Pernikahan Nabi Ibrahim dengan Sarah sudah berlangsung selama beberapa lama. Namun, keduanya belum juga dikaruniai momongan. Sarah dikatakan mandul, dan merasa iba kepada suaminya yang tidak bisa memiliki keturunan.
Kala itu, Hajar sudah hidup bersama Nabi Ibrahim dan Sarah, membantu keseharian mereka. Sepulang dari Mesir, mereka kembali ke Kana’an dan menetap di sana selama 20 tahun, menurut keterangan Ibnu Katsir.
Sarah sendiri menyimpan kekaguman tersendiri kepada Hajar yang juga berparas cantik dan solihah. Ia lalu memutuskan untuk membujuk Hajar agar mau jika Nabi Ibrahim menikahinya, dengan harapan pernikahan itu bisa menghasilkan keturunan.
Nabi Ibrahim juga menyetujui pendapat Sarah, tentu atas petunjuk dari Allah SWT.
Nabi Ibrahim AS telah lama tinggal di Palestina, namun belum juga diberikan keturunan oleh Allah SWT. Akhirnya, beliau berdoa sesuai dengan yang tercantum dalam surah Ash-Shaffat ayat 100-101.
“(Ibrahim berdoa), ‘Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh.” Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun.”
Lahirnya Ismail
Yang ditunggu-tunggu pun tiba. Keturunan pertama Nabi Ibrahim lahir, ia diberi nama Ismail. Lahir di Palestina sekitar tahun 1794 SM di wilayah Bi’ru Sab’, saat Ibrahim AS berusia 86 tahun. Tidak lama setelah Ismail lahir, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk hijrah ke sebuah padang pasir tandus di Jazirah Arab. Tapi ia tidak berangkat sendirian, tetapi membawa serta Hajar dan putra pertamanya.
Tiba di padang tandus itu, mereka melihat sebuah gubuk semipermanen dan berhenti di sana. Kemudian dikatakan bahwa Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail di sana, tanpa menoleh ke belakang sedikit pun meski tangis anaknya meronta. Namun istrinya, Hajar mengetahui kalau keputusan Nabi Ibrahim adalah atas perintah Allah. Pada akhirnya ia memahaminya, meski harus berjuang sendirian.
Padang pasir tandus itu kelak menjadi sebuah kota termashyur bernama Mekkah. Sementara Ismail, putra pertama Nabi Ibrahim, beberapa tahun mendatang juga diangkat sebagai nabi oleh Allah SWT.
Tanda kenabian itu sudah terlihat saat Ismail masih bayi.
Ayahandanya pergi, dan ia menangis akibat haus dan lapar, sementara air susu dari ibunya tak mengalir. Ibu Hajar pergi mencari sumber mata air terdekat, sampai harus naik turun bukit selama beberapa kali. Sayang, ia tak berhasil mendapatkan air untuk putra tercintanya. Aksi heroik Hajar ini masih dikenang sampai sekarang, lewat salah satu rukun dalam ibadah puncak umat Islam, yaitu Haji.
Lalu Hajar kembali ke tempatnya meninggalkan Ismail, tetapi terkejut mendapati aliran air keluar dari tanah di bawah kaki anaknya. Rupanya, saat menangis kaki Ismail menghentak-hentak ke tanah, dan muncullah sumber air mukjizat itu. Hajar pun dapat minum dengan leluasa dan menghasilkan air susu untuk Ismail. Dalam beberapa waktu mendatang, sumber mata air itu akan mengubah padang kering kerontang menjadi peradaban baru.
Mata air mukjizat Nabi Ismail ini masih mengalir sampai sekarang, dikenal dengan nama Zamzam. Beberapa ratus tahun mendatang, salah seorang keturunan Ismail akan menjadi pewaris sumber mata air ini. Berita tentangnya sudah mulai terdengar bahkan jauh sebelum kelahirannya. Pada usia 40 tahun, pewaris ini juga akan diangkat sebagai utusan Allah, nabi pamungkas yang tercinta, Rasulullah Muhammad SAW.
Menyembelih Anak Sendiri
Nabi Ismail tinggal di Mekkah bersama ibunda. Sementara Nabi Ibrahim kembali ke peraduannya bersama Sarah di Kana’an. Menurut beberapa riwayat, tepatnya berada di Kota Hebron, Palestina modern.
Nabi Ibrahim dikatakan pernah mengunjungi Ismail pada suatu waktu. Di Mekkah, ia bersama Ismail menegakkan kembali Kakbah, situs peribadatan kuno. Konon, dulunya dibangun oleh Nabi Adam, sempat runtuh karena banjir besar, lalu Nabi Ibrahim mencoba membangunnya kembali.
Suatu saat, Allah SWT memberikan ujian berat kepada Nabi Ibrahim, yakni ia diperintah untuk menyembelih anaknya sendiri ketika ia sudah cukup umur. Anaknya yang juga seorang soleh, tentu menyanggupi. Meski memang berat, dua lelaki ayah-anak itu pun menjalankan perintah Allah dengan ikhlas dan pasrah. Allah melihat ketulusan dua hamba-Nya yang soleh. Pada saat pisau siap untuk digunakan, Ia pun mendatangkan seekor domba sebagai ganti anak yang akan dikorbankan.
Peristiwa cobaan yang kelak dijadikan salah satu ibadah tahunan sekaligus hari raya Muslim itu tercatat dalam Al-Quran surat Ash-Shaffat ayat 103-107. Allah berfirman:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
Al-Quran tidak menyebutkan siapa putra Nabi Ibrahim yang akan disembelih. Pasalnya, Nabi Ibrahim juga memiliki satu orang keturunan lagi, yang akhirnya lahir dari rahim Sarah usai penantian amat lama. Berdasarkan sumber Yahudi Ortodoks abad pertengahan, menyatakan ada kemungkinan bahwa kedua putra Nabi Ibrahim, masing-masing menjalani ujian yang sama.
Lahirnya Nabi Ishak
Putra kedua Nabi Ibrahim lahir ketika ia berusia sekitar 100 tahun, sementara Sarah 90 tahun. Memang, baik Sarah maupun Nabi Ibrahim tak henti-hentinya memohon kepada Allah agar pernikahan mereka diberikan keturunan.
Akhirnya, Allah SWT menjawab doa sepasang hamba-Nya tersebut.
Dikisahkan bahwa Allah menyampaikan kabar gembira itu dengan mengutus malaikat untuk bertamu ke rumah Nabi Ibrahim di Hebron. Menurut riwayat Ibnu Katsir, ada tiga malaikat yang datang berkunjung. Mereka adalah Jibril, Mikail, dan Israfil, tampil dalam wujud manusia.
Sebagai orang yang penuh kebaikan, Nabi Ibrahim menyambut 3 tamunya ini dengan sukacita. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ia menyembelih dan menghidangkan daging anak sapi kepada mereka. Namun, para malaikat malah memberikan respons di luar dugaan. Mereka tidak menyentuh hidangan tersebut.
Tentu Nabi Ibrahim terkejut sekaligus kebingungan. Melihatnya, para malaikat langsung menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan. Pesan pertama, mereka berkata bahwa akan lahir seorang anak berilmu dari rahim Sarah. Sedangkan pesan kedua, mereka akan pergi mendatangi kaum Nabi Luth untuk mengirimkan azab.
Mendengarkan dari dalam rumah, Sarah mendatangi tamunya. Penasaran sekaligus tak percaya, ia ingin meyakinkan kebenaran kabar gembira itu. Pasalnya, seperti diketahui bahwa usianya sudah tak lagi muda. Bagaimana mungkin ia bisa mengandung dan melahirkan anak. Apalagi, dirinya telah divonis mandul.
Tapi, malaikat menjawab, seperti dikutip dari Al-Quran Surat Adz-Dzaariyat ayat 30, dengan berkata:
“Demikianlah Tuhanmu memfirmankan. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
Kelahiran anak itu merupakan mukjizat dari Allah SWT. Nabi Ibrahim, terutama Sarah, sangat bersyukur. Akhirnya tibalah hari kelahiran anak tersebut. Ia kemudian diberi nama Ishaq. Dalam suatu periode kehidupannya nanti, ia juga menerima wahyu kenabian. Bahkan, dari keturunan Ishaq ini akan lahir nabi-nabi besar lainnya, temasuk Yaqub, Yusuf, Sulaiman, Daud, sampai Isa Alaihissalam.
Maka tidak berlebihan jika kemudian orang-orang menyebut Nabi Ibrahim Alaihissalam adalah bapak para nabi. Dua anak turunnya melahirkan generasi-generasi nabi baru, sampai pada utusan Allah yang terakhir.
Akhir Hayat Nabi Ibrahim
Pada usia seratus lima puluh tahun, Allah menunjukkan uban kepada Nabi Ibrahim. Para ulama mengemukakan bahwa Allah menampakkan uban itu agar masyarakat bisa membedakan Nabi Ibrahim dengan Ishaq, karena keduanya sangat mirip.
Nabi Ibrahim juga dikatakan sebagai keturunan Nabi Adam pertama yang beruban. Ibrahim hidup hingga usia 175 tahun, meskipun beberapa pendapat menyebutkan 200 tahun.
Saat Allah hendak mencabut nyawa Ibrahim, Allah mengutus malaikat maut kepadanya terlebih dahulu. Ketika malaikat maut datang ke rumah Ibrahim, dia tidak diizinkan masuk oleh Ibrahim. Malaikat maut kemudian menjelaskan bahwa dia hanya masuk atas izin dari tuan rumah tersebut.
Keesokan harinya, ketika Ibrahim keluar rumah, dia mengunci pintunya. Malaikat maut kembali dan dia diizinkan masuk oleh Ibrahim. Ibrahim kembali pulang dan menemukan malaikat maut dalam wujud yang berbeda.
Diriwayatkan bahwa ketika malaikat maut hendak mengambil nyawa Nabi Ibrahim, ia menyatakan, “Hai malaikat maut, apakah engkau pernah melihat seorang yang dicintai mencabut nyawa orang yang dicintainya?”
Malaikat maut pun melaporkan hal ini kepada Allah. Allah menjawab, “Sampaikan kepada kekasih-Ku, apakah kekasih tidak ingin bertemu dengan yang dicintainya?” Malaikat maut kembali kepada Nabi Ibrahim dengan pesan tersebut.
Setelah mendengarnya, Nabi Ibrahim mengatakan, “Tenangkanlah dirimu untuk saat ini.” Kemudian, malaikat maut mengambil nyawanya.
Nabi Ibrahim dimakamkan di perkebunan Hairun, yang merupakan tanah yang pernah dibelinya, dan di sana beliau berwasiat untuk dikuburkan. Lokasinya di Hebron, Palestina, hingga kini masih banyak dikunjungi para peziarah, baik yang beragama Islam, Nasrani, maupun Yahudi.
Pelajaran dari Nabi Ibrahim
Anjuran keteladanan atau contoh dalam Al-Quran hanya diberikan kepada dua orang, yaitu Nabi Ibrahim (Surat Mumtahanah ayat 4-6) dan Nabi Muhammad (Surat Al-Ahzab ayat 21). Pun, hanya dua nabi yang diakui sebagai khalilullah (kekasih Allah). Demikian pula, Rasulullah hanya mengajarkan shalawat hanya kepada dua orang. Pertama kepada Rasulullah sendiri dan keluarganya, kedua bagi Nabi Ibrahim Alaihissalam beserta keluarga dan anak turunnya.
Ibnu Abbas r.a. menyampaikan, “Tidak ada nabi yang menguji agama kemudian menegakkan lebih sempurna dari Ibrahim.”
Ibnu Abbas menyebutkan banyak kisah tentang Ibrahim termasuk praktik ibadah seperti haji, kesucian, di mana lima aspek yang berkaitan dengan kepala dan lima dengan tubuh. Lima aspek di kepala meliputi mencukur, berkumur, membersihkan hidung, menggunakan siwak, dan membersihkan rambut. Sementara lima aspek di tubuh mencakup memotong kuku, mencukur rambut di area kemaluan, khitan, mencabut bulu ketiak, dan melakukan istinja (membersihkan hidung dengan menghirup air).
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas berkata: “Penilaian atau tugas yang sempurna adalah meninggalkan kaumnya ketika mereka menyembah berhala yang bertentangan dengan kepercayaan Raja Namrud, bersabar ketika dilemparkan ke dalam api yang sangat panas, untuk dipindahkan dari tanah air mereka. Untuk bersikap baik menjamu tamu, dan bersabar ketika diperintahkan untuk membunuh anaknya.”
Kepemimpinan adalah juga salah satu ajaran teladan dari kehidupan Nabi Ibrahim. Ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang adil, bijaksana, dan penuh dengan keberanian.
Selain itu, Nabi Ibrahim juga dikenal sebagai seorang yang memiliki keberanian dalam menentang kezaliman dan kebatilan. Beliau tidak takut untuk menyuarakan kebenaran dan menegakkan ajaran-ajaran kebenaran. Meskipun itu membuatnya tersingkirkan dan dicemooh masyarakat. Hal ini menunjukkan keberaniannya yang luar biasa dalam memperjuangkan kebenaran dan tegaknya ajaran moral yang benar.
Ajaran-ajaran teladan lainnya yang dapat dipetik dari kehidupan Nabi Ibrahim adalah kesetiaan kepada Allah SWT. Ia selalu menyebutk Asma Allah dalam setiap tindakan dan keputusannya, sehingga selalu dalam perlindungan dan petunju-Nya. Kesetiaannya kepada Allah juga tidak pernah pudar, meskipun dalam situasi sulit sekalipun.