• About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten
Friday, December 19, 2025
hipkultur.com
  • Login
  • Register
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
hipkultur.com
No Result
View All Result
Home Kultur Pop

Kalau Politisi Kampanye dengan Nge-Share Playlist Musik Mereka

Ovan Obing by Ovan Obing
16 July 2025
in Kultur Pop
0
Ilustrasi politisi nge-share playlist

Ilustrasi politisi nge-share playlist

0
SHARES
0
VIEWS
Bagikan di WABagikan di TelegramBagi ke FBBagi ke X

Pemilu memang sudah lewat. Tapi kita nggak pernah lupa gimana ramenya masa kampanye kemarin.

Janji manis seliweran, polusi visual bikin kacau views di jalan-jalan. Jargon dan jingle diciptakan, diputar terus berulang-ulang, padahal isinya nggak relevan. Cuma pencitraan yang dipaksa masuk ke pikiran calon pemilih terdaftar, sampai nggak sadar kalau pilihannya itu sebenarnya setting-an.

Metode yang dipakai masih nggak berubah dari berapa tahun yang lalu. Padahal, sebenarnya ada cara lebih jujur dan unik buat menilai calon wakil kita di pemerintahan.

Kalau boleh ngasih saran, idenya adalah dengan ngintip playlist musik para politisi yang doyan pencitraan itu.

Kreatif, meskipun memang perlu dipastikan mereka nggak manipulatif.

Ide ini boleh dianggap nggak serius atau guyonan, terserah kalian. Tapi mungkin bisa dicoba.

Pendapat Nyeleneh Justin Brannan buat Politisi

Yang pertama nyodorin ide ini sebenarnya juga bukan orang sembarangan. Politisi juga, dari Amerika Serikat, namanya Justin Brannan. Dia anggota Dewan Kota New York sejak taun 2017 yang masih menjabat sampai sekarang.

Justin Brannan sempat nongol di program dari akun komedian, Kareem Rahma yang judulnya Subway Takes. Subway Takes itu konten video pendek ber-setting di kereta bawah tanah New York. Di mana Kareem nanyain seorang narasumber, “So, what’s your take?” (Apa pendapatmu)

Idiom “What’s your take?” maksudnya “Apa kamu punya perspektif, ide, atau penilaian tertentu terhadap sebuah situasi?”. Kalau kamu nggak sengaja ditanya, kamu bisa jawab dengan unpopular opinion apa saja yang jadi concern-mu.

Nah, di acara itu, pas Kareem ketemu Justin Brannan dan nanya apa takes-nya, Justin bilang, “All politicians should be mandated to share their Spotify Wrapped!!” (Semua politisi harus diberi mandat untuk membagi Spotify Wrapped mereka)”.

Sambil bercanda, Branan juga nambahin, “Musik itu jujur,” sambil bercanda, “Kalau politisi kedengeran suka Nickelback, itu red flag,” katanya.

Fun fact-nya. Justin Brannan semasa muda jadi gitaris band hardcore punk, Indecision dan Most Precious Blood. Jadi pas ngomong soal Spotify Wrapped, dia nggak cuma sok edgy, soalnya emang anak band beneran. Dan Spotify wrapped-nya tahun kemaren ada Bad Religion sama Earth Crisis.

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by SubwayTakes with Kareem Rahma (@subwaytakes)

Playlist = Kejujuran?

Kalau menurut studi yang dimuat di The American Journal of Psychology (2010), memang ada hubungannya antara kepribadian dan selera musik. Dan pendapat coach Justin itu berangkat dari ide bahwa selera musik bisa mencerminkan karakter orang.

Adrian C. North, peneliti dari Curtin University, Perth, Australia pernah minta pendapat dari sekitar 36.000 orang di seluruh dunia. Mereka diminta ngisi form buat ngecek Big 5 Personality dan ngasih informasi soal musik favorit masing-masing.

Hasilnya nunjukin kalau ada beberapa dari ciri kepribadian yang terkait sama gaya musik tertentu. Misalnya, penyuka musik pop rata-rata orangnya ekstrovert, jujur, dan konvensional. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja keras dan punya harga diri tinggi, tapi juga kurang kreatif dan gampang cemas.

Sementara yang lain, kayak penggemar rap/hip hop, umumnya orangnya ramah-ramah. Kalau metalhead, kebanyakan malah lembut, kreatif, dan introvert. Penggemar genre indie juga rata-rata introvert, intelektual, dan kreatif, tapi agak malas dan berhati lembut, juga pasif dan kurang pede.

Orang yang suka musik EDM biasanya gampang bergaul, tegas, dan open-minded. Sementara pecinta musik klasik cenderung agak tertutup, tapi nyaman dengan diri sendiri, serta punya kreativitas dan harga diri yang seimbang. Sedangkan penggemar jazz, blues, dan soul kebanyakan orang-orangnya sangat kreatif, cerdas, dan nyaman.

Meskipun selera musik ada hubungannya sama kepribadian, nggak berarti gambarannya benar-benar akurat. Fakta menarik dari hasil analisis Schäfer dan Mehlorn (2017) pada studi-studi sebelumnya. Nemu bahwa hubungan antara selera musik dan kepribadian aslinya nggak kuat-kuat amat.

Sifatnya lebih universal daripada spesifik. Misalnya, nggak semua penyuka metal orangnya introvert. Tapi, orang yang ekstrovert itu cenderung lebih suka banyak genre musik, terutama yang santai dan nggak intens. Kebalikannya, orang yang mudah cemas, mau ekstrovert atau introvert, selera musiknya justru terbatas.

Data dari The Washington Post juga mengonfirmasi bahwa “Younger people tend to like intense music and older people tend to dislike it.”

Jadi, kalau ada politisi umur 60+ yang playlist-nya penuh death metal, itu justru menunjukkan kepribadian yang nggak biasa. Mungkin dia orangnya open-minded, terbuka pada pengalaman baru, tapi bisa jadi punya sisi lain yang rebel.

Artinya? Selera musik dan kepribadian memang ada hubungannya, tapi nggak sekuat itu. Hubungan itu ada, tapi interpretasinya harus hati-hati banget.

Kalau Politisi Gemar Bagi-Bagi Playlist

Uniknya, ide Justin Brannan itu sudah pernah dilakukan sama Barack Obama. Sejak 2015, presiden AS ke-44 rutin nge-share daftar putarnya, Malah summer playlist tahunan miliknya cukup populer. Sampai lengser pun, Obama masih konsisten membagikan daftar 25 lagu favoritnya.

Spotify pernah iseng bikin lowongan kerja untuk posisi President of Playlists. Dengan syarat minimal berpengalaman delapan tahun memimpin negara yang dihormati, sikap ramah dan hangat, serta Nobel Peace Prize.

Tapi, ya karena cuma iseng, akhirnya tim Spotify sendiri yang bikin playlist-nya.

Dari playlist itu, kelihatan kalau selera Barack Obama variatif. Dari hip-hop sampai rock n’ roll, dari yang mainstream sampai underated. Apakah ini tulus atau cuma pencitraan politis? Sebenarnya, nggak tahu juga.

Coba bayangin semua politisi lokal sini melakukan hal yang sama. Apa kita bakal nemu yang ril dan autentik?Atau playlist seragam yang isinya didominasi Denny Cak Nan dan Fourtwnty, biar kelihatannya dekat sama selera rakyat?

Gimana misalnya ada caleg senior Golkar yang diam-diam dengerin Svkatani, Bvrtan, atau Vlaar? Atau capres Purnawirawan Jenderal TNI yang playlist-nya justru feminin, Bernadya nan Lyodra cum Ziva Magnolya?

Playlist spesifik kayak gitu pun belum cukup buat memastikan kepribadian para politisi itu kayak gimana.

Spotify sendiri pernah ngaku gimana kompleksnya menganalisis data musik. Penelitian yang di-publish di Jurnal Frontiers in Psychology (2013) nemu bahwa musik punya lebih dari 500 manfaat buat manusia. Atinya, interpretasi playlist benar-benar nggak bisa sembarangan.

Perlu verifikasi superketat buat memastikan jujur-nggaknya sebuah daftar putar. Kita perlu akses real-time ke akun si politisi, riwayat listening habit jangka panjang dia kayak gimana. Perlu juga kroscek, membandingkan playlist Spotify dengan platform musik lain yang dia pakai.

Jadi, kita bisa tahu kalau daftar itu bukan sekadar playlist yang disusun khusus buat kepentingan pilkada. Soalnya, bukan nggak mungkin nanti bakal muncul konsultan politik baru yang spesialis playlist engineering.

Tapi kalau masih ingat, kita juga pernah disodori calon pemimpin dengan persona musikal yang nyentrik. Waktu itu dia nggak pakai playlist engineer dan Spotify, cuma modal komat-kamit nyebut nama Metallica. Awalnya kerasa fresh, ada warna baru yang dikira jadi pertanda takdir baru yang optimis. Ternyata?

Ya, kayak ide Justin Brannan yang memang agak absurd, meskipun sebenarnya ini nunjukin bahwa masyarakat asli butuh banget transparansi politisi. Tapi balik lagi, kira-kira kita sudah siap belum sama hasilnya? Jangan-jangan malah ribet sendiri karena nggak nyangka politisi idola punya selera musik yang sama sekali berseberangan sama kita.

Tags: kepribadianmusikpolitikpsikologi
Previous Post

Single: “A Void Within” dari Dazzle, Kegelisahan Mental yang Meledak dalam Distorsi

Next Post

Ilmuwan Saraf Bilang, Hidup Itu Jangan Kebanyakan Target

Next Post
Ilustrasi setting target

Ilmuwan Saraf Bilang, Hidup Itu Jangan Kebanyakan Target

Please login to join discussion

Daftar Putar

Recent Comments

  • Bachelor of Physics Engineering Telkom University on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • Ani on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.