in

Rekap 2024: Aneka Isu Menarik di Ranah Musik Sepanjang Tahun

Rekap 2024: Musik
Rekap 2024: Musik

2024 Mau habis. Sepanjang 12 bulan terakhir, tentu banyak kejadian yang bisa diceritakan ulang. Di ranah musik misalnya, pasti banyak dan macam-macam.

Bukan cuma soal musisi dan karyanya, tapi juga tingkah laku kontroversial mereka.

2024 Mencatat nama-nama baru yang muncul dan langsung menggebrak. Sementara itu, artis-artis lama yang sudah mapan, seakan nggak mau ‘ngalah’ sama junior mereka, masih semangat mewarnai kancah permusikan.

Panggung konser pun masih marak, di tengah gejolak ekonomi dan turunnya kemampuan finansial warga global. Meski memang, nggak semua pertunjukan berjalan lancar.

Sedangkan di dunia maya, platform digital masih jadi media musik utama, dengan jutaan sampai miliaran pengguna. Tapi juga dicurigai curang, akibat kelakuan mereka yang nggak transparan soal bagi hasil keuntungan.

Nah, semua isu itu sudah dirangkum ringkas di bawah ini.

Pasang Surut Relasi TikTok-Universal

Awal tahun, sekitar bulan Februari, ramai isu soal panasnya hubungan antara platform media sosial Tiktok dengan label mayor Universal Music Group (UMG).

Dua perusahaan besar itu terlibat kontrak perjanjian Kerjasama tentang lisensi hak cipta. Tapi, pada 31 Januari 2024, perjanjian itu putus tanpa ada pembaruan.

Ternyata nggak sekadar putus kontrak, Universal malah mengirim surat terbuka ke TikTok. Isinya, UMG nuduh TikTok nggak ngasih kompensasi royalti yang pantas, nggak ngasih perlindungan dari konten AI, serta keamanan online buat pengguna.

Karena kontrak putus, otomatis TikTok harus membisukan konten dengan musik yang hak ciptanya dimiliki Universal. Makanya selama beberapa saat, lagu-lagu milik Taylor Swift, BTS, atau Billie Eilish sempat kena “Suara dihapus karena batasan hak cipta” atau “Suara tidak tersedia”.

Menurut laporan BBC, penghapusan itu berdampak ke 30% dari total musik populer di TikTok. Ada juga estimasi lain bahwa angka sebenarnya bisa mencapai 80%. Sementara katalog UMG di TikTok berisi sekitar 3 juta lagu.

Konflik itu baru berakhir setelah komunikasi alot yang berjalan sampai akhir April. Pada 1 Mei 2024, TikTok dan Universal bikin pengumuman kalau mereka sudah sepakat dengan kontrak baru.

Pelan-pelan, konten musik milik UMG pun dikembalikan ke platform. TikTok pun melarang, dan berangsur-angsur menghapus konten musik buatan kecerdasan artifisial (AI).

Sabrina Si Tukang Kayu

Todd Owyoung/NBC

Meski sudah cukup lama malang melintang di kancah permusikan, nama Sabrina Carpenter baru mashyur setahun belakangan. Padahal, sejak 2014, dia sudah jadi penyanyi, aktris, sampai pengisi suara. Benar-benar cewek multitalenta.

Kelihatannya, label rekaman pertama yang menaungi Sabrina, Hollywood Records, memang kurang hoki. Soalnya setelah pindah ke Island Records dan merilis Emails I Can’t Send, dua single dari album kelima itu bikin namanya cukup meledak. Malah yang judulnya “Please Please Please”, pernah seminggu memuncaki chart Billboard.

Lanjut ke April 2024, ia menelurkan single berjudul “Espresso”, yang nggak disangka bakal terus menggema sampai tutup tahun, bahkan mungkin lebih panjang lagi. Single yang include dalam album Short n’ Sweet itu dinobatkan Billboard jadi No. 1 Global Song of the Summer for 2024.

Lagu itu mengungguli “Birds of a Feather” – Billie Eilish dan “A Bar Song (Tipsy)” – Shaboozey. Uniknya, posisi keempat di tangga lagu musim panas global itu juga ditempati Sabrina dengan “Please Please Please”-nya.

Berkiprah hampir 10 tahun, kayaknya Sabrina Carpenter sekarang mulai merasakan hasil kerja kerasnya. Emails I Can’t Send bikin dia lebih ngetop, begitu juga “Espresso” yang jadi “sound viral” andalan konten kreator, bikin namanya semakin melejit.

Kalau sebelumnya “cuma” membuka The Eras Tour-nya Taylor Swift, kini Sabrina masuk Grammy Awards 2025 dengan enam nominasi.

Kontroversi P. Diddy

Getty Images

Sean John Combs dulunya populer lewat lagu “I’ll Be Missing You” yang refrainnya mencuplik “Every Breath You Take”-nya The Police. Dia kemudian lebih banyak berkiprah di balik layar, bikin label rekaman dan jadi produser, meski masih merilis beberapa album.

Di tahun 2024, pria kelahiran 4 November 1969 ini kayaknya akan lebih sering lagi di belakang layar, bahkan di balik jeruji besi. Itu mengingat berbagai rentetan kasus yang dituntutkan padanya. Mulai dari pelecehan seksual, kekerasan anak, jual beli narkoba, pornografi, sampai trafficking.

Belum termasuk isu cukup banter soal agenda pesta seks rutin bertajuk Freak-Off yang konon pesertanya juga para pesohor Hollywood.

Kasus ini jadi skandal terbesar yang terkuak sepanjang 2024. Awalnya November 2023, dipicu gugatan mantan pacar P. Diddy, Cassie Ventura atas kekerasan seksual selama mereka pacaran.

Meskipun berakhir damai, tapi keberanian Cassie menular ke beberapa sosok lain, termasuk wanita anonimus dan satu lagi yang bernama Joi-Dickerson Neal.

Belum genap sebulan, Combs kena gugat lagi yang ke-4 dari Jane Doe. Kali ini tuduhannya lebih serius, yaitu perdagangan seks dan pemerkosaan.

Kurang dari dua bulan, rentetan gugatan itu sudah cukup bikin P. Diddy berantakan. Ia mundur dari perusahaan digitalnya sendiri, Revolt. Brand yang kadung teken kontrak dengan perusahaan e-commerce miliknya, Empower Global, mangkir. Lalu, layanan streaming video, Hulu, nggak jadi bikin acara reality show yang tadinya mau cerita soal kehidupan P. Diddy.

Semua jadi semakin runyam waktu rumah Diddy digerebek buat penyelidikan kasus perdagangan seks. Di situ ditemukan 1.000 botol baby oil yang dihubung-hubungkan dengan isu Freak-Off.

Bersamaan, seseorang yang diduga kurir narkoba Diddy ditangkap. Belum cukup, video kekerasannya ke Cassie pas masih pacaran pun bocor ke publik.

Gugatan demi gugatan terus berdatangan, sampai Diddy ditangkap, lalu stres dan berstatus dalam pengawasan bunuh diri. Sampai 1 Oktober 2024, sudah ada 120 tuntutan baru dan 3.000 aduan, semua menyasar rapper partner mendiang Notorious B.I.G. ini.

Terima Kasih, Beyonce

ROBYN BECK/AFP via Getty Images

Ini sebenarnya cuma isu lokal, tapi pakai tokoh internasional. Orang sini, khususnya netizen, agak geli dengan fenomena unik musik internasional. Melibatkan Beyonce Knowless yang mantan Destiny’s Child dan masih suami Jay Z.

Fenomena yang dimaksud adalah para artis pemenang penghargaan, seperti Grammy atau MTV Video Music Awards. Waktu nerima penghargaan, beberapa kedapatan menyelipkan ucapan terima kasih buat Beyonce Knowless.

Soal siapa yang notice dan siapa yang iseng koleksi video pidato yang ada “terima kasih, Beyonce”-nya, belum jelas. Tapi, ada teori konspirasi yang nyebut bahwa ucapan terima kasih ke Beyonce hukumnya wajib, kalau mau karir tetap mulus atau aman.

Spekulasi hitam ini muncul setelah nama Beyonce dikait-kaitkan dengan kasus P. Diddy.

Sekadar info, P. Diddy kabarnya berteman baik dengan Beyonce-Jay Z. Ketiganya dianggap punya pengaruh besar di industri musik Amerika Serikat. Nggak heran kalau penyanyi, Britney Spears, Adele, sampai Taylor Swift, ngasih kredit ke Beyonce atas kesuksesan mereka.

Warganet Indo pun nggak mau ketinggalan untuk mengirimkan ucapan terima kasih buat Beyonce. Sasaran mereka kolom komentar di unggahan Instagram resmi penyanyi “Halo” itu. Ucapannya lucu-lucu, karena netizen cuma mau nyindir lewat candaan.

Meskipun begitu, sindiran itu nggak ngubah fakta kalau Beyonce memang orang spesial di ranah musik. Salah satu indikatornya, ya, torehan 32 piala Grammy, paling banyak di antara semua musisi.

Pengumuman Reuni Oasis

Vittorio Zunino Celotto/Getty Images Europe

Band rock asal Manchester, Inggris, Oasis mengumumkan reuni pada akhir Agustus 2024. Dua personel utama mereka ngasih kode lewat akun media sosial masing-masing. Berupa sebuah video durasi 11 menit bertuliskan “27.08.24” dan “8am” yang formatnya sama persis dengan logo/font band, begitu pula di situs resminya.

Isu semakin terang waktu band mengirim rilis resmi ke media-media besar, termasuk Pitchfork, BBC, dan The Guardian. Salah satu pernyataan mereka berbunyi, “There has been no great revelatory moment that has ignited the reunion – just the gradual realisation that the time is right.”

Maksudnya kira-kira begini: “Reuni ini nggak terjadi karena tiba-tiba ada momen besar yang membuka jalan. Tapi lebih karena perlahan Oasis sadar bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk kembali.”

Sebagai lanjutan kabar baik, Oasis juga merilis jadwal tur sepanjang 2025. Diawali domestik, di Cardiff, London, Edinburgh, Dublin, dan tentunya Manchester. Lalu rencana tur Eropa, keluar Eropa, sampai Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Meski begitu, belum ada berita soal apakah mereka merencanakan materi baru atau nggak.

Reuni Oasis tentu jadi berita besar. Apalagi mengingat 15-16 tahun lalu, band ini mendadak bubar karena perselisihan Noel dan Liam. Tepat sebelum mereka naik panggung di festival Rock en Seine, Paris, 2009.

Liam Payne Meninggal Dunia

Natacha Pisarenko/AP

Penggemar One Direction terkaget setengah mati setelah mendengar berita duka meninggalnya Liam Payne, 16 Oktober 2024. Sedikit info, anggota boyband ini bersolo karir setelah One Direction hiatus. Dengan beberapa karya hits, seperti “Strip That Down”,  “For You”, “Get Low”, dan lain-lain.

Meninggalnya penyanyi tampan ini setelah jatuh dari balkon di lantai tiga (setinggi 13 meter) hotelnya di Buenos Aires, Argentina.

Menurut laporan pihak berwenang—Kantor Kejaksaan Pidana dan Pemasyarakatan Nasional di Buenos Aires, pria usia 31 tahun ini mengalami multiple trauma dan pendarahan internal-eksternal.

Keterangan karyawan hotel yang saksi mata, sebelumnya Liam diketahui bertingkah aneh di lobi hotel, dia sampai merusak laptopnya sebelum kembali ke kamar.

Alhasil, dugaan awal dia dikira sengaja melompat, karena pengaruh obat-obatan dan alkohol. Tapi belakangan, kejaksaan setempat memutuskan bahwa Liam Payne meninggal bukan karena bunuh diri.

Tapi lagi, motif dan kronologi yang sebenarnya juga masih belum bisa dipastikan.

Di Indonesia, fans menyambut berita duka ini dengan agenda meratap di Taman Langsat, Jakarta Selatan. Sayangnya, acara itu jadi kontroversi di media sosial, banjir komentar yang isinya tentu saja, perdebatan.

Tahun Lesu Coachella

VALERIE MACON, AFP Via Getty Images

Antusiasme buat nonton langsung festival musik Coachella agak lesu di tahun 2024. Kalau biasanya tiket habis dijual hitungan menit atau jam. Tahun ini, tiket minggu pertama baru sold out setelah hampir sebulan.

Penjualan tiket 2024 ini katanya yang paling lambat dalam satu dekade terakhir.

Padahal, Coachella itu dikenal sebagai festival yang selalu ramai dan jadi kiblat festival musik lain di dunia. Coba ingat-ingat masa kejayaan Coachella di tahun 2015—tiket sold out cuma dalam waktu 40 menit saja.

Banyak teori soal kenapa Coachella nggak lagi se-hype dulu. Salah satunya karena harga tiket yang terus naik. Tahun ini, tiket terusan tiga hari dihargai $499, naik sekitar $50 dari tahun 2022.

Buat beberapa orang, harga segitu terasa nggak masuk akal, apalagi kalau ditambah biaya penginapan, transportasi, dan makan. Ya gimana, sekali nonton Coachella, dompet bisa jebol lebih dari seribu dolar.

Selain itu, banyak yang merasa line up tahun ini seperti Lana Del Rey, Tyler the Creator, Doja Cat, dan No Doubt, kureng greget.

Belum lagi, ada pesaing berat di sekitar Coachella. Stagecoach, festival musik country di lokasi yang sama, yang menghadirkan Miranda Lambert dan Morgan Wallen.

Ada juga Lovers & Friends Festival di Las Vegas dengan deretan bintang nostalgia seperti Usher, Janet Jackson, dan Backstreet Boys.

Tapi meski penjualan melambat, Coachella tetap jadi festival musik terbesar di Amerika Utara. Dengan hampir 200.000 pengunjung yang datang selama dua akhir pekan, festival ini masih mengalahkan acara besar lain seperti Austin City Limits dan Electric Daisy Carnival.

Menurut sumber Billboard, meski ada penurunan penjualan sekitar 14-17%, nggak terlalu berimbas buruk. Kalau ngomongin daya tarik, Coachella tetep nggak ada matinya. Ini festival yang nggak cuma jadi surganya pecinta musik, tapi juga ajang fashion show dadakan dan sumber trend media sosial.

Puncak Drama Apple vs Spotify

Reuters

Tahun 2024 jadi babak baru buat drama panjang antara platform musik Spotify dan Apple. Persaingan keduanya udah masuk ke level perang terbuka di media.

Spotify nggak cuma cari keadilan, tapi juga pengakuan publik kalau Apple dinilai nggak fair.

Kasus ini dimulai dari tahun 2019, waktu Spotify mengajukan gugatan antimonopoli ke Komisi Eropa (EC). Tuduhannya, Apple diduga pakai App Store sebagai senjata buat menekan kompetitor. Intinya, Apple dianggap mempersulit aplikasi streaming musik lain buat promosi layanan lebih murah langsung ke pengguna.

Jadi niatnya, Spotify pengen jualan audiobook di aplikasi iOS, tapi mereka diminta menyerahkan potongan 30% untuk transaksi digital di App Store. Mereka tentu saja keberatan lalu coba mengajukan tiga solusi yang dianggap win-win. Tapi semua solusi ditolak mentah-mentah sama Apple.

Pengguna iOS yang ngeklik beli audiobook di Spotify langsung terang-terangan dapat notifikasi “Want to listen? You can’t buy audiobooks in the app. We know it’s not ideal.”

Sementara, Apple dengan Apple Books-nya tetap melenggang santai. Harry Clarke, penasihat utama Spotify, bilang kalau kebijakan Apple bikin pengguna jadi ribet dan nggak transparan.

Nggak cuma masalah pajak 30% dari pembelian dalam aplikasi (yang bikin banyak developer frustrasi). Ada juga kebijakan Apple yang melarang aplikasi lain ngasih tahu pengguna tentang promo-promo menarik mereka.

Gongnya, 4 Maret 2024, Komisi Eropa (EC) menjatuhkan denda 1,84 miliar euro ke Apple. Komisi Eropa menyatakan Apple menyalahgunakan posisi dominannya dengan memberlakukan aturan antipengarahan di App Store. Tentu saja Spotify bergembira ria dengan kemenangan ini.

Buat merayakan, mereka bikin kampanye Time to Play Fair. Biar seluruh dunia tahu kalau Apple ini pelit dan gak mau main adil.

Info terakhir, Apple masih nggak mau kalah dan nuding Spotify x Komisi Eropa kerja sama nyusun kasus ini sejak 2015. Apple juga ngeklaim kalau Spotify nggak pernah bayar komisi karena mereka memilih jual langganan lewat situs web, bukan lewat aplikasi.

Kampanye Spotify masih terus lanjut. Beberapa raksasa teknologi lain seperti Google dan Meta bahkan mulai ikut nyerang Apple di medan perang yang berbeda.

Google misalnya, baru-baru ini mengkritik Apple soal fitur pengiriman pesan. Terus, Mark Zuckerberg menyebut WhatsApp lebih aman dibanding iMessage. Kayaknya Apple jadi target empuk di antara para pesaingnya tahun ini.