• About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten
Friday, December 19, 2025
hipkultur.com
  • Login
  • Register
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi
No Result
View All Result
hipkultur.com
No Result
View All Result
Home Profil

Ozzy Osbourne & Black Sabbath, Legenda Abadi Heavy Metal

Hipmin by Hipmin
23 July 2025
in Profil
0
Kliping Black Sabbath (dok; blacksabbath.com)

Kliping Black Sabbath (dok; blacksabbath.com)

0
SHARES
0
VIEWS
Bagikan di WABagikan di TelegramBagi ke FBBagi ke X

Dalam lanskap musik dunia, ada nama-nama yang nggak cuma layak dikenang, tapi juga jadi legenda, penentu arah gaya musik itu sendiri. Black Sabbath dan sosok ikoniknya, Ozzy Osbourne, adalah salah satunya. Mereka adalah fenomena, yang saking besar pengaruhnya sampai mengubah wajah musik rock selamanya. Dari jalanan suram Birmingham akhir 1960-an, empat pemuda mengkonstruksi pondasi Burj Khalifa heavy metal.

Lahir di Birmingham

Black Sabbath terbentuk tahun 1968 di Birmingham, Inggris. Formasi pertama diisi Ozzy Osbourne (vokal), Tony Iommi (gitar), Geezer Butler (bass), dan Bill Ward (drum). Mereka awalnya bermain dengan nama Earth, namun mengubahnya menjadi Black Sabbath setelah terinspirasi film horor Boris Karloff dengan judul yang sama.

Birmingham waktu itu adalah kota industri yang keras, penuh pabrik-pabrik baja dan suasana mencekam pasca-Perang Dunia II.

“Kami tumbuh di lingkungan yang sangat keras. Suara kami mencerminkan kehidupan di Birmingham yang suram dan industrial,” ujar Tony Iommi dalam wawancara dengan Rolling Stone pada 2013.

Konteks sosial inilah yang membentuk identitas musik mereka yang gelap dan berat.

Debut album self-titled Black Sabbath (1970) mengawali revolusi musik yang nggak kebayang sebelumnya. Album ini kayak bikin template heavy metal dengan riff-riff berat, tempo lambat, dan atmosfer gelap yang belum pernah ada. Lagu pembuka “Black Sabbath” dengan tritone-nya yang seram langsung menetapkan standar baru musik ekstrem.

Kesuksesan berlanjut dengan Paranoid (1970). Album ini memuat lagu-lagu metal klasik, kayak “Iron Man”, “War Pigs”, dan “Paranoid”. Sampai bikin kritikus musik Robert Christgau nulis, “Black Sabbath nggak cuma main musik heavy, mereka menciptakan bahasa baru buat mengekspresikan kegelapan manusia modern.”

Black Sabbath klasik (dok: blacksabbath.com)
Black Sabbath klasik (dok: blacksabbath.com)

The Prince of Darkness

John Michael “Ozzy” Osbourne lahir pada 3 Desember 1948 di Aston, Birmingham. Dijuluki “The Prince of Darkness”, Ozzy jadi vokalis sekaligus persona yang meresmikan citra rock ekstrem. Gaya vokalnya yang unik, kadang melengking, kadang bergumam, bikin nuansa emosional yang nggak lumrah.

Dalam bukunya I Am Ozzy (2009), dia bilang, “Aku nggak pernah mimpi jadi bintang rock. Aku cuma ingin keluar dari Birmingham dan nggak kerja di pabrik kayak ayahku.”

Kejujuran inilah yang bikin Ozzy terhubung dengan jutaan penggemar di seluruh dunia.

Aksi panggung Ozzy yang kontroversial, mulai dari gigit kepala kelelawar sampai ritual-ritual aneh adalah legenda tersendiri. Namun di balik kontroversi, ada musisi serius yang paham banget soal kekuatan teatrikal dalam mengomunikasikan pesan musik.

Arsitek Riff Legendaris

Tony Iommi, gitaris dan satu-satunya anggota konsisten Black Sabbath, adalah sosok paling vital. Kecelakaan kerja di pabrik yang bikin dia kehilangan ujung jari justru melahirkan gaya bermain gitar yang unik.

“Aku harus pakai jari palsu dan menyetem gitar lebih rendah buat mengurangi ketegangan senar,” jelasnya dalam dokumenter Black Sabbath: The End of The End (2017).

Inovasi Iommi inilah yang menciptakan “Sabbath sound” yang tuning-nya rendah, dengan riff berat, dan harmoni minor yang akhirnya jadi ciri khas heavy metal. Vokalis-gitaris Metallica, James Hetfield, pernah ngomong, “Tanpa Tony Iommi, nggak akan ada Metallica. Dia adalah godfather dari semua yang kami lakukan.”

Geezer Butler Penyair Kegelapan

Terry “Geezer” Butler bukan sekadar bassist, tetapi dalang di balik lirik-lirik filosofis Black Sabbath. Lulusan sekolah Katolik ini memanfaatkan pendidikan agamanya buat melontarkan aneka kritik atas perang, materialisme, dan kemunafikan sosial. Lagu-lagu kayak “War Pigs” adalah testimoni kemarahan generasi muda terhadap Perang Vietnam.

“Aku nulis lirik dari perspektif orang yang mengalami langsung kemiskinan dan ketidakadilan sosial,” ungkap Butler dalam wawancara dengan Metal Hammer (2016). Kombinasi antara kritik sosial dan persona okultisme inilah yang bikin narasi Black Sabbath begitu kompleks sekaligus sensasional.

Detak Jantung Bill Ward

Sering kali terlupakan di balik sorotan Ozzy dan Iommi, Bill Ward juga merupakan elemen vital. Drum-nya adalah detak jantung brutal yang menghantui dalam musik Black Sabbath. Ward bawa pengaruh jazz yang nggak umum di musik metal.

Permainannya di lagu “Black Sabbath” dan “Fairies Wear Boots” nunjukin kompleksitas dan kedalaman emosional yang jarang ditemukan di genre ini. Dalam wawancara dengan Modern Drummer, dia pernah bilang, “Aku main drum kayak sedang bercerita. Dan kisah Black Sabbath adalah kisah soal rasa takut dan kejujuran.”

Masalah kesehatan dan konflik internal bikin Bill Ward nggak konsisten tampil di panggung. Posisinya beberapa kali diisi oleh drummer lain, misalnya Vinny Appice, Eric Powell, dan Tommy Clufetos.

Era Transisi dan Evolusi

Pergantian vokalis dari Ozzy ke Ronnie James Dio pada 1979 menandai era baru Black Sabbath. Album Heaven and Hell (1980) membuktikan bahwa Black Sabbath lebih dari sekadar Ozzy Osbourne. Dio membawa dimensi baru dengan range vokal kayak opera dan lirik fantasi yang lebih teatrikal.

Tapi tetap saja, reuni klasik pada tahun 1997 dan album 13 (2013) membuktikan bahwa chemistry original line-up memang nggak bisa tergantikan gitu aja. Tur perpisahan “The End” (2016-2017) jadi penutup epik perjalanan hampir 50 tahun.

Meski begitu, takdir masih ngasih satu kesempatan terakhir yang nggak disangka sebelumnya. Juli 2025 kemarin, keempat anggota asli Black Sabbath kumpul lagi di Villa Park Birmingham. Mereka bikin konser perpisahan yang monumental, sekaligus jadi penampilan terakhir Ozzy Osbourne.

Konser itu dihadiri 42,000 penonton dan 3 juta viewers livestream. Menampilkan parade all-star dari Metallica, Guns N’ Roses, sampai Tool, yang semuanya tampil salut buat Black Sabbath.

Black Sabbath memang cuma main empat lagu, “War Pigs,” “NIB,” “Iron Man,” dan “Paranoid”. Tapi, momen itu jadi penutup sempurna buat legenda yang sudah nangkring selama hampir enam dekade. Ozzy, yang selama konser tampil duduk karena kondisi kesehatannya, bilang ke penonton: “It’s so good to be on this fucking stage, you have no idea. Let the madness begin!”

Warisan Abadi

Meski jadi reuni dan konser epik yang terakhir, nggak ada yang nyangka kalau itu adalah momen perpisahan selama-lamanya.

Belum genap sebulan setelah konser bersejarah itu, ada kabar duka yang mengejutkan. Ozzy Osbourne meninggal dunia pada usia 76 tahun, dikelilingi oleh keluarga dan orang-orang terkasih. Keluarga Osbourne menyebutnya sebagai “akhir yang damai untuk jiwa yang penuh badai.”

Buat para fans, kepergian ini adalah bunyi fade-out terakhir dari sebuah feedback panjang yang pernah mengubah wajah musik rock. Dari lorong-lorong suram Birmingham sampai panggung terbesar dunia, Ozzy jadi lambang kegilaan, rebel, dan tulusnya seorang seniman.

Dan pengaruh Black Sabbath di kancah musik sudah nggak bisa dibantah lagi. Metallica, Iron Maiden, sampai Soundgarden mengaku punya utang budi kepada mereka. Bahkan nggak cuma band, genre-genre kayak doom metal, sludge metal, dan stoner rock adalah evolusi langsung dari template bikinan Black Sabbath.

Akademisi musik Dr. Deena Weinstein di bukunya Heavy Metal: The Music and Its Culture (2000) pernah nulis, “Black Sabbath nggak cuma menciptakan heavy metal, mereka mendefinisikan etika dan estetika sebuah subkultur yang bertahan sampai sekarang.”

Mungkin hari ini gaya orang mengonsumsi musik sudah beda, dengan budaya streaming yang mendominasi. Tapi, lagu-lagu Black Sabbath masih relevan, diputar jutaan kali per bulan di Spotify. Ini jadi bukti bahwa Black Sabbath dan Ozzy Osbourne diberi anugerah talenta yang melampaui batasan waktu dan teknologi.

Seperti yang pernah dibilang Ozzy, “We’re not just musicians, we’re survivors.” Black Sabbath dan Ozzy Osbourne mengabadikan karya mereka dalam buku besar sejarah musik rock.

Rest in peace, Prince of Darkness. The madness will live on forever.

Tags: metalmusik rockmusisi
Previous Post

Kecanduan AI Bisa Bikin Otak “Rusak”, Psikosis, Sampai Nggak Waras

Next Post

Loud Laborer, Si Paling Banyak Omongnya Sedikit Kerjanya

Next Post
Ilustrasi loud laborer di tengah banyak task.

Loud Laborer, Si Paling Banyak Omongnya Sedikit Kerjanya

Please login to join discussion

Daftar Putar

Recent Comments

  • Bachelor of Physics Engineering Telkom University on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • Ani on Simak Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Berikut Ini
  • About Us
  • Beranda
  • Indeks
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Konten

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kultur Pop
  • Isu
  • Trivia
  • Profil
  • Fit & Zen
  • Cuan
  • Pelesir
  • Ekspresi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.