Musisi kayak Freddy Mercury, Kurt Cobain, Titiek Puspa, atau Chrisye, wafat meninggalkan jejak musikal luar biasa. Kamu masih bisa dengerin karya mereka sampai sekarang, meski mustahil mereka bisa bikin yang baru. Memang ada usaha buat ‘menghidupkan’ lagi sosok mereka, baik pakai AI maupun teknologi metahuman, kayak Nike Ardilla di Synchronize Fest tahun lalu. Sementara kalau ngomongin karya baru, kayaknya kok masih belum ada.
Tapi usaha bikin karya baru sepeninggal musisi bukannya nggak pernah dilakukan. Tahun 2023 lalu, The Beatles yang dua personelnya sudah meninggal dunia, bikin kejutan lewat lagu baru berjudul “Now and Then”. Apakah John Lennon nyanyi diiringi gitar George Harrison dari alam kubur? Tentunya nggak.
Vokal dan gitar keduanya diambil dari rekaman lama (tahun ’70-an) yang kemudian diproses pakai AI. Jadi, meskipun hasilnya komposisi baru, tetap saja materi yang dipakai nggak benar-benar fresh.
Tapi pernah kebayang nggak? Gimana kalau musisi yang sudah meninggal masih bisa “berkarya”? Nggak pakai AI buat niru karakter seninya, tapi murni dari otaknya sendiri?
Itulah yang terjadi pada Alvin Lucier, komponis eksperimental asal Amerika sudah berpulang 2021 lalu. Lewat kreativitas, inovasi, dan teknologi, otak almarhum “dihidupkan lagi” secara harfiah, dalam sebuah karya instalasi bunyi.
Revivification di Art Gallery of Western Australia (AGWA)
Pelakunya adalah Guy Ben-Ary, Nathan Thompson, Matt Gingold, dan ahli saraf, Stuart Hodgetts. Seniman dan profesional lintas bidang yang berhasil bikin otak Alvin Lucier “hidup lagi”. Mereka sebelumnya aktif di SymbioticA, laboratorium seni dan sains yang dikenal secara internasional, tapi tutup pada 2024.
Karya itu diberi judul Revivification yang harfiahnya, berarti tindakan menghidupkan kembali atau ngasih energi dan aktivitas baru. Dan memang itu yang dilakukan. Empat seniman kolaborator bikin tiruan otak milik Alvin Lucier dan memakai pola pikir itu buat bikin “musik baru”.
Prosesnya sudah dimulai sejak 2020. Waktu itu, Lucier nyumbang darah yang kemudian dikirim ke Harvard Medical School. Di Harvard, sampel darah Lucier dipilah-pilah biar bisa diekstrak sel darah putihnya. Terus, sel darah putih ini dibalikin jadi sel punca atau sel induk, pakai teknologi Induced Pluripotent Stem Cell (IPSC). Nah, karena sel induk bisa berubah-berkembang jadi sel macam-macam, bahkan membentuk organ. Sehingga dia bisa diproses buat eksperimen di luar tubuh buat membangun cerebral organoids.
Cerebral organoids memang bukan otak manusia yang utuh, cuma mirip, soalnya dibikin dari sel hidup sungguhan. Otak tiruan ini bisa menghasilkan impuls listrik buat membunyikan plat kuningan melengkung (brass), kayak simbal drum tapi persegi. Cara kerjanya, impuls listrik diteruskan ke transduser yang mengubahnya jadi energi. Lalu energinya dipakai buat menggerakkan palu yang nantinya mukulin lempengan brass tadi biar keluar bunyi.
“Kami nggak mengharapkan suara yang dihasilkan akan mirip dengan komposisi Lucier semasa hidup,” kata tim Revivification dalam wawancara via email dengan The Art Newspaper.
Lewat teknologi canggih yang baca gelombang otak Lucier, instalasi ini bikin bunyi baru berdasarkan pola pikir dan frekuensi otaknya sendiri. Bukan hasil rekayasa AI yang niru gaya, tapi benar-benar suara yang dihasilkan dari aktivitas otak. Seolah-olah, Alvin Lucier masih terus ‘berkarya’ eksperimental dari alam kubur.
Di Ruang Pamer
Jadi, cerebral organoids atau otak tiruan mini itu terdiri dari dua bagian. Mereka ditempatkan di tengah ruangan, dalam wadah agak tinggi yang bagian atasnya ditutup kaca bening, biar pengunjung bisa melihatnya. Katanya, bentuknya kayak sepasang ubur-ubur kembar.
Sementara, plat-plat kuningan dipasang berjejer di dinding ruang pamer. Di belakang masing-masing brass ada transduser dan palu. Jadi, kalau kamu masuk ruang pamer, akan ada suara “berisik” dari palu yang mukul-mukul brass tadi, plus suara percakapan pengunjung. Itulah “karya” baru dari aktivitas otak tiruan mini milik Alvin Lucier.
Dan yang lebih mind-blowing lagi, otak mini ini nggak cuma ngeluarin suara, tapi juga bisa mendengar. Ada mikrofon di ruang galeri yang nangkep suara-suara sekitar, termasuk obrolan pengunjung dan pantulan bunyi dari plat kuningan. Suara itu diubah lagi, juga jadi sinyal listrik untuk dikirim balik ke otak mini.
Kalau kata Ben-Ary, “Kami penasaran, apakah si otak ini bisa belajar atau berubah dari pengalaman itu.”
Kontribusi Alvin Lucier
Waktu tahu ide tentang proyek Revivification ini, Alvin Lucier sudah sangat antusias. Ikut ngonsep, bahkan dengan senang hati dia nyumbang sampel darah buat diproses, padahal waktu itu dia lagi sakit parkinson.
“Itu dikonsepkan bersama Lucier sendiri, berfokus pada resonansi audio dan refleksi—fenomena yang dia eksplorasi sepanjang kariernya,” jelas tim Revivification .
Guy Ben-Ary mengenang bagaimana reaksi keluarga Lucier saat pertama kali tahu soal proyek ini. “Ketika aku memberi tahu Amanda, putri Lucier, tentang proyek ini, dia tertawa,” kata Ben-Ary kepada The Guardian.
“Dia bilang, ‘Ini ayahku banget, sih. Bahkan sebelum meninggal dia sudah mengatur supaya dirinya terus main musik selamanya. Dia emang nggak bisa pergi. Dia harus tetap main.’” jelas Ben-Ary memerankan Amanda.
Malahan pas diskusi bareng tim, Lucier sempat mencetus ide-ide nyeleneh lain, misalnya ngirim gelombang suara ke bulan. Tapi setelah wafat, akhirnya tim memutuskan milih ide paling dasar dari Alvin Lucier. Mereka ambil tiga kata kunci, sinyal saraf, akustik, dan luar angkasa, yang diterjemahkan jadi Revivification.
Tim Revivification yang juga fans berat Lucier, mulai kontak-kontakan pada 2018. Tapi rencana kolaborasi baru terealisasi dua tahun kemudian, pas pandemi. Waktu itu Lucier sudah umur 89 tahun dan Parkinson, masih bisa Zoom meeting bareng tim buat bahas proyek ini tiap dua minggu sekali.
“Kami seperti mahasiswa seni yang belajar dari profesor,” kata Nathan Thompson.
Kenalan sama Alvin Lucier
Alvin Augustus Lucier Jr. lahir pada 14 Mei 1931 di Nashua, New Hampshire, Amerika Serikat. Ibunya, Kathryn E. Lemery, adalah seorang pianis, sementara ayahnya, Alvin Augustus Lucier Sr. pengacara dan politisi yang pernah jadi wali kota Nashua (1934–1937).
Lucier dikenal sebagai pionir dalam musik eksperimental dan seni suara. Pada tahun 1965 ia bikin karya revolusioner berjudul Music for Solo Performer. Di mana dia pakai gelombang otaknya sendiri buat menghasilkan suara secara langsung. Waktu itu dia kerja bareng fisikawan Edmond Dewan buat mengamplifikasi gelombang otak alfa untuk menggetarkan instrumen perkusi, pertama kali di dunia.
Sepanjang kariernya, Lucier terus eksplor soal hubungan antara suara, ruang, dan persepsi. Karya terkenalnya yang lain, I Am Sitting in a Room (1969), berupa rekaman suaranya sendiri yang diputar-rekam berulang-ulang di sebuah ruangan. Sampai resonansi akustik ruangan itu bikin suara aslinya jadi gelombang suara yang unik.
Lucier juga merupakan anggota dari Sonic Arts Union, kolektif komposer eksperimental yang aktif sekitar ’60 dan ’70-an. Dia jadi dosen di Wesleyan University di Middletown, Connecticut, dari tahun 1970 sampai pensiun. Lalu meninggal dunia pada 1 Desember 2021 di usia 90 tahun akibat komplikasi sehabis jatuh.
Tapi meski sudah wafat, kamu masih bisa mengakses karyanya, bahkan mendengarkan ‘karya terbarunya’ di Revivification. Pameran ini sudah buka sejak 5 April kemarin, dan baru selesai tanggal 3 Agustus 2025 nanti.