Tiga agama besar dunia, Kristen, Islam, dan Yahudi, mengenal seseorang di masa lampau berama Ibrahim, Abraham, atau Abram. Tokoh pemegang peranan kunci lahirnya agama-agama monteisme, sekaligus bapak para nabi.
Nabi Ibrahim Alaihissalam juga keturunan Nabi Nuh dari garis Sam yang juga menurunkan Arfakhshand. Ia hidup pada sekitar dua millenium sebelum masehi. Lahir di sebuah kota bernama Ur Kasdim yang merupakan wilayah bangsa Sumeria, di Kerajaan Babilonia pimpinan Raja Namrud. Daerah tersebut kini bernama Mughair atau Tall al-Muqayyar, terletak sekitar 300 kilometer tenggara Baghdad, ibu kota Irak.
Ayahnya bernama Azar, atau ada yang menyebutnya Terah atau Tarih. Sedangkan ibunya bernama Layutsa. Azar adalah pemahat yang membuat patung-patung berhala. Nabi Ibrahim hidup di tengah kaum Raja Namrud yang memuja berhala bernama Sin atau Nanna. Menurut kepercayaan masyarakat Sumero-Akadia, Nanna adalah dewa bulan.
Kisah Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim Alaihissalam lahir ketika Raja Namrud mengeluarkan kebijakan untuk membunuh semua bayi laki-laki. Usai bermimpi melihat seorang pemuda yang akan menghancurkan istana beserta dewa-dewa yang ia sembah.
Layutsa yang kala itu sedang mengandung Nabi Ibrahim, cemas putranya akan terkena dampak kebijakan kuno itu. Lalu ia pergi bersembunyi ke sebuah gua, di mana ia juga melahirkan dan menyusui bayi Ibrahim.
Sebagai orang terpilih, Nabi Ibrahim Alaihissalam dikaruniai Allah SWT berbagai kelebihan, termasuk kecerdasan dan critical thinking. Saat masih bayi dan berada di persembunyian, dikatakan bahwa jari-jarinya dapat mengeluarkan madu, sehingga nutrisinya selalu terpenuhi.
Ketika sudah beranjak remaja, barulah Layutsa membawa Nabi Ibrahim kembali ke rumah. Memang sejak kecil sudah cerdas, ia mulai mempertanyakan asal mula alam semesta dan siapa penciptanya. Ia gemar mengamati lingkungan sekitarnya, termasuk benda-benda angkasa. Takjub melihat gunung, bintang, bulan, hingga matahari, Nabi Ibrahim sempat mengira bahwa benda-benda itulah yang menjalankan alam semesta.
Namun saat mengetahui bahwa Bumi dan langit punya kekurangan, ia menjadi ragu. Ia sudah punya pemikiran bahwa mustahil pencipta alam semesta memiliki kekurangan. Al-Quran menceritakan pencarian spiritual Nabi Ibrahim itu dalam Surat Al-An’am ayat 75-79.
Selepas memperoleh hidayah, tentu saja Nabi Ibrahim tak tinggal diam. Pada suatu ketika ia menanyakan subjek ketuhanan kepada ayahnya yang pemahat berhala. Tentu saja Azar kaget ketika penjelasan tentang tuhan berhalanya dipatahkan oleh Nabi Ibrahim dengan ajaran tauhid yang mengesakan Allah.
Dibakar Hidup-Hidup
Dakwah berlanjut kepada masyarakat yang lebih luas, tetapi hasilnya nihil. Suatu saat ia punya gagasan cerdas untuk perusakan berhala-berhala di kompleks pemujaan. Semua berhala dihancurkan dengan kapak, kecuali satu yang paling besar sebagai pelajaran.
Kapak dikalungkan pada berhala yang masih utuh. Ketika menjadi tersangka, ditangkap, dan diminta memberikan penjelasan di depan raja dan masyarakatnya, Nabi Ibrahim menunjukkan kelalaian mereka. Ia menyarankan semua orang agar bertanya menanyakan kejadian sebenarnya pada berhala besar terakhir yang dituhankan itu. Tentu saja, orang-orang yang bisa berpikir akan langsung sadar. Mustahil patung yang diam itu bisa melakukan perusakan.
Tapi dasar Raja Namrud, ia gentar kekuasaannya goyah, serta merasa bahwa inilah peristiwa dalam mimpi yang ditakutkannya terjadi. Ia pun memerintahkan agar Nabi Ibrahim dihukum. Hukumannya tidak tanggung-tanggung, yakni dibakar hidup-hidup.
Kayu bakar disusun dengan Nabi Ibrahim diikat pada tiang yang berada di atasnya. Prajurit mulai menyulut api yang kemudian membakar kayu. Api berkobar dan semua melihat Nabi Ibrahim sedang terbakar, padahal tidak. Atas kuasa Allah SWT, api menjadi dingin di kulit Nabi Ibrahim, sehingga tubuhnya utuh, tak hangus sedikit pun, dan selamat dari pembakaran.
Menyaksikannya, tentu saja Raja Namrud marah besar. Namun ia dan semua orang yang menyaksikan mukjizat itu juga takjub. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa setelah peristiwa itu, Nabi Ibrahim diusir dari wilayah kekuasaan Raja Namrud. Si raja sendiri, mendapatkan azab dari Allah. Azab yang terlihat remeh tetapi menyengsarakan, yakni seekor nyamuk yang masuk ke tubuh Raja Namrud lewat lubang hidung. Nyamuk itu tetap hidup di sana seumur hidup raja, sampai ia meninggal.
Zaid bin Aslam mengatakan bahwa Allah mengirimkan malaikat kepada raja yang sombong tersebut dengan tujuan agar ia mempercayai Allah, namun raja tersebut menolaknya. Meskipun malaikat mengajaknya berkali-kali, tetapi ia tetap menolak. Akhirnya, malaikat mengancam untuk mengumpulkan bala tentaranya sendiri setelah raja mengumpulkan bala tentaranya.
Keesokan harinya, Raja Namrud benar-benar mengumpulkan seluruh pasukannya, tetapi yang muncul bukanlah tentara perang, melainkan pasukan nyamuk yang sangat banyak. Nyamuk-nyamuk itu menyerang bala tentara Raja Namrud, menghisap darah mereka, bahkan mengoyak daging-daging mereka hingga tersisa hanya tulang belulang.
Salah satu nyamuk masuk ke hidung Raja Namrud yang tidak ikut berperang dan tinggal di sana selama 400 tahun. Selama itu, Raja Namrud selalu mencoba untuk mengusir nyamuk tersebut dengan memukuli kepalanya dengan tongkat besi. Itulah azab dari Allah SWT kepada Raja Namrud, yang akhirnya binasa karena ulah seekor nyamuk.
Hijrah Nabi Ibrahim
Bebas dari cengkeraman Raja Namrud, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya untuk segera meninggalkan tanah airnya. Ia diperintahkan hijrah ke tempat baru, memulai kembali dakwahnya dari nol di sana. Lokasi baru itu belum diketahui olehnya, tetapi ia yakin dan pasrah terhadap perintah Allah SWT.
Ada riwayat menyebutkan kalau pada eksodus inilah Nabi Ibrahim bertemu dengan Luth, keponakannya. Kelak, Luth juga diangkat menjadi nabi dan melalui perjalanan spiritualnya sendiri. Sehingga tidak mengherankan ketika dakwah sampai kepadanya, Luth langsung membenarkan kenabian Ibrahim. Luth pun ikut serta dalam perjalanan hijrah Nabi Ibrahim itu.
Tempat pertama yang dituju Nabi Ibrahim dan Luth adalah Syam, wilayah Mesir. Dalam perjalanan itu Nabi Ibrahim bertemu dengan pamannya yang memiliki seorang putri bernama Sarah. Wanita cantik nan solihah ini kemudian menjadi istri pertama Nabi Ibrahim yang setia menemani perjalanannya.
Dikatakan bahwa Sarah adalah sepupu tiri Nabi Luth yang lahir di wilayah pegunungan Babilonia yang bernama Kutsa. Ia memiliki lahan pertanian dan peternakan yang kemudian diserahkan kepada Nabi Ibrahim untuk mengelolanya.
Perjalanan berikutnya, Nabi Ibrahim mengarah ke sebuah tempat bernama Harran, sebuah kota kuno di Mesopotamia. Ada yang mengatakan kalau di Harran inilah Nabi Ibrahim bertemu Luth dan Sarah.
Jika Ur berada di Mesopotamia Bawah (daerah selatan), maka Harran di Mesopotamia Atas (utara). Wilayah Harran sekarang merupakan bagian dari Turki, menjadi sebuah distrik pedesaan di Provinsi Sanliurfa.
Orang-orang Harran sama-sama menyembah berhala seperti masyarakat Ur. Mereka juga menolak ajakan Nabi Ibrahim untuk bertauhid. Dakwah Nabi Ibrahim di Harran pun hasilnya nihil, pengikutnya tetap dua orang, yakni Nabi Luth dan Sarah.
Berkelana Sampai ke Mesir
Nabi Ibrahim, Sarah, dan Nabi Luth diusir dari Harran. Nabi Luth sendiri mendapatkan perintah untuk pergi ke wilayah Sodom, di dekat Laut Mati. Sedangkan Nabi Ibrahim dan Sarah menuju Mesir, mereka kemudian menetap di wilayah Kana’an.
Nabi Ibrahim dan Sarah mendengar bahwa negeri yang mereka tuju dipimpin oleh Firaun yang gemar memuja wanita. Maka dari itu, Nabi Ibrahim bermaksud menyembunyikan kecantikan Sarah. Namun hal itu ketahuan juga, hingga Nabi Ibrahim dan Sarah dipanggil menghadap raja.
Nabi Ibrahim menyarankan Sarah untuk mengatakan bahwa ia bukan istrinya, melainkan adik kandungnya. Sarah menurutinya, sehingga Firaun senang karena berpeluang mendekati Sarah.
Singkat cerita, Firaun memerintahkan Ibrahim dan Sarah tinggal sementara di istana. Suatu saat Firaun memanggil Sarah ke sebuah kamar, bermaksud mendekatinya. Sedangkan Ibrahim tetap di tempatnya, sambil memohon kepada Allah agar tidak ada sesuatu yang buruk menimpa Sarah. Demikian pula Sarah, ia terus berdoa agar dihindarkan dari bahaya.
Sarah berdiri di depan Firaun. Ia menghampiri Sarah, tetapi ketika langkahnya semakin dekat, tiba-tiba tubuhnya tidak bisa bergerak. Firaun bingung, mengira kalau itu akibat perbuatan Sarah. Lalu ia minta disembuhkan dan berjanji tidak akan mencoba menyentuhnya lagi. Tapi dasar Firaun, ia kembali mendekati Sarah, bermaksud untuk menyentuhnya. Lagi, tubuhnya kaku dan mati rasa.
Sampai di sini, Firaun kembali disembuhkan. Tapi ia mengulangi kesalahannya lagi dan mendapatkan gejala yang sama. Hingga akhirnya tersadar dan mengakui bahwa Sarah bukanlah wanita sembarangan. Atas peristiwa itu Firaun memohon ampun pada Sarah dan Ibrahim. Ia kemudian menghadiahkan Hajar, seorang putrinya (ada yang mengatakan bahwa Hajar adalah budaknya) kepada Sarah dan Ibrahim.
Hajar ini nantinya akan dinikahi oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam…[Lanjut Part 2]