ternyata zodiak juga masih banyak penggemarnya.
Ilmu astrologi, bukan astronomi. Menurut ensiklopedia Britannica adalah ilmu tafsir bintang-bintang tetap, seperti Matahari, Bulan, dan planet-planet di Tata Surya. Praktisinya percaya bahwa pergerakan benda-benda langit memengaruhi kondisi dunia.
Jadi dengan memahaminya, mereka bisa membuat prediksi dan memberi pengaruh pada takdir manusia, baik secara individu maupun kelompok.
Tapi, Astrologi itu Ilmu yang Gagal
Perkembangan ilmu astrologi sudah berlangsung sejak sebelum Masehi. Menurut berbagai sumber, peradaban yang pertama membuat katalog tentang astrologi adalah Mesopotamia, pada sekitar 3000 SM.
Sementara di Tiongkok, sesuatu yang mirip astrologi dimulai pada era Dinasti Shang 1600 SM yang dinotasikan ke dalam 12 shio. Perhitungannya berlangsung dalam siklus 60 tahunan. Rumusan ini juga masih banyak dipakai sampai sekarang, khususnya oleh masyarakat Tionghoa.
Kemudian pada akhir abad ke-5 SM di Babilonia, para ahli perbintangan mengembangkan 12 zodiak yang runut dalam kalender 30 bulanan. Zodiak-zodiak ini dirumuskan dengan membuat konstelasi berdasarkan posisi matahari ketika seorang bayi lahir, dalam astrologi dikenal sebagai sun sign. Lalu dalam perkembangannya, ada pula moon sign yang berdasarkan posisi bulan. Juga waktu kelahiran, yaitu saat matahari terbit atau terbenam.
Seperti semua tahu, rumusan zodiak ini masih dipakai sampai sekarang dan tidak sedikit yang mempercayainya. Padahal, landasan astrologi adalah Teori Geosentris rumusan astronom Yunani, Claudius Ptolomeus.
Teori ini menyatakan bahwa semua objek dalam Tata Surya kita bergerak relatif terhadap Bumi. Atau kata lainnya, Bumi adalah pusat dari Tata Surya. Itu berdasarkan benda-benda langit yang tampaknya berputar mengelilingi Bumi, jika dilihat dari sini.
Namun setelah Geosentris dipercaya selama kurang lebih 1400 tahun, lahirlah teori baru yang bertentangan. Kali ini Nicolaus Copernicus yang dari Polandia, mengemukakan bahwa pusat Tata Surya bukanlah Bumi, melainkan Matahari. Bumi sendiri mengelilingi Matahari dalam orbitnya, seperti yang kita tahu dari sekolah atau paparan informasi populer lainnya.
Teori yang disebut Heliosentris ini kemudian mendapatkan dukungan dari banyak ahli perbintangan generasi berikutnya. Sebut saja Galileo Galilei yang juga dikenal sebagai penemu teleskop. Sampai sekarang, Teori Heliosentris dicatat sebagai salah satu pondasi sains modern. Pelajaran tentang rotasi Bumi terhadap Matahari yang kamu dapatkan di sekolah, landasannya adalah Teori Heliosentris, bukan Geosentris.
Meskipun akarnya sama, dua teori yang bertentangan membuat perbedaan antara ilmu astrologi dan astronomi semakin lebar. Apalagi setelah banyak bukti-bukti ilmiah yang lebih mendukung Teori Heliosentris dibandingkan satunya. Pada akhirnya, astrologi bahkan dikeluarkan dari kategori sains. Sampai disebut pseudosains atau sains yang semu, karena tidak ilmiah dan tidak konsisten.
Kalau kenyataannya begitu, lalu kenapa zodiak masih dipercaya?