in

Plantasia, Album Musik Khusus Tanaman, Bukan buat Manusia

Versi reissue album Mother Earth's Plantasia rilisan Sacred Bones Records
Versi reissue album Mother Earth's Plantasia rilisan Sacred Bones Records (sacredbonesrecords.com)

Kalau biasanya musisi bikin lagu untuk didengar sesama manusia, beda dengan Mort Garson. 1976, Dia merilis album berjudul Mother Earth’s Plantasia, yang khusus dipersembahkan buat tumbuhan.

Kamu nggak lagi ngimpi. Awalnya, memang musik-musik dalam Plantasia diciptakan buat membantu pertumbuhan tanaman. Tapi karena saking unik dan langka, belakangan juga diburu manusia, untuk didengarkan sekaligus dikoleksi.

“Warm Earth Music for Plants… and the People Who Love Them”

Begitu tulisan subjudul album flora ini. Jadi aslinya selain buat spesies tanaman, Plantasia juga dibikin buat spesies manusia yang gemar merawat tanaman.

Mort Garson menyusun album ini, kolaborasi sama Lynn dan Joel Rapp, pasangan pemilik toko bunga di Melrose Avenue, Los Angeles, AS. Dengan Joel Rapp sendiri yang berperan sebagai penyusun liner notes album.

Toko bunga mereka bernama Mother Earth Plant Boutique. Berdua, terkenal aktif mempopulerkan tanaman hias, bahkan gencar banget. Memang, Joel Rapp yang sebelumnya adalah penulis buat serial TV “My Favorite Martian”. Dia rela cabut dari kerjaan di TV, saking ngebet eksplor lebih jauh di dunia berkebun.

Tahun ’70-an memang disebut awal perkembangan tren berkebun di rumah. Selain fashion dan musik, ada tren revolusioner dalam bidang dekorasi hunian di ’70-an, dengan tanaman hias jadi salah satu item terpenting.

Sejumlah blog penikmat tanaman hias, seperti The Middle Sized Garden dan Barton Grange dari UK. Menulis bahwa tanaman seperti monstera, english ivy, begonia, dan spider-plant, sudah ngetren sejak tahun ’70-an. Kalau masih ingat sama janda bolong, yang popularitas dan harganya melejit ratusan juta waktu pandemi Covid. Nah, itu salah satu jenis monstera.

Musisi di Balik Album Tanaman Plantasia, Mort Garson

Mort Garson dikenal sebagai komposer dan arranger kelahiran Kanada, 20 Juli 1924. Dia berkarir selama beberapa dekade di kancah musik pop, jazz, sampai klasik.

Namanya moncer sebagai pencipta lagu pop buat penyanyi era ’50-an. Salah satu hits-nya, “Our Day Will Come”, dipopulerkan Ruby and The Romantics (1962). Kekinian, lagu ini pernah digarap ulang sama Amy Winehouse.

Garson dapat pengakuan lebih tinggi sebagai musisi elektronik lewat karya-karya inovatifnya, bahkan dibilang sebagai salah satu pionir. Juga sebagai pelanggan setia yang ikut mempopulerkan instrumen futuristik karya Robert Moog.

Sejak pertama kali Robert Moog memperkenalkan synthetizer di Konvensi Audio Engineering Society (AES), New York 1967, Mort Garson sudah langsung jatuh cinta. Nggak lama, dia jadi salah satu pemilik synth produksi pertama. Dan synth juga yang bikin gaya bermusik Garson banyak berubah.

Jatuh cinta bikin gairah ngulik Mort Garson agak membabi buta. Sepanjang beberapa tahun berikutnya, Moog selalu jadi bagian karya musiknya.  Dia pakai buat bikin jingle, musik TV (termasuk latar tayangan TV pendaratan Apollo 11 di bulan 1969), scoring film, dan pastinya albumnya sendiri.

Garson merilis beberapa album dengan synth jadi instrumen utama, kayak The Zodiac: Cosmic Sounds tahun 1967. Isinya 12 lagu, judulnya nama-nama zodiak, suguhannya komposisi eksperimental buat merespons tren spiritual dan astrologi akhir 1960-an.

Lalu ada The Wozard of Iz (1968), parodi film The Wizard of Oz yang full-synth. Juga Black Mass (1971) yang kelam, apalagi dengan Mort Garson yang pakai moniker Lucifer. Atau Music for Sensuous Lovers, waktu Garson nyamar jadi Z demi bikin musik buat usia 21 tahun ke atas.

Itu beberapa album Mort Garson yang boleh juga kalau mau diulik lagi. Mood-nya beda-beda. Dan meski elektronik, nggak ada sama sekali yang jedag-jedug. Tapi di antara musik-musik bikinan Mort Garson, Mother Earth’s Plantasia-lah yang paling absurd. Sekaligus bikin namanya lebih dikenang sampai sekarang.

Karya Mort Garson Kebanyakan Unik, Tapi Plantasia yang Paling Nyentrik

Album ini terinspirasi buku The Secret Life of  Plants yang terbit 1973. Buku yang dua orang penulisnya disebut-sebut adalah agen rahasia. Peter Tompkins di Office of Strategic Services (OSS), dan Christopher Bird di Central Intelligence Agency (CIA).

Buku ini mengeksplor soal gimana tanaman merespons manusia yang merawat dan memeliharanya. Misalnya, ada klaim bahwa tanaman bisa komunikasi sama manusia, mendeteksi kebohongan, punya kreativitas, bahkan bereaksi terhadap musik.

Klaim-klaim aneh di The Secret Life of Plants menuai kritik karena dicap pseudosains. Semu, ngasal, karena pembuktiannya nggak berdasarkan metode ilmiah. Tapi, baru-baru ini ilmuwan nemu info kalau tanaman bisa komunikasi lewat sinyal kimia. Mengutip tulisan Tristan Wang di Harvard Science Review, blog publikasi mahasiswa di Harvard.

Lepas dari semua kontroversi itu. Inspirasi Mort Garson juga datang dari istrinya yang juga penikmat tanaman hias. Plantasia lahir, menampilkan nomor-nomor elektronik cantik yang direkam sepenuhnya memakai Moog synthetizer.

Waktu itu, rilisan Plantasia memang nggak banyak kopiannya. Dia ‘cuma’ jadi album promosi penjualan di Butik Tanaman Mother Earth. Setiap pembelian tanaman hias—dan kasur Simmons di toko Sears cabang tertentu—dapat hadiah album Plantasia. Jadi, memang jumlahnya terbatas.

Tapi beberapa puluh tahun kemudian, sekitar awal 2000-an, album ini mulai menarik perhatian para kolektor. Lagu-lagunya yang dimuat di Youtube ditonton jutaan kali. Bahkan sampai menginspirasi pembajak dan pembuat iklan TV palsu. Layaknya anthorium dan janda bolong beberapa waktu lalu, harga rilisan asli Plantasia pernah melambung sampai $600.

Melihat animo yang cukup besar Sacred Bones Records merilis ulang Mother Earth’s Plantasia pada 2019. Ini cocok buat mengobati ngilernya kolektor yang nggak kebagian versi original. Soalnya, memang album ini langka, bakal jadi item koleksi unik yang memorable.

Pemilik Sacred Bones, Caleb Braaten bilang kalau album ini punya nuansa kehangatan nostalgia.

There’s something about it that is immediately nostalgic. It takes you to this warm place in the past,” katanya.


Catatan:

Meskipun aslinya lagu-lagu di album Plantasia ini diciptakan “khusus buat tumbuhan”. Kamu yang nggak punya aglonema—atau punya tapi nggak mau tahu, soalnya biasa diurus nenek atau ibu—pun boleh memilikinya.

Album ini bisa ditemukan di toko lokal ijo atau orens seharga kurang lebih Rp500 ribu-an. Kalau mau tester-nya dulu, coba cari di Youtube atau Bandcamp. Tapi kalaupun sudah beli vinyl-nya, sebaiknya jangan dulu berharap macam-macam. Soalnya album ini juga belum pasti berkhasiat buat pertumbuhan tanaman.

Di liner notes asli album saja, Joel Rapp nulis gini: “Frankly, we do not know for sure that it will (help plants grow). However, we do know one thing—it couldn’t possibly hurt.”