Sombong nggak cuma milik orang biasa. Si paling rajin ibadah, bahkan sufi pun bisa kena penyakit sombong. Rasa itu bisa muncul terang-terangan atau samar-samar, termasuk dalam diri seorang sufi. Nah, kisah Hasan al-Bashri ini bakal ngasih pelajaran buat kita tentang bahaya sombong dan pentingnya rendah hati.
Seperti diketahui, Hasan al-Bashri adalah seorang ulama tabi’in yang kelahiran Madinah pada abad pertama Hijriyah. Ia mashyur lewat pemikirannya yang tertuang jadi Tadjid Walmujaddidun. Gerakan yang menekankan nilai-nilai tradisional Islam, kembali ke ajaran asli Alquran dan Hadis, serta cara hidup zuhud. Konon, gerakan pembaruan Islam inilah yang kelak dijadikan dasar perkembangan sufisme.
Hasan al-Bashri dan Pemuda Bijaksana
Suatu hari, Hasan al-Bashri lagi ada di tepi sungai Dajlah di Irak. Ia melihat ada pemuda sedang duduk berduaan sama perempuan, dengan di sisi mereka ada sebotol minuman.
Dalam hati, Hasan al-Bashri bergumam, “Dasar pemuda bejat. Kalo aja dia kayak aku, pasti dunia ini bakal lebih baik.”
Nggak lama kemudian, Hasan al-Bashri melihat peristiwa mengerikan. Sebuah perahu yang lewat di sungai itu tiba-tiba tenggelam, dan pasti di dalamnya ada penumpang.
Pemuda yang tadi duduk di tepi sungai langsung loncat ke air buat menyelamatkan penumpang. Ia berhasil membawa enam orang ke daratan, sedangkan yang satu lagi masih tenggelam.
Sementara itu, Hasan al-Bashri cuma berdiri nanar tanpa berbuat apa-apa.
Si pemuda yang melihatnya diam, lantas ngomong ke Hasan al-Bashri, “Eh, tuan. Kalau memang tuan lebih mulia dari aku, tolong selamatkan satu orang yang belum sempat kutolong tadi.”
Hasan al-Bashri langsung tergugah. Dia pun coba nyelametin orang yang masih tenggelam itu, tapi gagal.
Si pemuda pun berucap lagi, “Eh, tuan. Perempuan yang duduk bersamaku tadi adalah ibuku sendiri. Kalau tuan kira di botol itu minuman keras, salah! Isinya cuma air biasa. Aku bukan pemabuk.”
Tentu saja Hasan al-Bashri sangat kaget. Heran, karena si pemuda ini bisa tahu suara hatinya.
Akhirnya, dia pun sadar kalau pemuda ini bukan orang biasa. Lalu berkata, “Eh, pemuda yang bijak. Tolong selamatkan aku seperti kamu menyelamatkan orang-orang tadi.”
“Diselamatkan dari apa, tuan?” tanya pemuda itu.
“Aku sudah tenggelam dalam kebanggaan dan kesombongan,” kata Hasan al-Bashri. “Aku akan bahagia sekali kalau kamu mau menyelamatkanku.”
Pemuda itu pun menjawab, “Aku hanya bisa berdoa, tuan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan permohonanmu.”
Hikmah Kisah Hasan al-Bashri
Kesombongan itu nggak selalu kelihatan jelas, kadang muncul dalam bentuk yang halus. Contohnya, waktu kamu merasa diri lebih baik, lebih alim, atau lebih suci daripada orang lain. Kalau Hasan al-Bashri, dia merasa dirinya lebih baik dari pemuda yang ia temui di ranah spiritual.
Syekh Ibn Atha’illah dalam Kitab Al-Hikam pernah bilang, “Boleh jadi engkau diberi anugerah, lalu engkau diuji dengan kesombongan. Maka, anugerah itu justru menjadi bencana bagimu.”
Selain sombong, sebaiknya hindari juga terlalu gampang berprasangka, bahkan nge-judge negatif sebelum tahu cerita sebelumnya, karena bisa jadi penilaianmu salah.
Soal prasangka-prasangka itu, Allah sudah memperingatkan dalam Qur’an Surah Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ١٢
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”
Daripada berprasangka, lebih baik introspeksi diri. Biar kita lebih fokus sama kekurangan sendiri daripada sibuk mencari-cari kesalahan orang lain. Dengan begitu, kita bisa lebih rendah hati dan hubungan dengan orang lain jadi lebih baik. Kita nggak gampang tersinggung atau merasa lebih tinggi dari orang lain.
Sebagai penutup, mari kita renungkan perkataan Hasan al-Bashri setelah kejadian itu. “Ilmu rendah hati memang sangat susah dipelajari. Tapi, siapa yang bisa menguasainya, dia bakal jadi manusia yang sesungguhnya,” katanya.
Penulis: Berril Labiq