Oleh: Siti Cholifah
Kamun mungkin pernah debat, lalu ngerasa kesel sendiri. Soalnya, orang yang diajak debat tuh keras kepala banget kayak batu. Padahal udah jelas opini dia salah, tapi tetep ngotot. Seolah-olah seluruh dunia salah, kecuali dia.
Fenomena ini nggak cuma kamu alami secara langsung. Di media sosial, kita sering banget nemuin orang-orang yang asal ngomong. Mereka beropini tanpa ngerti konteks, gampang percaya hoaks, bahkan tetap ngotot meskipun udah dikasih fakta. Nggak peduli sekuat apa bukti disodorkan, mereka tetap kukuh sama pendapatnya sendiri.
Nah, hal kayak gini ternyata pernah dibahas serius oleh Dietrich Bonhoeffer, teolog asal Jerman. Menurutnya, kebodohan bisa lebih bahaya daripada kejahatan. Kenapa? Karena orang bodoh itu mudah dikendalikan, bisa dimanfaatkan buat menjalankan kejahatan, tanpa mereka menyadarinya.
Bayangin aja, penjahat nggak perlu turun tangan langsung. Cukup manfaatkan orang-orang bodoh untuk menyebarkan kebohongan atau kekerasan, dan semuanya bisa jalan sesuai rencana.
Kalau kamu tahu sejarah Nazi Jerman, kamu mungkin bisa paham kenapa Bonhoeffer sampai ngomong kayak gitu. Soalnya, dia hidup di masa itu, bahkan termasuk salah satu tokoh penting yang berani menentang rezim Hitler dari dalam negaranya sendiri. Jadi, ini bukan sekadar teori, tapi kesimpulan dari pengalaman langsung berhadapan dengan sistem yang menindas.
Awalnya di Era Nazi Jerman

Semua bermula saat Adolf Hitler naik jadi Kanselir Jerman pada tahun 1933. Nggak lama setelah itu, ia membangun rezim totaliter yang brutal. Lewat propaganda yang masif dan intens, Partai Nazi menanamkan ideologi rasis dan ultra-nasionalis. Kaum Yahudi dan kelompok minoritas lain jadi kambing hitam atas semua masalah Jerman, terutama krisis ekonomi setelah Perang Dunia I.
Nazi juga menumpas habis oposisi politik, menyebarkan simbol-simbol partai ke mana-mana, dan membentuk polisi rahasia Gestapo buat nangkepin siapa pun yang dianggap ‘musuh negara’. Puncaknya, mereka melancarkan Holocaust, genosida sistematis yang menewaskan lebih dari 6 juta orang Yahudi dan jutaan korban lainnya. Ngeri banget, cuy.
Dari peristiwa itulah Dietrich Bonhoeffer menyuarakan penolakannya. Ia takut pada satu hal yang menurutnya jauh lebih berbahaya daripada kejahatan itu sendiri: kebodohan massal. Bonhoeffer melihat langsung gimana massa bisa dimanipulasi oleh propaganda. Lalu dijadikan alat oleh penguasa jahat untuk melakukan tindakan kejam, bahkan terhadap tetangganya sendiri.
Sebagai pendeta Lutheran dan teolog, Bonhoeffer ikut gerakan bawah tanah Confessing Church yang menolak tunduk pada ideologi Nazi. Dia juga aktif menulis dan menyuarakan penolakan secara blak-blakan. Tapi sikap itu nggak tanpa risiko, Bonhoeffer akhirnya ditangkap, dipenjara, dan dieksekusi gantung pada 1945, hanya beberapa minggu sebelum Nazi jatuh.
Ironisnya, justru saat di penjara, Bonhoeffer menulis banyak pemikiran penting. Salah satu kutipan terkenalnya berbunyi:
“Kejahatan selalu membawa benih kehancurannya sendiri, karena begitu orang menyadarinya, orang-orang baik akan bersatu melawannya. Tapi kebodohan—itu lebih berbahaya.”
Kebodohan Massal Waktu Itu
Dia nulis gitu karena dia ngeliat dengan mata kepalanya sendiri kalau rakyat Jerman, sebagian besar rakyat biasa, bukan penjahat, jadi kaki tangan Nazi. Mereka nurut banget sama apa pun yang disuruh. Kayak udah terhipnotis propaganda. Kalau sekarang mungkin kita bilang FOMO, cuma ikut-ikutan padahal nggak tahu apa-apa.
Yang bikin miris, banyak dari mereka ngikut karena nggak paham dan nggak mau mikir lebih dalam. Bisa jadi karena takut, bisa juga murni karena ketidaktahuan. Tapi hasilnya sama, mereka ikut mendiskriminasi, ikut membenci, bahkan ada yang rela ngelaporin tetangganya sendiri ke pemerintah. Kejam banget kan? Bayangin kamu debat salah dikit aja, terus dilaporin. Bisa-bisa nyawa melayang cuma karena beda pendapat.
Parahnya, mereka juga mendukung perang yang ujungnya merugikan banyak orang, termasuk mereka sendiri. Banyak dari mereka bahkan nggak sadar kalau mereka sebenarnya cuma pion. Otaknya udah dicuci. Nggak ada ruang untuk mikir “ini bener atau salah”. Pokoknya asal disuruh, ya jalan. Mereka terlalu nurut, terlalu gampang dibodohi.
Dan yang lebih bahaya, mereka merasa bangga dengan apa yang mereka lakukan. Nggak merasa bersalah sama sekali. Itu kenapa, kata Bonhoeffer, orang-orang kayak gini susah banget disadarkan. Udah ketutup sama rasa yakin palsu yang dibangun oleh propaganda.
Sejarah Nazi nunjukin, kejahatan kayak gitu bisa terjadi bukan cuma karena satu dua pemimpin jahat. Tapi karena ada massa besar yang gampang banget dimanfaatin. Gampang percaya, gampang terhasut, dan nggak kritis sama sekali. Mereka nggak sadar kalau mereka sedang dijadikan boneka oleh kekuasaan yang manipulatif.
Inilah akar dari kesimpulan Bonhoeffer, kebodohan bisa lebih bahaya daripada kejahatan. Kalau orang jahat bisa dikenali dan dilawan, tapi orang bodoh sering kali diajak kerja sama oleh si jahat. Sayangnya, si bodoh nggak tahu kalau itu keliru, sehingga nggak punya rasa bersalah.
Sebenarnya Ini Masalah Gede, Sih
Ada sebuah meme yang quote-nya, “Debat sama orang bodoh itu kayak main catur sama burung merpati. Dia bakal ngacak-ngacak bidak, buang kotoran di papan, lalu terbang sambil ngerasa menang.” Lucu, ya? Tapi bagi Bonhoeffer, ini realita yang bikin resah.
Karena menurutnya, kejahatan itu bisa dikenali. Kita bisa sadar siapa yang jahat, lalu orang-orang baik bisa bersatu melawannya. Tapi kebodohan? Jauh lebih licin. Orang bodoh nggak sadar dia salah. Dan lebih parahnya lagi, dia bangga dengan kesalahannya.
Masalahnya, masyarakat sering kali memaklumi kebodohan. Kita ngeliatnya kayak, “Ah, dia cuma nggak ngerti kok.” Padahal, justru karena “nggak ngerti” itulah, mereka bisa jadi alat yang paling gampang dimanipulasi. Mereka nggak mikir, nggak skeptis, dan nggak punya refleksi. Kalau dikasih perintah atau informasi yang salah, mereka terima bulat-bulat.
Di zaman Nazi, banyak rakyat biasa yang jadi kaki tangan kekejaman. Mereka laporin tetangganya, dukung genosida, bahkan rela ikut perang demi narasi yang mereka sendiri nggak pahami. Apakah mereka jahat? Belum tentu. Tapi mereka bodoh. Dan kebodohan mereka jadi ladang subur bagi kejahatan untuk tumbuh subur.
Bonhoeffer percaya, orang bodoh yang sudah terpengaruh ideologi atau propaganda akan sulit disadarkan. Mereka nggak bisa diajak diskusi. Fakta nggak mempan. Logika dianggap serangan. Mereka keras kepala, merasa paling benar, dan menolak berubah.
Makanya kita kalo debat sama orang bodoh tuh ibaratnya debat sama angina, nggak ada gunanya. Malah justru kita yang keliatan salah loh, dia bakalan ngegas dan kekeuh sama apa yang dia mau percaya. Walaupun ibaratnya kita bawa orang sekampung buat debat sama dia, kalian tetep bakalan dianggep salah. Pokoknya apa yang dia yakini itu yang harus menang, dia nggak mau ngalah dan nutup mata banget sama kebenaran.
Duh, greget banget nggak sih kalo ketemu orang yang kayak gini. Mau dijelasin kaya apapun nggak bakalan masuk ke otak, nggak bakalan dipertimbangin sama dia. Yang ada kita dibuat emosi, buang-buang tenaga, dan hasilnya? Ya jelas zonk
Hmm ngeri-ngeri sedep ya kalo kayak gini. Jangan sampe deh di zaman yang secanggih ini masih ada yang gampang dibodohin. Tapi, kok kayaknya masih ada ya? Banyak juga. Eh.
Ngomong-ngomong, bahas apa lagi, ya?

